32.1 C
Jakarta

Merawat Persatuan Pasca Pilkada

Artikel Trending

EditorialMerawat Persatuan Pasca Pilkada
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak kini memasuki tahap perhitungan. Hal ini diharapkan menjadi waktu refleksi bagi masyarakat untuk bisa terbebas dari hiruk-pikuk panasnya Pilkada. Waktu ini bisa digunakan untuk merenungkan kembali siapa kandidat yang telah dipilih.

Pemungutan suara hari ini (Rabu, 27/11) telah berlangsung di mana-mana. Tinggal menunggu hasil akhir. Untuk itu masyarakat dan terkhusus bagi aparat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga di jajaran terbawah mampu mengemban amanah dan tanggung jawab secara bijak.

Di setiap momen Pilkada biasanya terdapat beberapa masalah klasik yang bisa menjadi konflik dan karena itu memecah-belah persatuan. Ada banyak faktor yang harus diperhatikan oleh masyarakat dan juga para petugas. Di antaranya:

Pertama, masalah dalam Pilkada biasanya ketidaknetralan Bawaslu. Kadangkala Bawaslu berpihak ke salah satu calon. Sehingga perhitungan banyak kesalahan dan kemudian terjadi konflik antar pemilih. Harus diingat bersama, masa perhitungan Pilkada adalah tahapan krusial yang kerap diwarnai potensi pelanggaran. Jajaran Bawaslu jangan berpuas diri ketika suara telah berhasil diinput atau pada tahap selesai. Bawaslu juga harus mengawal suara tersebut hingga batas akhir.

Kedua, masalah yang terjadi di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seringkali, KPU masih belum siap dalam menyiapkan semua logistik Pilkada dengan sebaik-baiknya. Di beberapa tempat, seperti kampung yang terkena banjir, gempa, erupsi gunung, atau tempat yang susah diakses, suara masyarakat masih tercecer. Akhirnya, masyarakat tidak bisa menunaikan hak politik dalam memilih pemimpin yang mereka cita-citakan sebagai pemimpin masa depan.

Di sisi lain, KPU masih kurang dalam strategi mengorkestrasi demokrasi publik, sehingga konflik-konflik masih terus terjadi. Kasusnya seperti yang terjadi di Sampang, Jawa Timur menjadi bukti. KPU tidak mampu membuat peta rawan konflik dan tidak mampu menjawab tantangan di sana. Lebih luas, KPU kurang mampu menggerakkan masyarakat agar mau berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara (TPS).

Ketiga, masalah yang dibuat oleh paslon Pilkada. Ketika perhitungan sudah selesai, biasanya paslon Pilkada memanas-manasi pemilihnya. Calon yang menang merasa ujub dan tidak bersyukur. Dengan sikap ini mereka melakukan perbuatan untuk menertawakan calon yang kalah. Sedangkan calon yang kalah, biasanya tidak merasa kalah sehingga melakukan berbagai manuver narasi yang kemudian menjadi konflik horizontal antarpemilih.

BACA JUGA  Pemerintahan Baru dan Proyeksi Indonesia Maju

Berbagai calon semestinya memiliki sikap kesatria untuk sama-sama legawa dan saling menghormati. Semua calon yang ikut bertarung dalam ajang Pilkada harus menegakkan integritas. Ketika yang terpilih benar-benar sosok beritegritas, maka ia kelak akan menjadi pemimpin yang benar-benar menjadi harapan rakyatnya.

Keempat, masalah netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara Pilkada. Kalau melihat data, hampir sebagian daerah diisi penjabat kepala daerah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat. Ini rawan terjadi konflik kepentingan. Selain itu, ASN seperti dosen, polisi, tentara, dan sebagainya seringkali tidak netral dan mendukung salah satu paslon secara terang-terangan. Kondisi ini yang menjadi penyebab banyak sekali konflik di tengah masyarakat.

Kelima, hilangnya aspek pendidikan politik kepada masyarakat dalam menyikapi perbedaan pilihan. Lagi-lagi, ketidakdewasaan dalam perbedaan menyebabkan konflik seperti di Sampang. Kekanak-kanakan dalam berpolitik dengan memaksa orang adalah sikap yang tidak terpuji dan mencederai hak asasi dan demokrasi. Justru, berbeda pilihan dalam menentukan pilihan politik merupakan sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi dan telah dijamin dalam undang-undang.

Dengan melihat beberapa faktor di atas, maka upaya merawat persatuan dan kesatuan pasca-Pilkada menjadi penting. Salah satunya adalah mencegah kelima faktor masalah di atas dengan memformulasikan kebijakan yang aman, tertib, damai, terukur, dan kondusif. Dengan cara itu, akhirnya mewujudkan persatuan dan kesatuan menjadi kontribusi dari semua pihak. Jika semua terlaksana maka nantinya akan dinikmati oleh semua pihak khususnya masyarakat bawah.

Editorial hari ini menyarankan pasca-Pilkada semua urun untuk memupuk persatuan, bukan melancipkan perpecahan karena perbedaan. Hal-hal yang merusak demokrasi dengan model memainkan politik identitas, penggunaan kampanye hitam, hoaks, dan radikalisme akan kalah manakala kita mampu melakukan tindakan-tindakan kecil dengan tetap merawat persatuan dan keamanan. Pasca-Pilkada ini kita harapkan tetap menjadi saudara. Mari rawat persatuan pasca-Pilkada!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru