28.2 C
Jakarta

Anti-Zionisme Bukan Anti-Semitisme: Waspada Propaganda!

Artikel Trending

Milenial IslamAnti-Zionisme Bukan Anti-Semitisme: Waspada Propaganda!
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Aksi bela Palestina digelar di Monumen Nasional, pada Minggu (6/11) kemarin. Tidak hanya ratusan ribu peserta, aksi tersebut juga dihadiri beberapa pejabat pemerintah, seperti Menlu RI Retno Marsudi, Ketua DPR Puan Maharani, Capres Anies Basweda, juga Menag RI Yaqut Qoumas. Jurnalis Najwa Shihab juga hadir, serta sejumlah politisi dan selebritas. Semua berbondong untuk satu tujuan; solidaritas untuk Palestina.

Sikap Indonesia atas konflik Palestina memang wajib diacungi jempol. Konsistensi membela Palestina bukan sesuatu yang mudah; banyak tekanan terjadi karena hegemoni Barat. Padahal, hanya perlu jadi manusia untuk bela Palestina. Bagaimana mungkin pembantaian warga sipil, pembunuhan anak-anak dan perempuan, dan genosida dapat ditoleransi? Israel berdalih pertahanan nasional, padahal pertahanan tidak membom anak-anak.

Apakah Yahudi sepenuhnya harus disalahkan? Tidak juga. Tidak semua umat Yahudi membenarkan penjajahan dan genosida di Palestina. Belum lama ini, Jewish Voice for Peace (JVP) di New York menggelar aksi protes genosida di Palestina. Warga Yahudi AS itu menggelorakan slogan “Not In Our Name” yang berarti “Tidak Atas Nama Kami”, sebagai bukti bahwa zionisme tidak mewakili agama Yahudi.

Namun apa yang terjadi? Para Yahudi AS tersebut lantas dicap Israel sebagai “anti-semitisme”. Padahal, anti-semitisme dan anti-zionisme itu berbeda. Anti-semitisme merupakan sikap permusuhan dan prasangka negatif terhadap ras Yahudi. Peristiwa Holocaust, genosida terhadap enam juta Yahudi Eropa selama Perang Dunia II yang diprakarsai Nazi, adalah puncak anti-semitisme.

Sementara itu, anti-zionisme merupakan gerakan perlawan terhadap zionisme, ideologi politik yang menghendaki pendirian negara khusus Yahudi. Zionisme memiliki dua doktrin utama, yaitu etno-nasionalisme dan eksklusivitas ras. Zionisme digawangi oleh Theodore Herzl hingga zionis asal Inggris Israel Zangwill, yang terkenal dengan slogan “A land without people for people without a land” yang kemudian menjustifikasi okupasi Palestina.

Palestina dan Kemanusiaan

Membela Palestina karena alasan agama, bahwa di sana yang jadi korban kebanyakan adalah Muslim, tentu merupakan penyempitan makna dari “Stand with Palestine” itu sendiri. Palestina tidak hanya tentang Islam, sebab umat Kristen di wilayah tersebut juga dibantai oleh para zionis. Artinya, Palestina wajib dibela sebagai sesuatu yang melampaui solidaritas keagamaan, yaitu kemanusiaan. Cukup jadi manusia untuk bersimpati pada Palestina.

Namun demikian, menyangkal konflik Israel-Palestina sebagai konflik agama juga tidak dapat dibenarkan. Sebab, genosida itu terjadi karena zionis punya doktrin keagamaan tertentu, ihwal mesias palsu akhir zaman. Dan jelas, itu faktor agama, tepatnya keyakinan eskatologis sebagian umat Yahudi tentang kejayaan akhir zaman, “new world order” yang dimimpikan, ketika Yerusalem jadi pusat zionis menguasai dunia.

Apakah agenda zionisme hendak dibiarkan, apalagi didukung seperti yang Eropa dan AS lakukan, demi tatanan dunia baru, sekalipun melabrak kemanusiaan? Jelas: tidak. Kemanusiaan di atas segalanya, bahkan ia berada sebelum keberagamaan. Melihat pembantaian yang zionis lakukan terhadap rakyat Palestina, tidak ada alasan untuk mendukungnya. Penjajahan harus dilawan karena tidak berperikemanusiaan.

BACA JUGA  Bulan Ramadan: Antara Jeratan Nikmat dan Jeritan Derita Umat Islam

Tetapi, apakah benar Palestina menjadi personifikasi ‘ketidaksolidan Arab’ dan ‘kehancuran marwah Islam’? Bisa jadi. Faktanya, bersamaan dengan upaya membela Palestina dan menentang zionisme, muncul narasi tentang terorisme, anti-semitisme, hingga islamofobia di sejumlah negara. Akhirnya, pembelaan atas kemanusiaan juga tersendat stigma tersebut, yang kemudian menguntungkan pihak zionis itu sendiri.

Tentu saja ini tidak dapat dibiarkan. Palestina tengah diobok-obok manusianya, dibantai seperti bukan manusia. Sebagai sesama manusia, bersikap diam adalah penghinaan terhadap kemanusiaan itu sendiri. Zionisme harus dilawan, sebagaimana melawan terorisme. Para zionis adalah para teroris: biadab. Maka, anti-zionisme sama sekali bukan anti-semitisme, karena itu hanyalah propaganda belaka.

Lawan Propaganda!

Melawan propaganda zionis dan memperjuangkan keadilan untuk Palestina merupakan tugas urgen hari-hari ini. Empat hal dapat dilakukan. Pertama, pendidikan kesadaran publik. Edukasi masyarakat tentang sejarah dan konflik Palestina-Israel adalah langkah awal yang krusial. Dengan pemahaman ihwal situasi tersebut, melawan propaganda zionisme sangat mudah dilakukan.

Kedua, diseminasi media sosial. Menggunakan media sosial dan platform daring untuk menyebarkan informasi yang akurat dan objektif mengenai konflik ini adalah langkah cerdas, ketika hari ini pers tidak lagi dapat dipercaya. Berita, artikel, dan video yang mengungkap realitas di lapangan serta dampak dari pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina harus diangkat, baik melalui TikTok atau lainnya.

Ketiga, mendukung organisasi kemanusiaan. Dukungan finansial melalui lembaga filantropi di Palestina juga besar manfaatnya. Sebab, itu membantu rakyat Palestina dengan memberikan bantuan medis, pendidikan, dan kebutuhan dasar lainnya. Ini harus dibarengi dengan kampanye boikot, desinvestasi, dan sanksi terhadap produk Israel, perusahaan pendukung genosida, bahkan pemerintah zionis itu sendiri.

Keempat, partisipasi dalam demonstrasi damai. Ini yang baru terjadi kemarin. Menghadiri dan mendukung aksi damai yang menuntut keadilan untuk Palestina dapat membantu meningkatkan kesadaran publik dan menunjukkan bahwa banyak orang peduli terhadap situasi di Palestina. Selain membangunkan spirit rakyat Palestina, itu juga membuat propaganda zionisme tidak punya tempat di hari masyarakat.

Melawan propaganda zionis bahwa anti-zionisme adalah anti-semitisme merupakan sesuatu yang wajib. Itu sama wajibnya dengan melawan propaganda teroris, atau propaganda tentang terorisme itu sendiri. Persatuan sebagai Indonesia, persatuan sebagai pejuang kemanusiaan, dan persatuan sebagai manusia itu mendesak dilakukan hari-hari ini. Palestina harus merdeka dan anti-zionisme mesti jadi agenda global yang utama.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru