33.8 C
Jakarta
Array

Ramadan, Mahasantri dan Pengembangan Literasi Pesantren

Artikel Trending

Ramadan, Mahasantri dan Pengembangan Literasi Pesantren
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam beberapa hari ke depan, umat Islam di seluruh dunia, akan menunaikan puasa Ramadan 1440 H. Ramadan, bulan suci umat Islam yang senantiasa dinanti – nantikan kehadirannya, karena banyak sekali keutamaan – keutamaan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada bulan ini.

Di Indonesia, khususnya di Jawa, pesantren – pesantren pada saat Ramadan, menggelar berbagai kajian kitab salaf, yang diikuti oleh tidak hanya santri mukim (santri asli dalam seuatu pesantren tertentu), juga santri dari luar pesantren yang biasa dikenal dengan ‘’santri kalong’’.

Pada kajian Ramadan di pondok – pondok pesantren, santri bebas memilih mau mengaji kepada kiai siapa saja berikut kitab apa yang dibaca. Pasalnya, kajian Ramadan ini biasanya oleh para santri diniati sebagai tabarrukan.

Adanya tradisi kajian Ramadan di pesantren, yang merambah pula di kampung – kampung ditandai dengan adanya pengajian Ramadan menjelang buka puasa, menjadi penanda bahwa sebagian budaya literasi telah membumi, kendati secara kualitas masih harus ditingkatkan.

Akan tetapi yang harus dipahami kemudian, literasi itu tidak sebatas pada melek aksara, juga ada lagi satu penanda yang juga sangat penting, yakni kemampuan menulis dengan baik.

Tradisi menulis yang baik untuk mengemukakan gagasan – gagasan yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan beragama inilah, yang harus diakui masih belum begitu membumi. Artinya, masih sedikit sekali penulis – penulis yang ada di tanah air ini, jika dibandingkan dengan jumlah warga negaranya yang demikian besar.

Dalam konteks kekinian, tradisi literasi ini bahkan jauh lebih luas lagi maknanya, tidak sekadar terkait masalah melek aksara yang meliputi kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis, juga kemampuan memahami gagasan (ide) yang disampaikan melalui video dan semacamnya, terlebih di era perkembangan media sosial seperti sekarang ini.

Mahasantri Jadi Harapan

Perkembangan literasi, khususnya dalam hal bidang penulisan, mau tidak mau, meski senantiasa didorong akan selain semakin banyak lahir karya – karya berkualitas, juga diharapkan semakin banyak publik (masyarakat) di tanah air yang mengambil peran – peran intelektual ini.

Salah satu yang mestinya menjadi harapan besar untuk mewujudkan semakin banyaknya masyarakat mengambil peran dalam bidang penulisan, adalah para mahasantri dari Ma’had Aly yang kini sudah banyak ‘’lahir’’ dan mendapatkan izin operasional dari Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Ma’had Aly adalah perguruan tinggi berbasis pesantren, yang telah memiliki payung hukum jelas. Dukungan pemerintah terhadap keberadaan Ma’had Aly juga positif, sehingga sivitas akademika Ma’had Aly, mesti meningkatkan kualitas di berbagai bidang, termasuk pengembangan ilmu dan literasi.

Terkait pengembangan literasi ini, mahasantri harus mengambil peran maksimal, karena secara keilmuan, rata – rata memiliki dasar pemahaman keagamaan yang baik, dengan literatur salah ‘ala pesantren yang sangat kaya.

Maka sudah selayaknya, mahasantri dengan basis keilmuan yang telah dimiliki, ke depan bisa menjadi sosok – sosok penting dalam pengembangan keilmuan berbasis pesantren. Dan untuk itu, mahasantri harus memiliki kemampuan (skill) menulis yang baik.

Dengan skill menulis yang baik itulah, maka mahasantri diharapkan bisa melahirkan karya – karya penting bagi khazanah intelektual Islam Indonesia. Dengan ragam Takashshush (Program Studi) yang beragam di Ma’had Aly, maka karya yang akan dihasilkan pun akan beragam pula.

Ramadan sebagai Momentum

Di beberapa Ma’had Aly, menulis menjadi hal yang memang sudah digalakkan. Namun secara umum, masih banyak mahasantri yang membutuhkan support dan bimbingan untuk meningkatkan kemampuan menulisnya.

Namun secara umum, sebagai intelektual pesantren, semestinya para mahasantri tanggung jawabnya untuk mengembangkan keilmuan. Salah satunya bagaimana mengembangkan ide, gagasan dan pemikiran – pemikiran yang dituangkan melalui karya tulis.

Dan untuk itu, Ramadan kali ini bisa menjadi momentum untuk menggalakkan tradisi menulis di kalangan mahasantri. Bisa dikalkulasi, jika masing – masing mahasantri bisa menghasilkan empat karya (artikel) dikalikan dengan jumlah mahasantri se – Indonesia, maka akan dahsyat.

Lalu dari berbagai karya yang termuat di berbagai media massa atau dipublikasikan melalui situs pondok pesantren dan situs Ma’had Aly, kemudian dijembatani untuk diterbitkan dalam serial bungai rampai karya mahasantri Nusantara, tentu akan sangat positif bagi pengembangan keilmuan pesantren dan Islam secara umum.

Tetapi tentu saja, gagasan seperti ini tetap akan mewujud sebagai gagasan saja, jika tidak ada respons positif dari mahasantri. Maka, memulai menulis adalah hal yang niscaya, karena tanpa itu, sebuah karya tidak dapat dilahirkan.

Dan kiranya, memulai mentradisikan menulis bagi mahasantri yang sebelumnya belum tertarik mengambil peran di bidang ini, momentum Ramadan ini sangatlah tepat. Karena Ramadan sendiri merupakan bulan literasi umat Islam. Di mana diketahui, bahwa ayat al-Quran yang pertama kali diturunkan sangat berkaitan dengan literasi: Iqra’. Wallahu a’lam. (*)

Rosidi, Penulis adalah staf bidang media dan publikasi pada Ma’had Aly Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus dan pegiat Gubug Literasi Tansaro.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru