Dengarkan artikel ini
Harakatuna.com. Garut. Tahun lalu, tepatnya (17/8) 2017, Mohammad Raihan Rafisanjani (19) merupakan satu dari 18 orang yang sempat geger karena mereka warga negara Indoesia yang berhasil keluar dari Suriah.
Mereka berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS karena pada saat itu ia membayangkan nikmatnya hidup di bawah Daulah Khilafah Islamiyah yang diproklamirkan ISIS. Namun kemarin, Minggu (25/3), ia menceritakan kembali kisahnya di depan peserta Halaqah Pesantren yang diadakan Harakatuna Media di Pesantren Persatuan Islam (Persis) Tarogong, Garut.
“Jadi awal mula kenapa kita semua (keluarga) memutuskan ke sana adalah karena mereka (Daesh) memberikan janji-janji manis kepada siapapun orang yang mau berhijrah ke negeri mereka, Syam,” ujar pria kelahiran Depok itu.
Janji-janji mereka menurutnya antara lain rumah gratis, gas gratis, bensin gratis, semua gratis, makan gratis dan air gratis. Bahkan kalau tidak mau berperang juga tidak apa-apa.
“Siapa yang nggak tertarik. Diam aja di rumah dapat gaji,” tambahnya saat berbicara di depan ratusan santri Pesantren Persis se-Jawa Barat.
Biaya hijrah pun menurutnya dijanjikan untuk diganti, hutang-hutang di negara asalnya pun akan dibayar oleh mereka. Namun, setelah menceritakan itu, Raihan menekankan kepada peserta bahwa semua janji manis yang diberikan itu palsu.
“Kenyataannya berbeda sama yang ada di media mereka dulu pas kita masih di Indonesia. Banyak keganjilan dibandingkan dengan yang mereka share di media mereka,” pungkasnya.
Ia mencontohkan keganjilan itu dengan disitanya paspor, ID Card, handphone, kamera, dan peralatan elektronik lainnya. Ia menceritakan bagaimana keluarga mereka yang laki-laki dipisah dengan keluarga yang perempuan.
“Kami yang laki-laki ditempatkan di suatu rumah atau sebutannya Makor atau Madhofa,”kenangnya.
(M. Ilhamul Qolbi)
