26.9 C
Jakarta

Konten Medsos Edukatif untuk Kontra-Radikalisasi Digital

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKonten Medsos Edukatif untuk Kontra-Radikalisasi Digital
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial atau medsos di era digital sangatlah besar perannya dalam kehidupan manusia. Konten-konten yang termuat di dalamnya secara nyata mampu merubah dan mempengaruhi pola pikir serta tindakan seseorang dalam menjalani hidupnya.

Setiap postingan yang diunggah di media sosial dengan mudah dilihat oleh berbagai orang diseluruh penjuru dunia hanya dengan sebuah alat saja. Berbagai unggahan di media sosial pasti akan mendapatkan berbagai reaksi dari penontonnya entah itu respons senang, takut, sedih ataupun penasaran.

Dengan mudahnya berbagai informasi disebarkan di media sosial, tentu kelompok teroris tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. Media sosial menjadi senjata yang sangat ampuh bagi mereka untuk menjaring banyak pengikut dengan menanamkan paham-paham radikal ke dalam pikiran dan hati pengguna media sosial.

Untuk melawan agresi paham radikal mereka di media sosial, Langkah yang tepat adalah memanfaatkan senjata yang sama,

Dengan terus menampilkan konten Islam yang Rahmatan Lil alamin sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. beserta para ulama dapat membentengi pikiran pengguna media sosial dari derasnya doktrin radikal.

Media Sosial Sebagai Alat Cuci Otak

Bisa dibilang saat ini media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, bukan hanya menjadi sebuah kebutuhan bahkan sudah menjadi ketergantungan yang sulit untuk ditinggalkan. Segala informasi bisa didapatkan dengan mudah bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup saja dapat dilakukan lewat media sosial.

Pengguna media sosial di Indonesia saat ini jumlahnya sungguh luar biasa, tercatat dalam We Are Social bahwa prosentase pengguna media sosial yang aktif di Indonesia pada Januari 2023 adalah 60,4% dari semua populasi di dalam negeri.

Dengan begitu dapat diartikan bahwa pengguna aktif media sosial di Indonesia saat ini adalah 167 juta orang. Dari data yang sudah dipaparkan tersebut, jumlah ini sudah melebihi setengah dari jumlah penduduk Indonesia.

Dengan pengguna yang sangat banyak ini, kelompok radikal dan teroris tidak akan tinggal diam, mereka akan memanfaatkan jaringan media sosial untuk mendistribusikan konten  konten-konten mereka sebagai wadah pencucian otak.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan beberapa ahli psikologi pada tahun 2014 diketahui konten-konten yang dimuat di media sosial seperti Instagram, YouTube, Facebook, WhatsApp dan platform lainnya  dapat memengaruhi bahkan mengubah pola pikir dan psikologis penggunanya.

Sekelompok peneliti tersebut mendapatkan fakta bahwa sebuah emosi dapat menular lewat perantara jejaring media sosial. Postingan yang diunggah baik itu positif atau negatif berdampak besar dalam mempengaruhi pembacanya, seakan-akan pembaca ikut merasakan hal yang sama.

Melihat hasil penelitian tersebut menjadi jelas bahwa keefektifan konten-konten di media sosial tidak diragukan lagi hasilnya mampu membawa pengaruh untuk mengubah emosi dari penggunanya dengan jangkauan yang sangat luas.

Langkah doktrinisasi digital kelompok teroris ini menjadi sebuah senjata yang sangat strategis dan menakutkan. Bagaimana tidak? setiap detik mereka dapat menyebarkan paham mereka yang akan sangat sulit untuk dibendung.

Seperti yang disampaikan oleh Abdul Rahman Ayub, mantan penasihat Jemaah Islamiyah (JI) tentang bagaimana dirinya sukses mendapatkan banyak pengikut di Indonesia. Dalam proses penjaringan dan indoktrinasi, Abdul Rahman Ayub melakukan beberapab tahap yang sistematis dan tidak membutuhkan waktu yang lama.

BACA JUGA  Mensterilkan Generasi Muda dari Jeratan Paham Radikal

Langkah pertama adalah dengan menampilkan masa kejayaan yang pernah Islam alami pada jaman Kekhalifahan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian dan simpati dari para penonton bahwa dahulu Islam pernah berjaya menggunakan sistem khalifah.

Tahap berikutnya diperlihatkan tentang kebiadaban dan kekejaman musuh-musuh Islam. Tujuannya untuk memunculkan rasa dan semangat juang untuk menumpas musuh-musuh Islam.

Terakhir adalah tahap paling ampuh yaitu dengan menunjukan dalil-dalil Al-Qur’an maupun hadist tentang ajakan untuk berjihad memerangi musuh-musuh Islam. Mereka dengan enteng menjual janji-janji yang akan diberikan Allah Swt bagi siapa saja yang mati dalam keadaan syahid.

Dengan menampilkan tiga tahapan tersebut secara berulang-ulang akan memuncul emosi tersendiri dari para penonton. dDri sinilah efek cuci otak akan bekerja, pengguna media sosial yang sudah terpengaruh akan lebih sering mencari dan melihat tayangan serupa sampai muncul dalam pikirannya bahwa kelompok teroris tersebut melakukan hal yang benar dan harus mendapat dukungan.

Musnahkan Radikalisme dengan Konten Islami

Saat ini adalah eranya perang digital, media sosial sebagai senjata harus digunakan secara maksimal. Jika kita acuh tak acuh dengan pergerakan kelompok teroris di sosial media maka siap-siap Indonesia akan masuk dalam jurang kehancuran tanpa disadari.

Pencucian otak yang sistematis ini menjadi bukti bahwa kelompok mereka tidaklah bodoh, mereka mampu memanfaat perkembangan tekhnologi dengan maksimal sehingga mampu mendapat banyak pengikut

Jika mereka bisa menggunakan media sosial untuk melancarkan propaganda radikalisme-nya, maka kenapa kita juga tidak menggunakan kekuatan dari senjata yang sama.

Dengan media sosial yang bisa memberikan segala informasi secara bebas tanpa ada batasan waktu dan tempat maka jelas dapat digunakan untuk memberikan edukasi positif kepada masyarakat dengan mudah setiap detiknya.

Para Mubaligh dengan sanad keilmuan yang jelas harus  siap terjun dalam dunia digital menjadi konten creator untuk melakukan dakwah-dakwah Islami mengusung misi perdamaian seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, sahabat serta para ulama-ulama terdahulu.

Media sosial harus terus digunakan untuk menampilkan ajaran Al-Qur’an juga hadis yang sesuai kebenaran yang hakiki. Dalil-dalil yang terus digunakan oleh kelompok teroris sebagai alat politik harus terus diluruskan pemaknaannya agar masyarakat awam tidak menjadi korban paham ekstrem mereka.

Tentu tidak cukup hanya sekedar mengunggah saja, konten dakwah Islami harus dibuat semanarik mungkin dengan bahasa yang persuasive, tujuannya agar para pengguna media sosial lebih tertarik dan memilih untuk mendengarkan konten kita.

Selain itu, para budayawan, sejarawan ataupun peneliti lainnya juga harus berpikir kreatif membuat  konten yang menggambarkan nilai-nilai luhur bangsa Indoneisa serta wajah Islam di Nusantara untuk menyelamatkan kedamaian Indonesia yang sedang terancam

Sekali lagi dengan banyaknya pengguna media sosial di Indonesia maka kita harus terus berpikir kreatif untuk menyebarkan kebaikan di dunia maya, sehingga tidak ada satupun celah paham radikal dapat masuk dan menghancurkan bangsa Indonesia tanpa kita sadari.

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru