28.2 C
Jakarta

Mengulik Luka Lama Pada GAM: Khairun Nisak, Bukti Betapa Sengsaranya Seorang Perempuan Menghadapi Konfik

Artikel Trending

KhazanahTelaahMengulik Luka Lama Pada GAM: Khairun Nisak, Bukti Betapa Sengsaranya Seorang Perempuan...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang pernah menghiasi perjuangan rakyat Aceh, masih menyisakan berbagai luka, kesan dan kisah yang cukup dalam pada beberapa orang. Apalagi bagi orang yang menjadi bagian dari GAM tersebut. Salah satunya perempuan tangguh yang menjadi kombatan GAM, yakni Khairun Nisak.

Istilah yang dipakai oleh masyarakat Aceh dalam menyebut perempuan yang melakukan perlawanan adalah Inong Balee. Kehadiran perempuan dalam melakukan berbagai perlawanan sebetulnya sudah dilakukan sejak masa lampau. Perempuan Aceh yang kita kenal tangguh yakni Laksanama Keumala Hayati, yang terlibat perang.

Khairun Nisak Rusli, dalam sejarah GAM memiliH bergabung menjadi kombatan pada umur 15 tahun. Usia yang sangat muda apabila dibandingkan dengan usia-usia 15 tahun kita hari ini.

Perempuan yang biasa dipanggil Nisah ini lahir pada tahun 1986 serta besar di Peudada, sebuah desa di Kabupaten Bireun. Ayahnya, Rusli seorang tokoh agama didaerahnya sebagai guru ngaji, sedangkan ibunya, Syariah juga tokoh ulama terpandang di daerahnya. Ayahnya di masa silam, terlibat langsung dalam perang Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Faktor tersebut yang memicu Nisah untuk mengambil keputusan atas ketidakadilan yang menimpa daerahnya, yakni Aceh dengan bergabung kepada GAM.

GAM: bukti ketidapuasan masyarakat pemerintah

Aceh dikenal sebagai serambi Mekkah. Berbeda dengan daerah lain, daerah ini memiliki keistimewaaan tersendiri dengan penerapan syari’at Islam sebagai aturan yang diberlakukan di Aceh. Kembali pada sejarah masa silam, pada tahun 1950 pemerintah Indonesia mengadopsi bentuk negara kesatua melalui undang-undang no 5 tahun 1950.

Kebijakan tersebut menimbulkan perlawanan bagi kelompok Aceh, serta para ulama untuk melakukan berbagai aksi. Mengapa perlawanan yang dilakukan semakin menjadi-jadi? Hal tersebut adalah bukti bahwa masyarakat mengalami ketidakpuasan terhadap pemerintah. Pada saat itu, pemerintahan rezim militer multidimensi.

Mengapa demikian? hal tersebut bisa dilihat dari kondisi ekonomi, sosial dan politik. Salah satunya dalam persoalan ekonomi, pendapatan rakyat Aceh dikendalikan penuh oleh pemerintah pusat. Jika ditotal pendapatan yang dihasilkan oleh Aceh, wilayah tersebut menyumbang sebesar Rp. 31.7 Triliun per tahun, sedangkan Aceh hanya menerima rata-rata sekitar 0.05% dari jumlah pendapatan tersebut.

BACA JUGA  Idulfitri: Rajut Silaturahmi dengan Sikap Toleran Antarumat Beragama

Apa yang terjadi pada Aceh tersebut menyebabkan masyarakat murka. Kesenjangan sosial yang terjadi pada waktu silam menyebabkan masyarakat merasa tidak percaya bahwa pemerintah benar-benar hadir untuk masyarakat, justru sebaliknya. Pemerintah memerasa, bahkan menipu rakyat Aceh dengan bukti demikian. Oleh karena itu, muncullah berbagai perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh.

Puncaknya yakni pada 4 Desember 1976 dideklarasikan sebuah gerakan oposisi terhadap pemerintah pusat oleh Hasan Tiro, salah seorang pengikut Daud Beureuh. Gerakan ini disebut Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Faktor adanya GAM tidak lain adalah bukti bahwa ketidakhadiran pemerintah dalam memberikan pelayanan masyarakat akan berdampak panjang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Sejauh ini, jika melihat berbagai gerakan kekinian seperti NKRI bersyari’ah, pendirian negara khilafah, para pengikutnya tidak lain karena kekecewaan dan ketidakpuasan kepada pemerintah dalam menangani berbagai persoalan yang ada.

Perempuan didaerah perang: sengsara dan mematikan

Dengan fakta demikian, bagaimana posisi perempuan yang berada di daerah konflik? Khairun Nisak dalam buku “Keluar dari Ekstremisme” menjelaskan bahwa posisinya sebagai perempuan yang memilih untuk terlibat langsung dalam peperangan, konflik wilayah begitu sengsara.

Lagi-lagi, ini tentang pengalaman keperempuanan yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Pengalaman Khairun Nisak ketika melahirkan di daerah perang, mengasuh anak, mengalami haidh bahkan mengalami kekecewaaan terhadap ayahnya yang menikah lagi. Lantaran ibunya sudah meninggal akibat sakit yang dialami, karena disebabkan dianiaya oleh para aparatur negara, sebab dicurigai sudah bersekongkol dengan Khairun Nisak yang sudah bergabung dengan GAM.

Pengalaman-pengalaman lainnya, tidak bisa didefinisikan secara utuh melalui tulisan sederhana ini untuk menggambarkan betapa sengsaranya seorang perempuan yang hidup di daerah konflik, apalagi ketika terlibat langsung dalam gerakan perlawanan.

Sebetulnya, tidak hanya di Aceh, sebagai bagian dari kisah masa lalu pahit. Di beberapa wilayah, penjuru dunia, seperti Afghanistan, para perempuan Palestina, bahkan perempuan-perempuan tangguh lainnya yang hidup di wilayah perang, patut kita apresiasi, serta perlu perhatikan secara detail, bagaimana kehidupannya, menghadapi pengalaman keperempuanan yang begitu menyengsarakan.

 

 

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru