Harakatuna.com – Dalam tulisan Penanggulangan Terorisme 2025: Memperkuat Multisektoral untuk Menjaga Zero Attack Terrorism di Indonesia (06/01/2025), saya menyebut bahwa eks napiter masih menjadi masalah serius di masyarakat. Meski ada eks napiter sudah moderat (eks napiter hijau), tapi kahadirannya tidak sepenuhnya diterima. Ada banyak alasan mengapa masyarakat tidak mau menerima, salah satunya karena takut.
Penanganan Pada Eks Napiter Merah
Masyarakat awam pasti tidak tahu kondisi dan situasi kehidupan eks napiter. Meski polisi sudah membagi eks napiter menjadi tiga zona klaster, dari klaster merah, kuning hingga hijau. Tetapi bagi masyarakat awam mereka tetaplah orang radikal menakutkan. Oleh karena itu, sosialisasi tentang reintegrasi sosial ini juga diperlukan di tengah masyarakat.
Kenyataannya, reintegrasi sosial pada eks narapidana terorisme belum merata. Selama ini, program deradikalisasi dan reintegrasi sosial hanya menyentuh pada skala kecil eks napiter yang klaster hijau. Ini pun masih kecil. Eks napiter klaster hijau ini adalah mereka yang sudah melepaskan afiliasi dari kelompok teror tertentu dan berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara pada eks napiter berstatus klaster merah minim program reintegrasi sosial. Karena itulah masyarakat tidak tahu tentang kondisi daripada eks napiter teroris. Masyarakat hanya mengira bahwa mereka masih belum mengakui Pancasila dan NKRI. Dan semua eks nepiter dianggap sama saja. Bagi saya, hal ini bukan kesalahan masyarakat.
Apalagi, ketika masyarakat melihat eks napiter masih kembali bergabung dengan kelompok teroris dan ngebom. Agus Sujatno atau Agus Muslim, misalnya. Dia eks napiter yang kembali bergabung dengan kelompok teroris. Padahal dia sudah dibebaskan pada Oktober 2021.
Agus Muslim ini menjalin komunikasi dengan para eks narapidana terorisme di berbagai daerah. Setelah dia sulit membangun relasi antar-eks narapidana terorisme di Bandung, kemudian dia berpindah ke Solo, Jawa Tengah, akhir 2021. Di Solo inilah, dia benar-benar nyemplung karena bertemu dengan eks narapidana terorisme yang sama-sama masih merah.
Perlu diketahui, di Solo, masih banyak eks napiter berstatus merah. Status merah ini adalah eks narapidana terorisme yang belum berikrar setia kepada NKRI. Mereka tidak kembali ke pangkuan NKRI karena pertimbangan ideologis. Mereka masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip ideologi terorisme, seperti negara Islam, jihad Islam, dan jihad dalam penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan politik atau ideologis.
Belum lagi faktor para eks napiter merasa berhutang budi pada jaringan kelompok teroris aktif yang selama ini membantunya. Kita pasti sering mendengar bahwa biaya hidup keluarga eks napiter ada yang menanggung selama eks napiter ada di tahanan. Bahkan tak jarang kelompok teroris aktif ini membantu ketika narapidana terorisme bebas dan tak punya pekerjaan. Nah, inilah yang seringkali luput dari program deradikalisasi. Akhirnya, eks napiter kembali lagi kepada jaringan kelompok teroris dan siap melancarkan paham dan aksinya.
Melakukan Konsep Reintegrasi Sosial
Jika sedikit kita kepoin data Densus 88 tentang narapidana teroris yang masih berstatus merah, tentu kita akan kaget. Masih ada banyak teroris atau eks napiter yang berstatus merah. Dan aktivitas mereka geraknya sangat leluasa. Mereka bergabung dengan lembaga kemanusiaan, mereka juga termasuk yang mengumpulkan dana untuk pembiayaan aksi teror. Karena itulah di antara mereka masih banyak diburu dan ditangkapin.
Sekarang (8/1/2025), ada empat narapidana terorisme yang dibebaskan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Semarang. Dia berinisial AY, DS, RS, dan UA, dan semuanya jebolan kelompok jaringan Negara Islam Indonesia (NII) yang dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Meski di lapas mereka telah mengikuti program pembinaan yang intensif. Tetapi tidak menjamin bahwa mereka juga berperilaku baik ketika menjadi eks napiter.
Untuk memastikan eks napiter ini tidak menjadi masalah dan bahaya pada masyarakat, sudah sebaiknya pemerintah dalam penanggulangan terorisme 2025, memberi konsep reintegrasi sosial yang diterapkan khusus untuk eks narapidana terorisme yang berstatus merah. Agar, dengan konsep reintegrasi sosial ini, selain teroris tidak lepas dari radar pengawasan aparat, dia juga bisa kembali menjadi masyarakat Pancasila, dan selanjutnya bisa diterima keberadaan oleh masyarakat. Itu.