28.2 C
Jakarta

Melawan Radikalisme dengan Wacana dan Gerakan Islam Moderat

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMelawan Radikalisme dengan Wacana dan Gerakan Islam Moderat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Radikalisme dalam beragama tidak dapat dibenarkan. Ia mempunyai dampak yang amat buruk bagi negara dan agama; menghancurkan gerakan Islam moderat. Ia juga dapat mencuci otak siapapun dan kapanpun. Radikalisme sebenarnya tidak pandang agama. Cuma saja di Indonesia ada stereotip bahwa radikalisme sering kali terjadi di tubuh Islam.

Padahal itu tak benar sama sekali. Pada permulaan ini, penulis akan sedikit menguraikan bila radikalisme bukan bagian dari ajaran agama Islam. Radikalisme merupakan pemahaman akan ajaran Islam yang berlebihan atau melampaui batas. Ia terjadi karena pemahaman terhadap ajaran Islam yang keras dan saklek.

Sudah barang tentu para penganut paham radikal tidak akan tahu kaidah ini, al muhafazhatu ‘ala qadim al-shalih wal akhdu bi al-jadid al-ashlah yang berarti memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik. Kita tidak boleh apatis dengan kondisi zaman modern ini. Kalau kita dapat mengambil apapun yang baik, kenapa tidak.

Perkara dalam ajaran agama tidak hanya pada bab jihad saja, masih ada bagian-bagian lain yang perlu kita pahami. Ada yang namanya tasamuh atau toleran. Toleran berarti kita menghormati orang lain yang berbeda dengan kita, sekalipun berbeda agama.

Substansi Islam sebenarnya tidak mengajarkan manusia menjadi radikal atau berbuat dzolim. Bukankah Nabi Muhammad diutus untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Bukan rahmat lil muslimin atau linnas semata, akan tetapi rahmat lil ‘alamin. Jelas akan kontradiktif bila Islam dipahami dan disalahpahami, sehingga menjadikan pemeluknya menjadi radikal dan ekstrem. Sangat tidak benar.

Bahkan suatu ketika Nabi pernah menyuapi pengemis Yahudi buta setiap saat di sudut pasar kota Madinah. Padahal pengemis tersebut selalu memaki, mencela dan mengumpat Nabi Muhammad Saw. Namun Nabi Muhammad tidak memperdulikan hal tersebut. Beliau terus saja menyuapi pengemis tersebut.

Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, sahabat Abu Bakar menggantikannya menyuapi pengemis Yahudi buta. Namun, pengemis tersebut mengetahui bila yang menyuapinya bukan Nabi Muhammad Saw atau orang biasanya. Akhirnya Abu Bakar menceritakan bila orang yang biasanya menyuapinya telah wafat yakni Nabi Muhammad Saw. Pengemis tersebut pun terharu, dan menangis hingga akhirnya masuk Islam.

BACA JUGA  Matikan Islam Radikal, Hidupkan Islam Moderat

Perangai dan akhlak Nabi yang begitu indah sangat berbeda dengan kesan Islam radikal. Lembutnya perangai Nabi Muhmmad Saw, tidak sepadan bila dibandingakan dengan Islam yang disalahpahami menjadi radikal. Nabi telah mengajarkan untuk selalu berbuat baik kepada siapapun, meskipun terhadap orang yang berbeda. Bahkan kepada orang yang membencinya.

Sepantasnya kita toleran terhadap perbedaan atau terhadap orang yang berbeda dengan kita. Toleran tidak akan menurunkan martabat dan harga diri kita. Bahkan dengan toleran akan mengangkat harkat kita dimata manusia atau pun di sisi Allah.

Toleran memang mudah diucapkan, sulit untuk diamalkan. Perlu penanaman sedini mungkin untuk menciptakan generasi yang toleran. Toleran seperti karakter yang lain, harus dibentuk dan dibiasakan.

Lantas, antitesis terhadap radikalisme yakni Islam moderat. Lalu, di mana posisi toleran dalam Islam moderat. Sudah barang tentu toleran menjadi bagian dari ajaran Islam moderat. Dalam Islam diajarkan untuk menghargai dan menghormati perbedaan dan keragaman.

Islam moderat menjadi alternatif terhadap narasi Islam garis keras atau radikalisme. Islam moderat berarti berada di tengah, bukan di kiri yang cenderung ekstrem, fanatik dan radikal atau di kanan yang cenderung liberal dan sekuler. Islam moderat diakui atau tidak telah berperan penting dalam menjaga NKRI. Contohnya, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

NU dan muhammadiyah dalam pergerankannnya dari tahun ke tahun telah berjasa dalam mendamaikan konflik-konfik yang berbau agama. Mungkin gerakan kedua ormas yang berasaskan ahlussunnah wal jama’ah itu telah terdengar hingga di luar negeri sana. Keduanya dapat menjadi representasi Islam rahmah atau moderat, untuk menghilangkan citra Islam yang keras dan kaku, sekaligus menghapus dan mengikis islamofobia.

Wacana dan gerakan Islam moderat perlu senantiasa digelorakan. Karena masih ada sudut-sudut di masyarakat yang belum terjangkau. Kita masih banyak kecolongan dengan Islam radikal yang bergerilya untuk memangsa generasi bangsa ini.

Ini terbukti beberapa tahun belakangan masih ditemukan agenda dan gerakan Islam yang radikal. Pergerakan Islam radikal bisa lewat buku, pergaulan sosial hingga sosmed (internet). Mari kita ajarkan Islam moderat hingga membumi di Indonesia.

Ahmad Solkan
Ahmad Solkan
Penulis lepas, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru