28 C
Jakarta

Radikalisme Rakyat di Era Walisongo

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuRadikalisme Rakyat di Era Walisongo
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku Asli: An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926 (New York; Cornel University Press, 1990), Judul Buku Terjemah: Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Jawa 1912-1926, Penulis: Takashi Shiraishi, Penerjemah: Hilmar Farid, Penerbit : Pustaka Utama Grafiti, Tebal Buku : 504 halaman. Peresensi: Tgk. Helmi Abu Bakar El-langkawi.

Harakatuna.com – Peristiwa masa lalu yang dibukukan menjadi hal yang sangat penting terlebih dirangkaikan dalam bentuk buku. Mempelajari masa lalu yang dikenal dengan sejarah bukan hanya berbicara tentang fenomena masa lalu, namun sejarah sebagai salah satu bagian dari ilmu sosial yang memiliki pertautan dengan politik dan ekonomi.

Sejarah masa lalu yang ditulis dalam bentuk disertasi seperti yang dilakukan Takashi Shirashi. Takashi karya ilmiahnya dengan judul aslinya An age in motion: popular radicalism in Java, 1912-1926 (New York; Cornel University Press, 1990) mengambil fokus penelitian historisnya pada periode pergerakan yang terjadi di Surakarta dan sekitarnya, termasuk pula Semarang dan Yogyakarta pada tahun 1912-1926. Dianggap sebagai salah-satu cikal bakal pergerakan dengan efek yang sangat besar dalam penanaman jiwa nasionalisme bagi rakyat Indonesia.

Buku judul bahasa Indonesianya “Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Jawa 1912 – 1926”, pengarang buku tersebut mengupas sejarah kemunculan pergerakan rakyat Indonesia selama seperempat pertama abad kedua puluh. Di mana, melalui ulasan-ulasan dari disertasinya yang begitu detail ini mampu memberikan gambaran dan pelajaran bagi pembaca akan betapa pentingnya sejarah.

Kemampuan penulis buku tersebut bahkan kapasitasnya sebagai tokoh sejarawan, Takashi Shirashi dalam karyanya di awal bab perdana menguraikan tentang sejarah, asbabul wurud (asal usul) dan hal berkaitan dengan negeri Surakarta. Keberadaan Surakarta sebagai Kota yang kaya akan sejarah dan tanah tempat lahirnya empat kerajaan di bawah kekuasaan Hindia Belanda tersebut, pernah mengalami simpang siur dalam konteks tarik menarik dari dua kekuasaan besar, yang dianggap sangat berpengaruh terhadap perkembangan struktur sosial dan politik di Surakarta, yaitu kekuatan Kolonial dan kraton.

Berkaitan dengan Surakarta, pengarang buku tersebut juga menguraikan berkaitan dengan pergerakan organisasi Sarekat Islam (SI). Sebuah organisasi yang berawal dari inisiatif sederhana kelompok masyarakat (organisasi ronda) yang pada mulanya hanyalah perkumpulan untuk kepentingan keamanan pengusaha pribumi batik (Rekso Rumekso).

Berbagai tokoh Sarekat Islam seperti Tjokroaminoto, H. Samanhudi, sampai dengan Marco Kartodikromo, kemudian menggencarkan pergerakan-pergerakan di Surakarta dengan mengandalkan kemampuan tulis-menulisnya pada surat kabar dan berbagai macam aksi protes yang digelar dalam rangka ”menuntut persamaan hak bumiputera.

BACA JUGA  Menangkal Overdosis Beragama

Takashi Shiraishi dalam buku tersebut juga menguraikan sejarah Islam dengan komunisme di negeri ini terutama kawasan Jawa. Digambarkan juga kisah seorang Misbach. Jiwa semangatnya tetaplah menjadi darah daging yang sulit untuk dihilangkan, meski terus diancam, ditangkap, dipenjara maupun diasingkan dari wilayahnya, seorang Misbach kembali memulai pergerakannya setelah dipenjara pada 1922. Ia memulai pergerakannya dengan meninggalkan Muhamadiyah, dan menjadi propagandis PKI/SI Merah.

Banyak paham dan pandangan Misbach yang tidak selaras dengan Muhammadiyah Dalam banyak hal, salah satu yang menjadi buah bibirnya adalah konsep tentang kesamaan antara paham Islam dan komunisme. Misbach dalam konteks ini memadukan Islamisme dan Komunisme dalam pandangan dan semangat hidup yang akhirnya menggerakkan dia dalam berbagai bentuk aktivitas gerakan.

Sekitar halaman 238 dikupas berkaitan dengan Tjipto Mangunkusumo yang dikenal sebagai tokoh penggerak ”Anti Raja” pada sekitar bulan Juni 1919. Melakukan kampanye mengkritik dan memprotes posisi kraton yang feodal. Kampanye yang dilakukannya antara lain melalui tulisan di Panggoegah dan melalui Volksraad, telah membuat polarisasi di kalangan aktivis pergerakan, antara mereka yang pro Kerajaan dan pro Tjipto. Gerakan yang dilakukan Tjipto ini juga menghantarkannya sebagai pemimpin Insulinde/NIP-SH yang membawa mereka ke kancah ”perjuangan politik”

Membaca karya Takashi Shiraishi seakan kita telah ikut bersama dalam konflik masa lalu, tentunya karyanya itu lahir melalui pendalaman dan pengamatan yang sangat akurat. Setidaknya dengan mempelajari buku ini, kita bisa menelisik bagaimana persoalan sistem ekonomi yang dijalankan oleh pengusaha-pengusaha Eropa. terciptanya mesin pembawa perubahan baru dengan sebutan modal tersebut, dapat mengakibatkan beberapa pengusaha swasta mengalami masa depresi yang terjadi pada pertengahan dekade 1880-an.

Sang pengarang buku ini, sebagian besar buku ini berbicara mengenai pergerakan. Baik itu dalam ranah politik, ekonomi, agama maupun sosial budaya yang muncul akibat tidak selarasnya idealita dan realita yang terjadi dikalangan masyarakat Jawa pada saat itu. Melalui media, boikot, rapat-rapat umum, pemogokan, dan bentuk-bentuk lainnya yang muncul dalam pergerakan menjadi bukti konkrit bahwa sepenuhnya pergerakan ini adalah murni milik rakyat.

Terakhir, sangat layak kita memiliki buku berjudul “Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Jawa 1912 – 1926”, karya yang ditulis sejarawan besar ini, memiliki manfaat yang sangat besar bagi pembaca terutama bagi rakyat Indonesia khususnya, agar dapat mengetahui bagaimana siklus pergerakan yang terjadi di Indonesia. juga sebagai wujud keteladanan semangat para tokoh-tokoh penggerak demi terciptanya bangsa yang lebih baik. Sudahkah kita membacanya?

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi, M.Pd.
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi, M.Pd.
Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru