Harakatuna.com. Jakarta. Radikalisme dan Terorisme seakan tidak pernah mati. Dunia kampus tak ubahnya menjadi sarangnya. Hal ini direspons oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggelar seminar kebangsaan bertema Radikalisasi dalam Kampus: Haruskah Dibiarkan? di Masjid Al-Jamiah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (15/8).
Mantan Ketua Jamaah Islamiyah Nasir Abbas menyampaikan bagaimana orang radikalis atau teroris merekrut pengikutnya. Setelah bincang-bincang dengan doktrinasinya, biasanya mereka akan melontarkan pilihan. Ia lalu mencontohkan dengan memberikan pertanyaan itu pada para peserta.
“Pilih Al-Quran atau Pancasila?” tanyanya.
Tentu ketika ditanya demikian, banyak yang akan menjawab Al-Quran. Pada dasarnya, hal ini merupakan salah satu penistaan terhadap Islam, menurutnya. Sebab, Al-Quran yang notabene firman Allah dibandingkan dengan Pancasila. Pertanyaan demikian yang semestinya dihindari.
Pria kelahiran Malaysia itu kembali memberikan pilihan, “Pilih Nabi Muhammad atau Jokowi?”
Jika kita menjawab Nabi Muhammad, maka ajakan untuk bergabung ke dalam kelompoknya semakin kuat. Hal tersebut juga, menurutnya, sebuah penistaan. Sebab Nabi Muhammad saw. yang maksum, dibandingkan dengan Jokowi.
Pada kesempatan tersebut, hadir pula Ketua Umum GEPENTA Brigjend. Pol. Parasian Simanungkalit.
(Syakirnf)