27.3 C
Jakarta

Rumah Tahfiz Dibina Eks Napiter: Jadi Penyumbang Radikalisme di Indonesia?

Artikel Trending

Milenial IslamRumah Tahfiz Dibina Eks Napiter: Jadi Penyumbang Radikalisme di Indonesia?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pendidikan keagamaan seperti rumah tahfiz Al-Qur’an dan perguruan tinggi disebut-sebut menjadi penyumbang tingginya gelombang radikalisme di Indonesia. Pernyataan ini muncul sebab terjadinya “pembasahan” bagi kurikulum dan pembiaran aturan oleh pemerintah Indonesia.

Jalan Liku Rumah Tahfiz

Ditemukan, bahwa banyak sekolah dan rumah tahfiz Al-Qur’an menggumpal ajaran-ajaran ekstrem. Rumah-rumah tahfiz ini diketahui pendirinya dan pembinanya adalah mantan eks napi teroris. Misalnya rumah tahfiz Plus (RTP) Baiturrahman yang berdiri di Mekarmukti, Cihampelas, Bandung Barat.

Rumah tahfiz Al-Qur’an ini memanfaatkan berbagai filantropi keagamaan, seperti kotak amal di warung-warung makan, di tempat potong rambut, dan masjid. Termasuk juga menyebarkan berbagai proposal dan pamflet di media sosial untuk mendapatkan penggalangan dana dan donatur.

Di rumah tahfiz Al-Qur’an ini biasanya santri-santri memiliki aturan pakaian yang ketat. Mereka kebanyakan memakai cadar untuk perempuan. Sementara untuk laki-laki, mereka memakai celana cingkrang dan janggut yang bergantung di dagunya. Ini adalah ciri khas dari santri dan guru di rumah tahfiz Al-Qur’an.

Pendidikan seperti ini eksis di masyarakat. Bahkan sempat menggeser pendidikan konvensional seperti pesantren dan lainnya. Mereka mencari celah kelemahan-kelemahan pesantren dan kemudian dijadikan sebagai peluang untuk proyeksi tawaran terhadap umat Islam.

Program Semu

Dengan memberikan semacam program-program yang seakan-akan menghasilkan insan yang cemerlang, memakai qiraah-qiraah yang terdengar baru dan lainnya, menjadi pintu masuk merangsang umat Islam untuk memasukkan anaknya ke rumah tahfiz Al-Qur’an tersebut.

Kemudian setelah masuk, tibalah anak itu menjadi kepanjangan dari program-program ekstrem rumah tahfiz ini. Hasilnya adalah, mereka menjadi pengedar ajaran ekstrem, kalau tidak menjadi pelaku ekstremisme di tengah-tengah masyarakat yang tentram ini. Ini mungkin berbahaya kalau tidak cepat diatasi oleh pemangku kepentingan.

Sejauh ini, para penggagas rumat tahfiz ini biasa berteriak kencang atas nama pendidikan. Bahwa pendidikan di Indonesia hanya menjadi ladang bagi kapitalis dan nantinya juga menjadi tumbal-tumbal bagi para kapitalis. Menurut mereka, pendidikan tinggi diposisikan sebagai bisnis yang bertujuan untuk meraih keuntungan, bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan.

BACA JUGA  Menakar Jebakan Isu Pemilu Curang dari Kelompok Ekstrem-Radikal

Saling Tembak

Kata mereka, ini terjadi di mana-mana. Bukan hanya terjadi di pendidikan yang dikelola swasta, melainkan juga di pendidikan negeri. Sebagai sebuah contoh, pada pendidikan seperti kedokteran, dengan biaya yang harus dikeluarkan sangat besar.

Dengan dinamika seperti ini, di mana pendidikan adalah komoditas yang bisa dibisniskan sebagaimana komoditas ekonomi lainnya, maka kelompok seperti HTI memberi solusi, yaitu sistem Islam (Khilafah) yang memosisikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar manusia.

Secara yakin dan mantap, kelompok ini menawarkan pendidikan gratis, seperti tertuang dalam Muqaddimah Dustur pasal 173 (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani). Bunyinya sebagai berikut:

“Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan, yakni pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma.”

Tawaran Menjebak

Jadi, mereka memberikan tawaran-tawaran bahwa mereka akan menyediakan gedung kampus berikut perpustakaan, laboratorium, aula, klinik, serta sarana dan prasarana pendidikan lainnya. Katanya mereka akan merekrut dan menggaji dosen dan tenaga administrasi. Termasuk pula Khilafah akan membiayai itu dari baitulmal, yaitu dengan mengoptimalkan pos-pos pemasukannya, terutama dari pengelolaan sumber daya alam. Ini katanya adalah jaminan pendidikan versi dalam Khilafah.

Tapi apakah itu betul-betul nyata? Sangat jauh. Itu hanyalah tawaran semu. Buktinya, rumah-rumah tahfiz, lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola, nyatanya biayanya sangat mahal. Jadi semua tawaran di atas hanyalah iming-iming belaka, sekadar untuk menyirami hati umat Islam untuk masuk pada perangkat dan kemudian mewujudkan kembali negara Khilafah.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru