31.7 C
Jakarta

Menjadi Pemeluk Agama Cinta

Artikel Trending

KhazanahMenjadi Pemeluk Agama Cinta
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Agama Adalah Cinta, Cinta Adalah Agama

Penulis: Edi AH Iyubenu

Penerbit: DIVA Press

Tahun Terbit: April 2020 (Cetakan ke-1)

Tebal: 200 Halaman

ISBN: 978-602-391-964-2

Peresensi: Bagis Syarof.

Islam dibawa oleh Rasulullah dan berhasil diterima oleh berbagai kalangan karena di dalamnya terdapat cinta yang begitu besar. Bahkan menurut penulis buku yang berjudul Agama Adalah Cinta, Cinta Adalah Agama ini, Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Islam adalah cinta, maka tiada Islam tanpa adanya cinta. Singkat, begitulah yang ada dalam buku karya Edi AH Iyubenu.

Membaca pengantar dari penulis, saya begitu tertarik untuk membaca buku ini lebih lanjut. Karena di masa sekarang, agama seringkali dijadikan jubah untuk memperoleh kekuasaan, hasrat duniawi, kepentingan pribadi, yang sama sekali menyimpang dari Islam rahmatan lil alamin.

Mereka menjadikan Islam sebagai sarana untuk mendiskriminasi saudaranya sendiri, sesama Islam, karena berbeda aliran. Mereka menjadikan Islam sebagai alasan untuk mencemooh saudara sendiri, sesama manusia, karena berbeda agama. Apakah Islam memang terbuat dari kebencian?

Buku ini menyangkal segala perbuatan orang-orang yang mengatasnamakan agama Islam untuk memperoleh hasrat, atau kepentingan pribadi seseorang. Menurut Imam Ja’far ash-Shadiq, orang yang disebut Rasulullah sebagai kunci ilmu pengetahuan, Islam adalah agama rahmatan lil alamin (ketenteraman bagi seluruh alam). Dikatakan kunci ilmu pengetahuan karena sanad keilmuannya bersambung kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sebagai pintu gerbang dari kota ilmu pengetahuan. Dan Rasullullah, adalah sebagai kota  ilmu pengetahuan.

Potret Agama

Buku ini, diawali dengan esai yang berjudul Agama Adalah Cinta, Cinta Adalah Agama. Esai tersebut terdiri dari dua  term inti yaitu agama dan cinta. Keduanya merupakan dua hal yang berbeda namun tidak bisa terpisahkan satu sama lain. Menurut saya, agama dan cinta laksana dua sisi mata uang. Jika salah satunnya hilang, atau dihilangkan, maka yang terjadi, salah satunya akan kekurangan nilai, atau bahkan tidak punya nilai sama sekali.

Menurut Haidar Bagir, agama dan cinta dimaknai sebagai hal yang: a) saling mengisi satu sama lain atau sublimasi, b) saling mengidentifikasi satu sama lain, peniadaan satu dari keduanya, maka akan menghanguskan keduanya, dan c) agama adalah pembumian dimensi langit dan cinta adalah pelangitan dimensi bumi.

Nabi Muhammad bersabda, seorang mukmin adalah dia yang menjamin keselamatan orang lain dari lisan dan tangannya. Kita garis bawahi hadis tersebut di kata orang lain. Dua kata tersebut bermakna orang yang bukan diri sendiri. Bisa jadi orang yang ada di sekitar kita, bisa jadi Muslim yang ada di sekitar kita tapi berbeda aliran, bisa jadi orang non-Muslim yang berada di sekitar kita.

Adalah dalam hadis tersebut diajarkan oleh rasulullah kepada umatnya tentang mencintai orang lain. Meskipun beda pemahaman tentang Tuhan, atau beda pemahaman tentang aliran hukum. Seorang mukmin tidak diperbolehkan untuk mendiskriminasi orang lain karena berbeda pemahaman. Seorang mukmin juga tidak diperkenankan untuk mencemooh orang lain karena berbeda agama.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata kepada al-Asytar al-Nakha’i, salah satu bawahan gubernur Mesir, bahwa manusia ada dua jenis. Pertama, saudara dalam satu agama. Kedua, saudara dalam satu penciptaan, yaitu sama makhluk ciptaan Tuhan. Bagaimana hukum di masyarakat ketika ada seseorang yang bertengkar dengan saudaranya sendiri?

BACA JUGA  Mengoreksi Kaum Jihadis dalam Memahami Hadis

Tentu orang yang bertengkar dengan saudaranya tersebut akan dijustifikasi sebagai orang yang kurang baik. Bagaimana mungkin saudara sendiri dicemooh atau dimusuhi. Begitu juga kita dalam beragama. Kurang baik etika seseorang, apabila memusuhi saudaranya sesama agama, dan saudaranya sesama manusia.

Penulis buku ini juga mengkategorikan cinta dalam kehidupan. Cinta ada dua macam, cinta secara akidah, dan cinta secara kemanusiaan.  Cinta secara kaidah adalah sebuah rasa sayang dari makhluk kepada tuhannya. Cinta yang satu ini tidak boleh terlampaui oleh apa pun. Artinya cinta kepada apa pun tidak boleh lebih besar dari pada cinta kepada Tuhan [hlm. 14].

Derajat cinta di bawah cinta manusia kepada Allah ialah cinta kepada Rasulullah. Namun, acapkali terjadi di sekitar kita, bahwa mencintai Nabi Muhammad dianggap syirik. Karena Nabi yang hanya manusia biasa, dipuja seperti dituhankan oleh sebagian orang. Sebenarnya tidak begitu. Penulis menyinggung juga dalam buku ini perihal tersebut. Penulis mengatakan bahwa mencitai Rasul tidak akan pernah bisa disetarakan dengan cinta kepada Allah. Rasul adalah utusan Tuhan, dan Allah adalah Tuhan pengutus Rasul.

Penulis, bahkan menyangkal tudingan syirik, bagi orang yang mencintai Rasul. Menurutnya, kecintaan terhadap Rasul hanyalah representasi terhadap manusia yang begitu agung akhlaknya dan berbagai tingkah lakunya, seperti syair, shalawat, nyanyian pujian terhadap Rasul dan lainnya. Itu hanya ekspresi kecintaan terhadap makhluk ciptaan Tuhan yang begitu mulia, bukan menuhankan Nabi Muhammad. Bahkan percaya—cinta—kepada Rasul merupakan sebagian dari iman. Bisa dikatakan tidak beriman bagi orang yang tidak mencintai Nabi Muhammad SAW.

Yang kedua, cinta secara kemanusiaan. Adalah cinta terhadap saudara seiman dan saudara yang tidak seiman. Cinta yang kedua ini juga sering kali menjadi polemik di kalangan masyarakat. Karena ada sebagian orang muslim yang mengajak Muslim lainnya untuk memusuhi saudaranya yang tidak seiman [hlm. 23].

Hal ini menjadi masalah dalam pembumian Islam cinta, Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sudah jelas dinukil dalam surat al-Anbiya’ ayat 107, bahwa, Nabi Muhammad—pembawa agama Islam ke dunia—diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Jadi, tidak benar, apabila ada oknum Islam mengajak saudara seiman untuk memusuhi saudaranya sendiri, yang tidak seiman [hlm. 81].

Sangat jelas Allah berfirman, seandainya Allah ingin membuat semua orang di muka bumi ini beriman, maka niscaya Allah sangat mampu. Jadi, manusia sama sekali tidak berhak untuk memaksa non-Muslim untuk menjadi mukallaf. Dan juga tidak pantas memusuhi mereka. Semua berjalan atas kehendak Allah. Tugas seorang Muslim hanya mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin, mencintai saudara seiman, dan juga mencintai saudara—tidak seiman—sesama manusia ciptaan Tuhan.

Buku ini cocok dibaca oleh berbagai kalangan, entah itu Islam atau pun non-Islam. Buku ini mengajak seluruh manusia untuk senansiasa bersaudara meskipun beda iman. Tidak ada tebang pilih untuk saling mengasihi dan menebarkan kebaikan. Selagi mereka manusia ciptaan Tuhan, maka kita diwajibkan untuk saling menghormati dan menghargainya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru