30.2 C
Jakarta

Jamaah Islamiyah Belum Mati, Masih Terus Ditangkapi

Artikel Trending

AkhbarNasionalJamaah Islamiyah Belum Mati, Masih Terus Ditangkapi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Jamaah Islamiyah masih terus beregenerasi hingga kini meski pemimpinnya acap kali ditangkap oleh aparat penegak hukum. Punya pedoman perjuangan dan struktur organisasi yang matang sehingga mampu terus eksis dari masa ke masa.
Meski tokoh sekaliber Imam Samudra, Ali Gufron, Hambali, Noordin M Top, Azahari dan Abu Bakar Ba’asyir sudah tidak aktif, Jamaah Islamiyah disebut tak akan mati.

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menganggap regenerasi di tubuh jaringan teroris itu sebagai ancaman. Mereka akan sulit untuk dibendung jika dibiarkan terus menyebarkan ajarannya.

“Kalau kami ini diam, Densus 88 ini diam. Mereka ini ada kemungkinan besar lama-lama akan mendominasi populasi. Sama seperti dengan Taliban di Afghanistan,” kata Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.

Operasi penangkapan terduga teroris sebagai bentuk Preemptive Strike marak dilakukan tahun ini.Lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Mayoritas terduga teroris yang ditangkap berasal dari jaringan Jamaah Islamiyah. Densus 88 mencatat ada 899 anggota Jamaah Islamiyah dari 2.914 terduga teroris yang dilakukan penegakan hukum sejak awal tahun 2000-an hingga saat ini.

Padahal dalam 10 tahun terakhir, selama ini mereka cenderung seperti sel tidur yang tak terlihat gerak-geriknya dan tak melakukan aksi teror di Tanah Air.

Densus masif melakukan penangkapan, terutama terhadap anggota Jamaah Islamiyah didasarkan pada bukti permulaan yang cukup menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Merujuk UU itu, mereka yang terafiliasi, menggalang pendanaan ataupun merencanakan teror, bisa ditangkap.

“Pada dasarnya, tujuan akhir dari perjuangan mereka adalah membentuk Daulah Islamiyah atau yang kita sebut Khilafah. Jadi apapun rangkaian kegiatan-kegiatan kecil, ya kami ibaratkan seperti sebuah mesin. Sistem yang mereka kerjakan akan menuju kepada pencapaian cita-cita mereka,” ucap Aswin.

Aswin mengatakan, Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 memungkinkan bahwa aparat penegak hukum untuk menggagalkan sejumlah rencana atau persiapan aksi teror yang dilakukan oleh masing-masing jaringan.

Sejumlah persiapan teror, kata dia, dapat berupa rapat-rapat jaringan, latihan militer, perekrutan yang berujung baiat atau sumpah setia kepada sebuah jaringan, hingga pendanaan aksi terorisme.

“Tangkapan terakhir itu hampir setengahnya kalangan milenial. Artinya, proses regenerasi dan rekrutmen mereka ini jalan,” katanya.

Aswin menggambarkan, roda pergerakan organisasi tak akan pudar meski pimpinannya ditangkap. Sistem di dalam JI membuat mereka dapat menunjuk pimpinan baru pasca penangkapan pimpinan yang lama.

BACA JUGA  PBNU Minta Masyarakat Tetap Waspada Radikalisme Berwajah Stand Up Comedy

Akademisi prodi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI), Amanah Nuris menganggap Jamaah Islamiyah masa lalu, kini dan yang akan mendatang tak akan berubah. Jaringan ini akan tetap memegang ideologi khilafah yang kuat.

Di Indonesia, menurut dia ideologis yang berkembang di kalangan jihadis Jamaah Islamiyah tak terlepas dari kondisi sosial, ekonomi dan budaya rakyatnya.

“Kita lihat lagi bagaimana birokrasi negara ini, oligarki, korupsi dan lain-lain, diskriminasi yang para penguasa saling benturan satu sama lain, ego sektoral satu sama lain dan sebagainya,” ucap Akademisi prodi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI), Amanah Nuris dalam sebuah webinar.

Neo Jamaah Islamiyah
Di masa kepemimpinan Para Wijayanto, Jamaah Islamiyah berbenah. Begitu banyak kader yang ditangkap aparat membuat Para Wijayanto selaku amir atau pimpinan tertinggi merasa perlu ada perubahan langkah.

Para Wijayanto pernah mengatakan hampir 400 anggota Jamaah Islamiyah ditangkapi usai Bom Bali 1 pada 2002 silam. Dia lantas mengusung konsep baru agar bisa bertahan.

Mulanya, pengurus Jamaah Islamiyah berpegangan kepada Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI). Memuat tentang keimanan, persiapan menegakan daulah, jihad, penegakan khilafah serta tata organisasi Jamaah Islamiyah.

Namun, karena begitu banyak anggota Jamaah Islamiyah ditangkapi, Para Wijayanto ingin pedoman itu. Dia menerapkan konsep Tastos atau total amniah sistem dan total solution.

Inti utama konsep baru tersebut berisi tentang langkah-langkah menjaga keamanan supaya tidak tertangkap atau untuk mempertahankan diri.
Meski demikian, Para Wijayanto tetap mengirim orang-orang ke wilayah konflik di Timur Tengah. Mereka ditempa ilmu militer dan belajar bagaimana meracik bom.

Neo Jamaah Islamiyah juga benar-benar mengandalkan dakwah, bukan kekerasan. Berdasarkan laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) 2017, Para Wijayanto sempat mengeluarkan maklumat berjudul Demonstrasi Damai dan Gerakan Jihad, Mungkinkah Bersanding?

Maklumat itu membuat simpatisan JI ikut membanjiri aksi demonstrasi menuntut Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diproses hukum terkait kasus penistaan agama.

Terlepas dari ada tidaknya aksi teror, Densus 88 tetap menangkapi anggota JI. Itu dilakukan karena UU No. 5 tahun 2018 mengatur beberapa unsur tindak pidana terorisme. Mereka yang terafiliasi, menggalang pendanaan ataupun merencanakan teror, bisa ditangkap.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru