28 C
Jakarta

Santri dan Jihad Literasi Kontra-Radikalisasi

Artikel Trending

KhazanahOpiniSantri dan Jihad Literasi Kontra-Radikalisasi
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pengertian santri yang dipahami selama ini adalah mereka yang tinggal di pondok pesantren. Namun, lebih jauh dari itu istilah santri sudah sangat populer di Indonesia terutama bagi kalangan umat Islam. Masing-masing dari mereka memberikan makna tersendiri terhadap kata santri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), santri memiliki pengertian sebagai orang yang mendalami agama Islam; orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh; orang yang saleh.

Selain itu, salah satu ulama di Indonesia, KH. Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus, beliau menuturkan bahwa santri tidak hanya mereka yang tinggal di pondok pesantren saja, melainkan mereka yang memiliki akhlak dan sifat yang baik pun adalah santri.

Menilik pada kebiasaan yang terjadi di Indonesia, santri terdiri dari santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah murid-murid yang melakukan kegiatan belajar dan segala aktivitasnya berada di lingkungan pondok pesantren.

Sedangkan definisi dari santri kalong ialah mereka yang suka rela bolak-balik dari rumah masing-masing untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di pondok pesantren dan tidak menetap. Mengikuti berjalannya waktu, situasi, dan kondisi dunia yang semakin berkembang dan berubah, santri pun harus ikut beradaptasi.

Para santri harus membuka seluas-luasnya cakrawala pengetahuan baik dalam hal akhirat maupun dunia. Menjadi santri tidak hanya belajar tentang disiplin ilmu keislaman saja, tetapi mempelajari ilmu pengetahuan umum juga. Maka mereka sebisa mungkin untuk dapat menggabungkan kedua ilmu tersebut dalam melakukan aktivitas sehari-harinya.

Perkembangan dunia yang semakin maju itu perlu didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satunya dengan adanya kegiatan literasi yang membantu orang-orang untuk menambah pengetahuan lebih luas.

Literasi ini dapat dipahami secara sederhana sebagai kemampuan dalam membaca dan menulis. Berdasarkan data statistik yang dilansir oleh UNESCO pada tahun 2012 menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001 yang berarti dari seribu orang hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.

Hal tersebut memberi dampak positif di mana literasi pada akhirnya mengalami perkembangan dan semakin populer dengan hadirnya berbagai macam gerakan literasi yang dibuat. Sejatinya tujuan dari literasi itu sendiri selain meningkatkan pengetahuan melalui membaca juga terdapat beberapa hal.

Di antaranya yaitu meningkatkan pemahaman seseorang dalam mengambil kesimpulan dari informasi yang diterima, membantu orang untuk berpikir secara kritis, serta menumbuhkan dan mengembangkan nilai budi pekerti yang baik dalam diri seseorang. Lantas bagaimana dengan santri?

BACA JUGA  Idulfitri dan Iptek

Budaya Santri dan Literasi

Tahun ini, Hari Santri Nasional tahun 2023 mengusung tema “Jihad Santri Jayakan Negeri”. Tema tersebut mengingatkan kita agar terus berkontribusi secara aktif dalam memajukan negeri. Secara kontekstual, jihad di sini dapat diartikan sebagai jihad intelektual, yakni santri seyogianya berjuang dalam melawan kebodohan dan ketertinggalan dirinya sendiri maupun orang lain.

Santri juga diharapkan untuk turut serta mengambil peran dalam era transformasi digital. Salah satu jihad yang dapat dilakukan adalah melalui literasi. Sebenarnya jika kita lihat sejak zaman dahulu seorang santri, kiai, atau ulama telah melakukan kegiatan literasi tersebut, yaitu membaca dan menulis.

Mereka secara aktif melakukan kegiatan dalam hal tulis-menulis. Banyak karya yang dihasilkan dari menulis tersebut seperti Imam Ghazali dengan karyanya berupa kitab Ihya Ulumuddin dan Ibnu Katsir yang menciptakan karya kitab Tafsir.

Selain itu, ulama Nusantara yang aktif menulis di antaranya adalah Syekh Nawawi Al-Bantani, KH. Bisri Mustofa, Buya Hamka, dan masih banyak lagi. Karya-karya tersebut menunjukkan bahwa santri sejatinya tidak terlepas dari kegiatan literasi.

Pembelajaran di pondok pesantren pun saat ini semakin berkembang. Stigma orang-orang tentang santri yang hanya mempelajari tentang keislaman, saat ini telah berubah karena mereka pun mendapat pembelajaran tentang ilmu pengetahuan umum.

Contohnya mereka mempelajari bahasa asing, kesenian, jurnalistik, dan lain-lain. Hal tersebut merupakan kelebihan yang dimiliki oleh santri generasi sekarang. Mereka membaca dan memahami berbagai macam jenis kitab kuning serta buku-buku ilmu pengetahuan umum.

Memiliki pengetahuan yang lebih luas serta dibekali dengan pendidikan agama yang baik adalah sebuah anugerah Tuhan kepada santri. Para santri diharapkan agar dapat menggabungkan dan mengimplementasikan kedua ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-sehari.

Mengingat pentingnya literasi di era globalisasi ini, peran santri sangat berpengaruh dalam menjaga dan melanjutkan kegiatan gemar membaca dan menulis tersebut. Dengan sifat santri yang sangat menghormati para gurunya, mereka akan merasa senang jika bisa berkontribusi dalam warisan yang ditinggalkan oleh para ulama terdahulu, yakni literasi.

Untuk saat ini dan nanti melalui membaca kita akan lebih mengenal dunia dan dengan menulislah kita akan dikenal dunia. Oleh karena itu, santri adalah sosok yang paling cocok sebagai penjaga sekaligus duta literasi yang dibekali keilmuan akhirat dan dunia secara seimbang, sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia berkualitas dan karya yang mendunia.

Fitria Soefiyani
Fitria Soefiyani
Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru