29 C
Jakarta

Islam Radikal dan Pengamalan Pancasila

Artikel Trending

EditorialIslam Radikal dan Pengamalan Pancasila
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bahaya laten radikalisme agama kini tidak pernah hilang dari perhatian pemerintah dan masyarakat. Bahkan tidak hanya dari wilayah itu saja, tetapi radikalisme yang berkedok agama kian menjadi sorotan berbagai media baik itu nasional maupun internasional. Paham radikal semakin berkembang di tengah kemajuan teknologi dan era digital.

Efek paham radikal yang terpasarkan melalui media (radicalism effect) sungguh merupakan bahaya terhadap cara dan praktek keberagamaan kita, khususnya umat Islam. Term radikalisme dan ekstremisme memiliki kesamaan dalam kelompok yang kerapkali terispirasi jihad alias kelompok jihadis, dan perilaku kekerasan kelompok radikal itu tidak lepas dari perilaku kekerasan.

Fenomena kekerasan masif terjadi di berbagai daerah dan negara, terutama Indonesia, motif kekerasan yang berkedok agama disebabkan sikap intoleransi yang dapat memicu lahirnya aksi anarkis hingga peledakan bom dan bom bunuh diri sekalipun. Cikal bakal kelompok radikalis-esktremis memang bertumpu pada kekerasan sebagai legitimasi kebenaran dalam beragama.

Apalagi di tengah kehidupan yang majemuk negara memiliki ideologi Pancasila dan merupakan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan kelompok-kelompok radikal-ekstrem memiliki ideologi tersendiri, yaitu khilafah Islamiyah. Di mana-mana konsep ini dianggap ideologi paling benar meskipun bagi mereka menegakkan dengan jalan kekerasan.

Motivasi dan mimpi kelompok pejuang khilafah yang berkeinginan mendirikan negara Islam telah merajalela, awal mula dari Timur Tengah bergeser ke Asia hingga ke Indonesia. Tidak jarang aksi terorisme dominan terjadi di Thailand, Filpina, Indonesia, dan negara-negara tetangga lainnya, banyak masyarakat yang kerapkali menjadi korban tindakan terorisme.

Dilansir dari bbc.com.Indonesia salah satu pelaku yang sadar Ahmad Hasan, mengatakan “Mereka punya pemahaman mengkafirkan. Jangankan aparat, saya juga, sama pak Subur. Saya dikafirkan dan hukumnya menurut syariat Islam, darahnya halal. Berarti saya berhak dibunuh sama mereka.” Dari hukum takfiri tersebut memperlihatkan sikap dan praktek keberagamaannya yang jauh dari substansi Pancasila.

Ormas Islam Radikal

Jihad adalah memperjuangkan dan menegakkan sesuatu sesuai pada situasi dan kondisinya. Ormas Islam yang terpapar radikalisme dan ekstremisme memang memiliki jihad menegakkan khilafah sebagai landasan mereka dalam bernegara. Dalam perspektif kaum radikalis, agama dan negara ibarat ruh dan manusia. Sebaliknya manusia tanpa ruh tidak akan pernah bisa hidup.

Dalam konteks itu, bagi kelompok Islam radikal, NKRI tanpa khilafah adalah thaghut, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tidak lagi relevan. Apalah arti ormas Islam radikal hidup dalam negara Pancasila jika memiliki sikap kontradiktif terhadap persoalan ideologis. Di mana ideologi ini adalah produk yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa dan ulama melalui mekanisme ijtihadi.

Diakui atau tidak, setiap kelompok pendukung khilafah terpapar paham radikal alias radikalisme. Term radikalisme memiliki maksu dan tujuan tertentu untuk merubah tatanan pemerintahan yang absah, kelompok-kelompok yang tergolong tersebut sungguh membuktikan adanya pembenturan agama dan negara hanya disebabkan pemahaman yang berbeda tentang Pancasila.

BACA JUGA  Kelompok Rentan Harus Jadi Prioritas Utama dalam Pencegahan Terorisme

Sebagian ormas atau kelompok Islam dilansir dari BeritaSatu (30/01/20) menyajikan berita survei The Wahid Fondation terkait daftar ormas radikal. Pertama, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Kedua, Jamaah Islamiyah al-Qaeda. Ketiga, HTI. Keempat, FPI. Kelima, DI/NII. Keenam, JAD. Ketujuh, Laskar Jihad. Semua ini berbahaya jika ada radikalisasi dan ekstremisasi melalui agama dan negara.

Paling tidak, munculnya ormas yang terpapar radikal tersebut karena ada beberapa persoalan. Pertama, penolakan terhadap praktek atau pengamalan ideologi Pancasila. Kedua, berkeinginan menegakkan khilafah Islamiyah dengan mengorbankan nyawa. Ketiga, menyerukan jihad dan perang dengan mengangkat senjata melawan orang kafir. Ketiga, membalas dendam terhadap pihak yang menyerang Islam.

Parameter yang membuat ormas Islam menjadi radikal dan terispirasi perang, karena krisis praktek keberagamaan yang tidak disertai dengan wawasan yang luas. Kesempitan dalam cara berpikir mereka mudah terpengaruh oleh paham radikal yang tidak memiliki rasionalitas dalam bernegara. Sehingga, Pancasila yang menjadi sumber kita bernegara dipandang tidak relevan lagi.

Momentum Pengamalan Pencasila

Dalam perspektif sejarah Indonesia, Islam radikal dapat digambarkan dengan langkah dan gerakan yang membenturkan agama dan negara. Pemahaman yang bersifat radikal ini bukan hanya bahaya terorisme yang akan terjadi. Akan tetapi, mengancam masyarakat Indonesia yang menjiwai kehidupan beragama dan bernegara sesuai landasan Pancasila.

Kekerasan demi kekerasan yang diaktori kaum radikalis, tentu harus diyakini bahwa mereka menghilangkan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam praktek keberagamaannya. Oleh karena itu, jika sentimen agama terbawa oleh aksi kekerasan atau terorisme tentu bertentangan dengan misi kebaikan dan kebenaran semua agama, khususnya agama Islam.

Perlu kita pahami, sangat wajar jika kepala BPIP Prof Yudian Wahyudi, mengatakan “Agama adalah musuh besar Pancasila”. Penegasan ini memberikan maksud dan tujuan yang jelas bahwa praktek keberagamaan sebagian ormas Islam radikal tidak mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Agama semata-mata menjadi alat pada momentum politik tertentu.

Bagaimana akhir dari persoalan Islam radikal di Indonesia? Jalan satu-satunya, pemerintah dalam hal ini negara melalui lembaga-lembaga terkait perlu mensosialisasikan terkait urgensi pengamalan nilai-nilai Pancasila. Sosialisasi revolusi Pancasila setidaknya membuat ormas Islam radikal dan masyarakat Indonesia mampu mengamalkan nilai-nilai tersebut.

Sosialisasi ini dapat diyakini bahwa radikalisme dimungkinkan harus sirna dari bumi Indonesia. Langkah pemerintah menolak 600 WNI eks ISIS itu salah satu pertimbangannya adalah Islam radikal yang berasal dari ormas yang hanya memahami apa itu khilafah. Namun, tidak memahami apa itu Pancasila. Untuk itu, Pancasila yes khilafah no merupakan jalan pintas yang harus dilakukan guna mencegah potensi radikalisme agama.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru