31.8 C
Jakarta

Hantu Terorisme Internasional di Tengah Kita

Artikel Trending

EditorialHantu Terorisme Internasional di Tengah Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ramadan kali ini bisa dikategorikan sebagai bulan nahas nasional. Pasalnya, menjelang akhir Ramadan, kabar duka datang dari salah satu saudara Muslim yang wafat akibat ditusuk teroris. Kejadiannya merupakan runtutan dari penangkapan WNA teroris kelompok Katib al-Tawhid wa al-Jihad (KTJ). Organisasi terorisme yang sudah diboikot AS tersebut terciduk melakukan propaganda di media sosial—menyebarkan doktrin radikal-terorisme.

Selain itu, pada awal Ramadan kemarin, media sosial juga ramai dengan konten-konten agitatif tentang pentingnya menegakkan khilafah. Pelakunya para aktivis HTI, yang saat itu memperingati keruntuhan Turki Utsmani. Sekalipun tidak ada sangkut pautnya dengan KTJ, HTI juga merupakan ancaman nasional jangka panjang melalui doktrin thalabun nusrah-nya. Yang satu nasional, satu lagi internasional. Kelompok terorisme menghantui kita semua.

Apa salah negara ini? Mengapa kerap dimanfaatkan sebagai teritorial teroris? Jika jawabannya adalah usia kelompok teror yang setua NKRI itu sendiri, melalui pemberontakan NII-nya Kartosoewirjo, hantu terorisme hari ini faktanya bukan hanya jejaring nasional tetapi juga internasional. Jika jawabannya karena Indonesia sangat luas dan majemuk hingga teroris tertarik menjadikannya markas, maka power pemerintah dan seluruh otoritas terkait jauh lebih kuat dari teroris itu sendiri.

Sepertinya alasannya bukan itu. Satu-satunya alasan paling rasional adalah warga negara kita sendiri yang unik: mudah terpengaruh. Di negara ini, paham apa pun pasti ada pengikutnya, bahkan aliran sesat sekalipun. Masyarakat Indonesia kerap latah dan mudah dimanipulasi, dan teroris memanfaatkan itu untuk menggaet pengikut. Pada saat yang sama, karena multikultural, negara ini adalah sasaran empuk untuk aksi-aksi terorisme global. Alasannya ini sangat relevan dengan fakta.

Kelompok teror KTJ, untuk diketahui, adalah teroris yang ganas dan sporadis. Kendati terafiliasi Al-Qaeda, ia justru lebih dekat dengan karakter ISIS—atau Jama’ah Ansharud Daulah (JAD) di Indonesia. Karenanya, yang perlu dikhawatirkan dari eksistensi gerakannya di negara ini ialah posisinya sebagai sintesis kelompok teror. Misalnya, selama ini JAD dan Jama’ah Islamiyah (JI) tidak pernah akur—bahkan terorisnya saling mengafirkan satu sama lain.

Namun dengan adanya KTJ, dengan karakteristik gerilya yang demikian, perselisihan JAD dan JI tersebut bisa jadi usai. Al-Qaeda melalui ideolognya, memiliki proyek ambisius untuk menciptakan kekecauan-kekacauan di Indonesia. Sama sekali tidak mustahil seluruh kelompok teror akan bersatu dalam cita-cita tertentu, yakni menciptakan chaos. Faktanya, jika Indonesia aman dan tenteram, radikalisasi apa pun tidak akan berhasil. Itu yang harus diatasi dulu. Bangun chaos dulu.

BACA JUGA  Deteksi Teroris Menjelang Pemilu 2024

Dengan demikian, yang mesti diwaspadai dan segera dicari penindakannya dari hantu terorisme internasional di tengah kita adalah peleburannya dengan jaringan terorisme lokal. Bersatunya kekuatan teroris akan sangat sukar—atau bahkan mustahil—dikalahkan. Jika itu terjadi, negara ini berada di ujung tanduk. Atas fakta itulah, Indonesia harus menyadari agenda terorisme nasional dan internasional secara utuh untuk kemudian melakukan pemberantasan terhadapnya.

Agenda besar teroris sangat kompleks. Dalam setiap gerilyanya, teroris selalu satu langkah lebih maju dari masyarakat bahkan dari aparat pemerintah. Selain itu, yang tak kalah meresahkannya, mereka mampu bertahan dalam kondisi rezim apa pun. Jangankan Reformasi seperti sekarang ketika kebebasan terbuka total. Di bawah rezim Orde Baru pun, kelompok terorisme bertumbuh pesat. Di Suriah, di bawah rezim Assad yang tegas, teroris bahkan aktif lakukan konfrontasi.

Artinya, kekhawatiran tentang pesatnya jaringan terorisme internasional di negara ini memiliki dasar yang jelas. Sementara kalangan yang apatis ada di antara dua kemungkinan; ia yang buta terhadap fakta sejarah, atau ia yang memang bagian dari teroris itu sendiri. Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) adalah bukti historis bahwa negara ini pernah dikerubungi kelompok teror sekalipun pemerintahnya diktator seperti Soeharto. Tidak ada alasan untuk mengabaikan terorisme.

Untuk itu, secara umum, untuk melawan hantu-hantu terorisme di tengah kita, baik jejaring nasional maupun internasional, sedikitnya dua hal wajib dilakukan. Pertama, monitoring dan tracking konten-konten di media sosial. Bagian ini menjadi tanggung jawab beberapa pihak, baik tim siber Polri maupun analisis intelijen dari Badan Intelijen Negara (BIN). Tujuan dari upaya pengawasan dan pengintaian ini ialah memetakan potensi ancaman terorisme nasional.

Kedua, optimalisasi Pentahelix BNPT. Sebagai lembaga yang sering kali melakukan kunjungan ke berbagai daerah untuk program-program kontra-terorisme, BNPT harusnya punya program jitu untuk menghapus total ancaman terorisme di Indonesia. Program terbarunya, Pentahelix, juga potensial untuk itu namun belum terealisasi maksimal. Untuk itu, BNPT mengoptimalisasi penerapan Pentahelix hingga hantu terorisme di tengah kita hilang secara keseluruhan. []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru