27.8 C
Jakarta

Besarnya Rasa Toleransi, bagi Gus Dur, Menggambarkan Ketinggian Ilmu Seseorang

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanBesarnya Rasa Toleransi, bagi Gus Dur, Menggambarkan Ketinggian Ilmu Seseorang
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hari ini saya ingin belajar kepada seorang guru pluralisme di Indonesia. Meski orangnya sudah tiada, namanya masih tetap harum sepanjang masa. Pemikiran-pemikirannya dikagumi oleh pencintanya.

Guru yang saya maksud adalah Gus Dur. Baru saja kita merayakan haul Gus Dur tepatnya akhir bulan Desember. Tidak bermaksud pamer atau apalah saya pernah menghadiri haul Gus Dur di Jakarta sekitar dua kali.

Banyak hal yang menarik yang saya perhatikan saat haul Gus Dur berlangsung. Saya melihat banyak pemuka dan penganut agama, termasuk di luar Islam, yang hadir di acara itu. Inilah bukti perjuangan pluralisme Gus Dur.

Pluralisme Gus Dur tidak bermaksud untuk menyamakan semua agama. Gus Dur tidak menganjurkan manusia boleh memeluk agama secara ganda. Pluralisme Gus Dur lebih ditekankan pada sikap toleransi. Gus Dur dengan toleransinya merangkul semua agama tanpa secelah perbedaan.

Perbedaan, bagi Gus Dur, adalah sebuah fitrah yang melekat dalam diri manusia. Tidak perlu perbedaan dipertentangkan. Tidak heran jika Gus Dur selalu hidup harmonis dengan pemeluk agama di luar Islam. Semisal, Bung Rocky Gerung, pemeluk agama Kristen yang sangat akrab dengan Gus Dur.

Saking akrabnya Gus Dur tidak pernah lupa mengucapkan selamat hari Natal kepada Rocky Gerung pada perayaan Natal. Kebiasaan ini tidak pernah dipertentangkan dalam pemikiran Gus Dur. Tentunya, hal ini berbeda dengan orang yang picik pemikirannya yang sedikit-sedikit mengkafirkan orang yang mengatakan “Selamat Natal!”

BACA JUGA  Politik Dinasti Jokowi, Apakah Dibenarkan oleh Agama?

Toleransi Gus Dur juga dapat dilihat saat membela kelompok Ahmadiyah. Pembelaan Gus Dur ini bukan dipahami bahwa Gus Dur pengikut Ahmadiyah, tapi Gus Dur lebih membela kebebasan berpendapat. Bahwa kebebasan itu adalah hak semua orang.

Toleransi di mata Gus Dur beririsan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sederhananya, siapapun yang tidak menegakkan toleransi berarti melangkahi nilai-nilai toleransi. Padahal, Nabi Muhammad Saw. dalam surah al-Kafirun mengajarkan bertoleransi dengan orang yang tidak seiman.

Nabi Muhammad Saw. pernah menyampaikan, bahwa orang yang tidak seiman dan bertetangga rumahnya tetap memiliki hak untuk diperlakukan baik. Toleransi tidak memandang perbedaan, baik perbedaan pemikiran maupun perbedaan keyakinan.

Sebuah pesan Gus Dur yang cukup memukul kelompok yang gemar menyalahkan dan biasanya kelompok ini berpakaian gamis putih, sorban yang melilit di kepala, dan jenggot yang panjang. Bunyi pesannya begini: “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin besar rasa toleransinya.”

Pesan Gus Dur ini coba saya sederhana lagi. Sehingga, jadilah kalimat begini, “Orang yang menentang toleransi berarti bodoh, sekalipun selalu merasa dan mempertunjukkan kealimannya, padahal otaknya kosong.” Bisanya orang yang bodoh ini sering bertakbir untuk menyerang lawan, bukan mengagungkan Tuhan.

Nah, yang paling penting diperhatikan adalah pluralisme dan toleransi Gus Dur yang sampai detik ini masih tetap hidup. Tidak menuai banyak pertentangan, malah dirindukan. Karena, toleransi ini adalah ajaran Islam yang benar.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru