27.2 C
Jakarta
Array

Internal Audit Syariah pada Bank Islam

Artikel Trending

Internal Audit Syariah pada Bank Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menurut data statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK) Keuangan (2019) pada Juli 2019. Di Indonesia terdapat 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 165 BPRS dengan total aset BUS dan UUS sebesar Rp. 481.174 Miliar. Perkembangan ini karena didasari dengan usaha dalam melakukan kinerja yang baik. Dalam perbankan syariah, salah satu upaya menjaga kestabilitasan kinerja pada bank adalah dengan dilakukannya audit syariah oleh auditor syariah. Audit syariah yang efektif memerlukan auditor internal yang kompeten (Abd Rahman, Mastuki, Kasim, & Rahimi Osman, 2018). Kurangnya auditor internal yang berkualitas dan kompeten untuk melakukan audit syariah yang efektif dapat menjadi alasan menurunnya kinerja pada bank tersebut. Maka dari itu telah menjadi salah satu tantangan untuk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) untuk mempekerjakan auditor internal yang memiliki sikap profesional dengan pengetahuan yang luas, keterampilan yang baik dan pengalaman di bidang akuntansi, audit dan hal-hal terkait dengan syariah.

Menurut Iswati (2007) audit internal adalah auditor yang bekerja di suatu entitas/perusahaan (institusi yang bersangkutan) yang bertugas untuk menetapkan dan menilai prosedur-prosedur keuangan dan operasional, menelaah catatan-catatan atas laporan keuangan, menilai sistem pengendalian internal, mendokumentasikan hasil temuannya, memberikan usul dan melaporkan hasil kerjanya kepada pemimpin. Dan untuk internal audit syariah di perbankan syariah, maka diperlukan juga kompetensi mengenai fiqh muamalah dan ushul fiqh guna tercapainya kepatuhan syariah ( Syariah Compliance). Namun dalam perbankan syariah di Indonesia istilah audit internal ialah dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah, yang memiliki terminologi bermakna sejajar dengan audit internal dalam bisnis konvensional (Iswati, 2007). Di beberapa negara bisnis yang berbasis syariah memberikan istilah dewan pengawas syariah dengan berbagai nama, antara lain: shari’a supervisory board (SSB), Shari’a committee (SC), shari’a coincil.

Perbankan dan Audit Syariah di Malaysia

Di Malaysia, Pemerintah Malaysia melalui Bank Sentral Malaysia (CBM) telah memperkenalkan Shariah Governance Finance (SGF) atau Syariah Tata Framework pada 2011 untuk memperkuat struktur tata kelola syariah, proses dan pengaturan (Malaysia, 2010). Pengenalan SGF telah membawa dimensi baru ke fungsi audit syariah di mana pemeriksaan syariah dilakukan sebagai garis pertahanan ketiga dalam mengurangi risiko syariah ketidakpatuhan dari Lembaga Keuangan Islam (IFI). Oleh karena itu auditor harus memiliki kompetensi dan kewajiban untuk menjaga pengetahuan profesional dan keterampilan seperti yang diharapkan oleh pihak yang berkepentingan.

Namun, dalam prakteknya, audit syariah saat  ini yang  dilakukan oleh auditor  internal  dari perbankan syari’ah  berdasarkan  Kerangka Tata Kelola Syariah. Menunjukkan  bahwa mayoritas  auditor syariah  di bank Islam   kurang  berpengalaman dan  tidak memiliki kualifikasi profesional atau akademis yang baik di  Perbankan Islam.  Sampai saat ini, kurangnya pengetahuan   baik syari’ah  dan  akuntansi, telah mengurangi kebutuhan penting auditor syari’ah .  Mereka yang memiliki pengetahuan akuntansi cenderung tidak memiliki pengetahuan syari’at dan sebaliknya. Seperti yang kita ketahui bahwa auditor syariah  harus memiliki pengetahuan yang baik dalam akuntansi dan juga dalam syari’at untuk dapat memahami dan mengaudit perbankan Islam.

Integritas auditor syariah perlu dianggap  cukup mandiri oleh para stakeholder keuangan  Islam. Ini adalah praktek umum untuk auditor  syari’at  dan sangat bergantung pada atau mengikuti saran dari penasihat syari’at tersebut.  Dalam hal ini independensi auditor syari’ah sangat diutamakan. Audit syariah dapat dilakukan oleh auditor  internal atau auditor eksternal yang mana  mereka harus memiliki cukup pengetahuan dan pelatihan syari’at  yang terkait. Auditor  syari’ah seharusnya lebih bertanggung jawab karena mereka harus bertanggung jawab untuk  stakeholder, termasuk  para pemegang saham, masyarakat dan umat. Selanjutnya, mereka bertanggung jawab kepada Allah  Swt untuk setiap tindakan. Oleh karena itu, dalam  hal ini akuntabilitas auditor syari’ah sangat di utamakan. Jadi, dalam hal ini auditor syari’ah sangat diperlukan bagi Perbankan Islam agar kinerja auditor dalam  mengaudit lembaga keuangan Islam bisa lebih efektif dan efesien.

Dengan memiliki auditor internal syariah yang efektif di perbankan syaiah, akan dapat meningkatkan kinerja dan juga mampu untuk melaksanakan prinsip-prinsip konvensional juga ditambah dengan audit berbasis syariah serta perbankan mampu memastikan bahwa perusahaan telah melakukan kepatuhan syariah.

*Dino Ari Sujarwo, Mahasiswa STEI SEBI, Jakarta

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru