34.8 C
Jakarta
Array

Santri Oh Santri, Tugasmu Saat Ini Sungguh Kompleks Sekali

Artikel Trending

Santri Oh Santri, Tugasmu Saat Ini Sungguh Kompleks Sekali
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com, Yogyakarta.  Oleh sebagian besar masyarakat, menyandang gelar santri merupakan sebuah kehormatan dan tidak bisa ditukar dengan sebongkah berlian sekalipun. Sebab, santri merupakan persemaian kader-kader agama; ustadz, kyai, dan ulama. Artinya, para kyai dan alim-ulama, dulunya adalah seorang santri.

Siapa sangka, seiring berjalannya waktu, eksistensi santri semakin tinggi dan diperhitungkan. Tak ayal, jika tanpa tanggung-tanggung, pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Tujuan Hari Santri ini jelas, yakni sebagai refleksi peran dan tanggung jawab santri di era seperti saat ini.

Saat ini, jumlah santri yang beada di nusantara mencapai 4 juta sekian. Jumlah ini sangat mungkin bertambah, seiring bergantinya bulan dan tahun. Tentu kuantitas yang tidak sedikit itu harus dipelihara, dijaga, dikader, ditempa, dan lain sejenisnya agar bisa menjadi gerbong dan pelopor bagi kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Melihat dan menimbang potensi besar santri itulah, Harakatua Media menggagas program unggulan, yakni Harakatuna Tour de Pesantren. Kegiatan yang didesain khusus untuk para santri ini diisi dengan berbagai macam kegiatan. Diantaranya, pelatihan jurnalistik, yang memiliki tujuan sebagai upaya untuk menguatkan literasi santri. Dan ada juga kegiatan dialog atau Halaqah Kepesantrenan. Grand agenda Halaqah Kepesantrenan ini, yang didesain bak seminar, melibatkan tokoh-tokoh agama yang memiliki latar belakangan berbeda; Nu, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya.

Pada tanggal 20 Januari 2018 kemarin, Harakatuna Media menggelar acara pelatihan jurnalistik di Pondok Pesantren Al-Munawir, Krapyak, Jogjakarta. Acara yang dihari puluhan peserta yang tediri dari perwakilan seluruh pondok pesantren yang ada di Jogja itu menyisakan sekaligus menyadarkan kepada para santri bahwa tugas dan tanggung jawab santri tidak sekedar ngaji, baca Al-Qur’an dan memasak. Sungguh yang demikian ini tidak cukup, kawan!

Pemimpin Redaksi Harakatuna.com, Muhammad Najib, ketika mengisi acara pelatihan jurnalistik di Ponpes Al-Munawir menegaskan: “Pekikan takbir yang dikumandangkan santri pada era penjajahan harus dimaknai secara kontekstual. Jika dahulu mereka melawan penjajahan dengan senjata bambu runcing yang dibarengi dengan pekikan takbir, maka saat ini pekikan takbir itu harus dimaknai sebagai berjihad di dunia maya, melalui tulisan yang mencerahkan dan meluruskan pemahaman keislaman dan kebangsaan yang senga dibelokkan oleh oknum tertentu.”

Pemred Harakatuna.com, yang saat ini sedang menyelesaikan studi Pascasarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu lantas menjelaskan beberapa tugas yang harus diemban santri zaman now. Pertama, melakukan counter-hegemoni kelompok yang membajak nilai-nilai Islam. “Saat ini masyarakat kita disesatkan dengan dijejali doktrin yang keliru, seperti dokrin bahwa lebih baik mati, jika tidak hidup di bawah naungan syariat Islam,” katanya di Hal Ponpes Al-Munawir (20/2018).

Kedua, membumikan islam rahmatan lil-alamin. “Pemimpin Nazi, Adolf Hitler, pernah mengatakan bahwa kebohongan yang diulang-ulang berkali-kali (ratusan-ribuan kali), akan dianggap sebagai sebuah kebenaran,” ujar pria berkacamata itu.

Hal ini berarti, sebagai urat nadi yang yang memiliki komitmen untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan masyarrakat Indonesia, santri harus mengambil posisi, yaitu membumikan dan menyebarkan nilai-nilai Islam yang sejuk, damai, dan sesuai dengan risalah Islam yang rahmatan lil-alamin. [n].

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru