30 C
Jakarta

Kenali Penceramah Moderat Agar Tidak Disusupi Ideologi Radikal

Artikel Trending

AkhbarNasionalKenali Penceramah Moderat Agar Tidak Disusupi Ideologi Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Paham radikalisme terbukti telah menyusup di lingkungan kampus, institusi pemerintah (TNI, Polri hingga Aparatur Sipil Negara/ASN), rumah ibadah, ormas, bahkan lembaga pendidikan. Ini merupakan pil pahit yang mau tidak mau harus ditelan masyakat Indonesia.

Bahkan beberapa hari lalu, dalam kesempatan resminya pada acara Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri 2022, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) secara gamblang memerintahkan kepada seluruh jajaran TNI-Polri untuk bersama mewaspadai ideologi radikal yang berusaha dibawa ‘oknum’ penceramah kedalam institusi negara tersebut.

Sekertaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Dr. M. Najih Arromadloni turut mengamini perintah tegas yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi tersebut. Menurutnya, infiltrasi kelompok radikal memang telah sampai pada lini strategis pemerintahan sehingga perlu untuk diwaspadai.

“Lembaga negara itu memang menjadi salah satu sasaran utama infiltrasi menggunakan pola pergerakan yang dikenal dengan istilah Tholabun-Nusroh,” ujar Dr. M. Najih Arromadloni di Jakarta, Jumat(4/3/2022).

Istilah Tholabun-Nusroh sendiri kerap digunakan oleh kelompok Hizbut Tahrir dengan cara mengelabui pihak-pihak yang dianggap memiliki kekuatan dan dapat memberikan perlindungan. Oleh karenanya institusi TNI-Polri ini dijadikan sasaran oleh kalompok tersebut dalam melanggengkan visinya untuk menyebarkan paham radikal.

“Kelompok mereka ini berusaha mengelabui tentara, polisi, anggota intelijen dan lini lini strategis pemerintahan yang lain. Nah ini tentu saja yang harus diwasapadai karena kedepannya dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa,” jelas pria yang merupakan Sekjen Ikatan Alumni Suriah (Syam) Indonesia ini.

Lebih lanjut, menurutnya kondisi ini juga dipengaruhi oleh semangat beragama dari masyarakat Indonesia yang kian hari kian tinggi, terbukti dengan banyaknya majelis dan pengajian mulai dari rumah hingga ke lingkungan instansi dan perkantoran.

“Semangat beragama masyarakat Indonesia saat ini tentunya harus disambut baik, tetapi pengetahuan agama yang tidak tepat. Alih-alih berbuat kebaikan, yang ada justru seseorang bisa terjerumus dalam keburukan,” katanya.

Pria yang akrab disapa Gus Najih ini melanjutkan, semangat beragama yang tinggi ini tentunya harus diimbangi dengan ilmu yang mumpuni juga sebagaimana dalam Hadits Nabi mengatakan bahwasanya Allah SWT membenci terhadap kebodohan.

“Artinya apa, orang yang semangat beragama juga harus semangat menambah ilmu, memperdalam ilmu agar supaya dia beragama yang benar,” ujar Pendiri Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation ini.

Sehingga, hal tersebut menurutnya perlu mendapat perhatian. Terkait fakta bahwa oknum penceramah radikal sudah mulai masuk dan menginfiltrasi aparat dan instansi negara melalui majelis dan pengajian, dengan melakukan evaluasi.

BACA JUGA  Cegah Radikalisme, BNPT Gandeng Kemendes PDTT Sukseskan Desa Siapsiaga

“Kita mendapati fakta, di TNI yang nasionalismenya dianggap sudah paripurna itu ada 4% yang terpapar, sehingga bagaimana caranya harus dicegah dan dievaluasi,” kata Gus Najih.

Gus Najih juga mengatakan, ada banyak faktor yang membuat instansi negara kerap ‘kecolongan’ yang telah  menjadikan oknum penceramah dengan visi menyebarkan paham radikal sebagai narasumber dalam majelis.

“Ada banyak faktor, salah satunya adalah faktor ketidaktahuan. Mungkin hanya berdasarkan bahwa si penceramah itu populer atau mudah diundang. Kedua, bisa jadi karena memang sudah terpapar,” jelas pria yang juga praktisi Pesantren ini.

Sehingga menurut alumni Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus Suriah ini, perlu ditanamkan kesadaran dan pengetahuan kepada khusunya anggota serta keluarga ASN, TNI, dan Polri untuk dapat mengenali para  pemuka agama moderat yang membawa kepada konsep agama sebagai rahmat.

“Sebetulnya tidak sulit, bisa saja dengan mendengarkan atau melihat rekaman ceramahnya di youtube atau media sosial di internet. Parameternya Islam yang ‘rahmatan lil alamin’. Kita punya modal besar, ulama dari ormas moderat yang diundang dan insyaaallah membawa kebaikan,” ujar Gus Najih.

Terlebih, manusia dibekali dengan intuisi dan hati Nurani untuk  mengenali kebaikan dan penyimpangan. Sehingga jika ajaran agama tidak membawa rahmat dan kebaikan, maka menurutnya bisa jadi hal tersebut hanya sekedar nafsu dan kepentingan politik semata.

“Ketika itu tidak membawa rahmat dan kebaikan pasti itu bukan Islam. Maka dari itu meskipun diatasnamakan Islam, tapi bisa jadi itu adalah nafsu, bisa jadi adalah kepentingan politik,” tegas Najih.

Karena itulah, sudah selayaknya para pemuka agama kembali mencontoh metode dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo dan para ulama Nusantara pendahulu dalam rangka menyebarkan agama ditengah kondisi keragaman bangsa.

“Islam itu masuk ke Indonesia masuk melalui akulturasi budaya, tanpa ada kekerasan, pemaksaan, tanpa ada upaya menjatuhkan atau menghina. Prosesnya pun sangat soft sekali masuk melalui jalur kebudayaan, kekeluargaan dan sebagainya,” jelasnya.

Proses dakwah yang demikian menurutnya, dapat menjadikan agama Islam ini mudah diterima oleh masyarakat Indonesia dan menjadikan kondisi sosial masyarakat saat itu menjadi sangat baik.

“Jadi sekali lagi bahwa dakwah proses ini sangat penting sekali diperhatikan, kedepannya bisa berbahaya kalau sampai para pemegang kepentingan ini terpapar dan terinfiltrasi,” ucap Gus Najih mengakhiri.

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru