26.5 C
Jakarta

Isra Miraj dan Nilai Pendidikan Karakter yang Kaffah

Artikel Trending

KhazanahTelaahIsra Miraj dan Nilai Pendidikan Karakter yang Kaffah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Perayaan Isra Miraj selalu diperingati pada 27 rajab. Tahun ini, dirayakan tepat pada 18 Februari 2023. Momentum ini adalah satu hal yang diperingati oleh masyarakat muslim dengan melihat peristiwa luar biasa, yang dialami oleh Rasulullah. Isra Miraj biasanya juga disebut dengan Al-Isra wal Mi’raj merupakan peristiwa yang melekat dalam kerisalahan Nabi Akhiruzzaman, Rasulullah Saw.

Dalam perjalanan panjang kehidupan Rasulullah berdakwah menyebarkan Islam, setidaknya kita mengetahui ada sosok Sayyidah Khadijah (istri) dan pamannya, Abu Thalib. Pada waktu yang berdekatan, Rasulullah ditinggalkan oleh dua sosok yang menjadi support system dalam perjalanan dakwahnya. Duka ditinggalkan oleh orang terdekat yang selama ini selalu ada dalam perjuangan, sangat terasa. Peristiwa Isra Miraj terjadi ketika Rasulullah Saw masih dalam duka tersebut. beberapa pendapat menyebut bahwa, peristiwa ini adalah cara Allah menghibur Rasulullah Saw yang sedang berduka.

Jika dimaknai secara leterlek, Isra Miraj terdiri dari dua kata yakni Isra’ dan Mi’raj. Isra’ berarti berangkatnya Rasulullah Saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Sedangkan Mi’raj adalah berangkatnya Rasulullah Saw dari Masjidil Aqsha ke langit tujuh lapis ke Sidaratul Muntaha dan akhirnya ke mustawa.

Rasulullah menerima risalah sholat yang harus dilakukan oleh umat muslim. Ketetapan sholat 5 waktu, yang semula 50, tidak hanya dimaknai sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh kita sebagai umat Islam. Terdapat makna sosial yang terjadi dalam peristiwa Isra Miraj yang kita ketahui sebagai perjalanan istimewa Rasulullah Saw.

Dalam memaknai peristiwa Isra Miraj, Kuntowijoyo memberikan penjelasan berbeda dalam tulisannya, yakni:

Muhammad Iqbal, secara khusus membicarakan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Seandainya Nabi itu seorang mistikus atau sufi, maka tentu saja beliau tidak ingin kembali ke bumi, karena telah merasa tentram bertemu dengan Tuhan dan berada di sisi-Nya. Namun, Nabi memilih kembali ke bumi untuk menggerakkan perubahan sosial, untuk mengubah jalannya sejarah. Pengalaman keagamaan yang luar biasa itu tidak mampu menggoda Nabi untuk berhenti. Akan tetapi, ia menjadikannya sebagai kekuatan psikologis untuk mengubah kemanusiaan. Sunnah Nabi berbeda dengan jalan seorang mistikus yang puas dengan pencapaiannya sendiri (Kuntowijoyo, 1993).

Berkenaan dengan ini, ungkapan Kuntowijoyo yang mengutip pernyataan Muhammad Iqbal perlu dipahami secara mendalam bahwa Rasulullah Saw mengedepan dimensi sosial, relasi sosial yang sangat mendalam. Amanah untuk menyampaikan dan memberikan pengarahan kepada umatnya, adalah sesuatu yang bersifat sosial. Artinya, dalam konteks yang lebih luas, peristiwa Isra Miraj ini tidak hanya dikaitkan dengan peristiwa horizontal yang hanya sebuah perintah sholat ataupun mempererat hubungan dengan Allah Swt. Dimensi vertikal dan horizontal harus seimbang untuk menjalani kehidupan.

BACA JUGA  Anti Golput: Perlawanan Terhadap Pemerkosa Demokrasi

Memaknai Peristiwa Isra Miraj dalam Kehidupan Diri

Ketika membaca nilai-nilai yang terdapat peristia Isra Miraj, penting untuk melihat bagaimana melihat pendidikan karakter yang harus dimiliki oleh seseorang. Pendidikan karakter, seperti yang kita ketahui disarikan dari nilai agama dan Pancasila. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan karakter ini adalah sebuah dasar yang harus dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan.

Nilai-nilai pendidikan karakter, terdapat beberapa hal di antaranya: kejujuran, sikap toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, kemandirian, sikap demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, sikap bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli terhadap lingkungan, peduli sosial, rasa tanggung jawab, religius.

Mencermati nilai-nilai yang harus dimiliki dalam pendidikan karakter tersebut, jika dikaitkan dengan makna Isra Miraj, bisa dibagi dalam dua hal: Pertama, dalam dimensi spiritualitas terdapat nilai: religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, cinta damai, gemar membaca, tanggung jawab. Kedua, dimensi sosial terdapat nilai: toleransi, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial.

Dari penjelasan di atas, Isra Miraj bisa menjadi refleksi dari pendidikan yang harus kita anut. Dimensi spiritual dan sosial adalah sebuah landasan utama bagi seseorang dalam menjalani kehidupan, utamanya dalam konteks kebangsaan.  Dalam konteks sosial, cinta tanah air dan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, adalah nilai pendidikan karakter yang harus menjadi pedoman kehidupan. Kalau kita tarik lebih jauh, nilai ini termasuk dalam dimensi sosial yang bisa kita pelajari dari peristiwa Isra Miraj.

Peristiwa momentum yang dilakukan oleh Rasulullah Saw jangan hanya dipahami secara kasat mata dari peristiwa tersebut. Nilai-nilai baik untuk menciptakan kesejahteraan, menjunjung kemanusiaan harus kita gali. Upaya ini akan membuat kita berpikir kritis, untuk tidak langsung menerima segala narasi pembelokan nilai sejarah, yang mengajak untuk mendirikan negara khilafah melalui peristiwa Isra Miraj. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru