27.3 C
Jakarta

Menggeluti Literasi; Optimalisasi Potensi Diri atau Ingin Benefit?

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMenggeluti Literasi; Optimalisasi Potensi Diri atau Ingin Benefit?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sudah menjadi sunatullah bahwa setiap manusia mempunyai kapasitas kemampuan yang berbeda-beda. Hal ini terlihat jelas di realitas ruang keseharian kita. Ada yang pandai olah verbal (kemampuan berbicara). Sebaliknya, ada pula yang unggul secara nonverbal (kemampuan selain berbicara). Sang Pencipta telah menganugerahkan pemberian bekal potensi itu secara merata tanpa ada yang terlewat.

Persoalannya kini, bagaimana mengoptimalkan potensi yang dimiliki dalam diri itu? Apakah ia bisa terbentuk secara instan? Ataukah justru proses meraihnya tergolong sulit dan rumit dilakukan? Senyatanya tidak. Tiap-tiap pribadi agaknya dimudahkan dalam mengembangkan potensi diri. Hal ini disebabkan, diri pribadi sejatinya telah paham dan menyadari akan kapasitas kemampuan yang dimiliki cenderung ke arah mana. Apakah dominan ke verbal atau nonverbal.

Saya, misalnya, secara penuh menyadari tidak pandai perihal verbalisme: public speaking, beretorika, dan semacamnya. Berangkat dari situ, konsekuensi logisnya, kemapanan kemampuan yang saya miliki kemungkinan besar lebih condong ke arah nonverbal. Karena itu, ‘jalan ninja’ saya beralih memaksimalkan kemampuan nonverbal, kemampuan yang tidak bersinggungan dengan tutur kata. Dalam hal ini, memilih geliat literasi (tulis–menulis).

Namun demikian, tidak sedikit anggapan ihwal menulis adalah aktivitas menyulitkan. Hanya untuk orang-orang berbakat. Mereka menilai itu karena kerap mendapat kebuntuan pada saat merangkai, mengasosiasi kata membentuk frasa. Juga kesusahan tatkala mengembangkan ide dan menentukan objek dalam tulisannya. Berbeda jika memandang para penulis, ibarat gampang karena bisa terus produktif menghasilkan karya demi karya.

Menulis adalah sebuah seni yang pengerjaannya sulit dan mengharuskan bertalenta tinggi, menurut kalangan penulis pandangan dan pemikiran demikian tidaklah benar. Pada dasarnya, penulis bukanlah entitas yang serta–merta berbakat menjadi penyair, cerpenis, jurnalis, esais, ataupun kolumnis. Penulis adalah seorang yang bertolak dari kemauan tinggi, rasa semangat yang berkobar, rasa ingin tahu, dan kemauan untuk terus belajar. Tak lupa juga, dibarengi aksi berupa latihan secara konsisten.

Saya juga tidak adanya bakat menulis dalam diri pribadi. Saya selama ini hanya mencoba menanamkan kuat bahwa di setiap pribadi pasti memiliki sebuah kelebihan kemampuan diri. Kata kuncinya terletak pada kemauan mengikhtiarkan dan mengeksplor. Mencari, mengenali celah-celah yang berpotensi masih bisa mendominasi. Lalu perjuangkan sekeras mungkin bidang yang ditandai itu.

Dalam konteks ini, menulis ialah jalan alternatif yang membantu menunjukkan ciri khas keunggulan diri. Identitas ini akan melekat, dan jadi batu loncatan untuk orang-orang mengenalinya sebagai pribadi literat. Tepat dikatakan, menulis bukanlah laku sia-sia. Menulis membawa citra baik bagi subjek pegiatnya.

Setelah ditelisik lebih dalam, pegiat literasi ini rupanya tidak hanya menyandang labeling positif, akan tetapi juga mengantongi kebahagiaan berlapis. Yaitu, rasa yang menyenagkan sekaligus menguntungkan. Berikut ini manfaat yang dapat diperoleh dari hasil mengaktualisasikan keterampilan tulis–menulis.

Didapuk Pencatat Sejarah

Pengetahuan suatu sejarah—tokoh, pemikiran/teori, asal usul tempat, dan peristiwa lain—bisa diketahui khalayak luas berkat adanya manuskrip yang menjelaskannya. Adapun orang yang berperan akan hal itu adalah seorang penulis. Karenanya, penulis disebut sebagai pencatat sejarah karena ia telah mendokumentasikan semua peristiwa yang didengar, dilihat, dan diketahuinya. Seandainya tidak ada yang ditulis penulis, setiap generasi kehilangan informasi dan tidak mengetahui hal penting di suatu masa.

BACA JUGA  Membangkitkan Api Kreativitas Literasi, Ini Tipsya

Menambah Pengetahuan, Memperkukuh Ingatan

Sebelum menulis, penulis mencari referensi materi lain sebagai pendukung argumen tulisannya. Setelah terkumpul, materi pendukung ini dikait-hubungkan dan dirangkai dengan modal pengetahuan yang dimiliki hingga terbentuklah menjadi sebuah karya tulis. Sehingga jelas, menulis mengandung dua makna yang beriringan: menambah pengetahuan karena dari mencari referensi materi, dan memperkukuh ingatan karena dari proses mengingat-ingat pengetahuan yang dimiliki sewaktu merangkai tulisan.

Menoreh Prestasi

Banyak yang membuktikan, keterampilan menulis dapat menorehkan prestasi bagi pegiatnya. Bagi kalangan dosen/guru misalnya, reward berupa kenaikan jabatan dari instansinya. Bagi mahasiswa (peserta didik), berkat menulis ada yang menerima beasiswa pendidikan, mendapat ragam penghargaan, nilai-nilai pembelajaran kumulatif A, dan bahkan, tak jarang mengantarkan berpredikat wisudawan terbaik. Itulah manfaat literasi (menulis), penoreh prestasi.

Menyehatkan Jiwa

Penelitian mutakhir banyak yang menunjukkan bahwa menulis bermanfaat menyehatkan jiwa. Hal ini mendorong psikolog merambah metode menulis sebagai terapi untuk membantu seseorang yang mengalami traumatis atau stress. Tentu bukan dalam konteks menulis laiknya menulis karya tulis ilmiah, melainkan menulis apa yang dirasakan secara jujur dan terbuka (expressive writing).

Melansir dari sehatq.com, penelitian Burton dan King menunjukkan bahwa menulis tentang hal-hal positif yang terjadi dalam hidup selama 20 menit tiap harinya dalam masa tiga hari berturut-turut dapat meningkatkan suasana hati yang positif. Menuliskan rasa syukur atas segala hal yang terjadi, baik itu pengalaman pahit ataupun manis, yang kini marak dikenal sebagai gratitude journal (jurnal rasa syukur), bisa berpengaruh terhadap peningkatan suasana hati.

Menunda Pikun

Disisi lain, aktivitas menulis juga berimplikasi besar bagi keberlangsungan hidup. Dengan menulis, yang menjadikan otak selalu terasah dan bekerja, ia dapat menunda kepikunan. Menurut sebuah studi yang dimuat dalam jurnal Neurology, American Academy Neurology menyebutkan bahwa kegiatan menulis yang melibatkan peran otak dapat membantu seseorang terhindar dari gangguan memori.

Menghasilkan Uang

Di masa sekarang karya tulis seorang penulis tak sekadar dikenal dan dikenang. Karya-karyanya kini diberi honor selaras aspek kualitas yang dihasilkan. Bila diterbitkan menjadi sebuah buku, ia mendapat royalti dari para penerbit. Juga ketika publish di media massa berhonor, media yang mengapresiasi karya tulis dengan honor. Penulis itu juga meraup pundi-pundi uang dari artikel yang ditulisnya.

Demikianlah uraian tentang manfaat yang diperoleh dari keterampilan tulis–menulis. Jadi, bagi Anda yang memiliki garis hidup sama seperti saya, yakni tidak memiliki kefasihan verbal dan kemampuan lainnya. Tak perlu bingung. Memilih segmentasi tulis–menulis adalah langkah solutif yang tepat. Hal ini juga senada pesan Habib Ja’far al-Hadar dalam suatu seminar, bila tidak bisa khitabi (berbicara), maka perjuangkanlah melalui peruntukan jalan kutubi (tulis–menulis). Siapa tahu, boleh jadi, kemampuannya lebih berkompeten dibidang itu.

Muhammad Muzadi Rizki
Muhammad Muzadi Rizki
Senang berliterasi, membahas persoalan moderasi, keberagaman, dan kebangsaan.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru