32.9 C
Jakarta

Fluktuasi Literasi Ibu Pertiwi

Artikel Trending

KhazanahLiterasiFluktuasi Literasi Ibu Pertiwi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Berbagai data menunjukkan kondisi literasi di Indonesia ada di titik yang mengecewakan. Data UNESCO menyebutkan, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Satu dari 1000 yang memiliki minat untuk membaca. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia; 64 dari 65.

Sedangkan menurut penelitian PISA menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Ini adalah hasil penelitian terhadap 72 negara. Respondennya adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun, jumlahnya sekitar 540 ribu anak 15. Sampling error-nya kurang lebih 2 hingga 3 skor.

Indonesia berada pada ranking 62 dari 70 negara yang disurvei (bukan 72 karena 2 negara lainnya yakni; Malaysia dan Kazakhstan tak memenuhi kualifikasi penelitian). Indonesia masih mengungguli Brazil, namun berada di bawah Yordania. Skor rata-rata untuk sains adalah 493, untuk membaca 493 juga, dan untuk matematika 490. Skor Indonesia untuk sains adalah 403, untuk membaca 397, dan untuk matematika 386.

Gerakan Literasi

Penyebab lainnya, budaya menonton masyarakat Indonesia yang tinggi. Hal ini melemahkan minat membaca dan menulis siswa di Indonesia. Berdasarkan data BPS, dikatakan bahwa, jumlah waktu yang digunakan anak Indonesia dalam menonton televisi adalah 300 menit per hari. Jumlah ini terlalu besar dibanding anak-anak di Australia yang hanya 150 menit per hari dan di Amerika yang hanya 100 menit per hari. Sementara di Kanada 60 menit per hari.

Di tengah pelbagai data yang negatif tentang tanah air tercinta, ada sehembus napas yang melegakan. Belum lama ini, Jakarta telah dideklarasikan sebagai provinsi literasi pertama. Sebelumnya ada Surabaya yang diproklamirkan jadi kota literasi pertama dan SMP 10 Salatiga yang diklaim sebagai sekolah literasi pertama.

Embel-embel gagah ‘literasi pertama’ tersebut bermuara pada sebuah proyek yang mulia, Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan tersebut dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Tujuan gerakan ini untuk membiasakan dan memotivasi siswa agar mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti. Salah satu bentuk riil dari gerakan ini adalah dianjurkannya membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai.

BACA JUGA  Menulis, Menyembuhkan Dunia Melalui Kata-Kata

Namun seolah kembali berlawanan dengan semangat literasi tersebut, setiap tahun harga buku selalu naik sekitar 10 hingga 20 persen. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh banyak hal. Harga kertas yang terus melambung, bermacam-macam pajak, inflasi, dsb. Celetukan-celetukan bahwa distribusi buku di Indonesia dimonopoli oleh toko buku ‘G’ juga tak boleh dianggap sepele. Buku-buku (terutama yang baru) seolah ada di rak eksklusif yang tak tergapai.

Selain karena mahalnya harga buku; perkembangan sosial media yang mulai menyebar ke pelosok-pelosok daerah tak luput turut andil mempengaruhi semangat membaca masyarakat. Bahan bacaan yang disuguhkan oleh koran, majalah, surat kabar, dan lain-lain, kini tidak lagi menarik. Masyarakat sekarang lebih senang mengakses berita dan informasi lewat suguhan Google. Bukannya salah dan tidak baik, namun seringkali apa yang disajikan oleh Google telah dimanipulasi sedemikian rupa untuk kepentingan kelompok tertentu.

Disinilah diperlukan sebuah upaya untuk menjadikan diri sebagai pembaca dan pengkonsumsi informasi yang cerdas. Sikap mawas diri dan tabayyun terhadap berbagai informasi yang ada, dinilai akan mampu meredam sedikit menyebarnya hoaks. Meskipun pada akhirnya, semua kembali pada individu masing-masing.

Tingkat literasi di Indonesia yang fluktuatif harus mendapatkan perhatian khusus oleh semua kalangan; baik pegiat maupun pemerintah. Sebab, tingkat literasi sebuah bangsa menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa. Bisa dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat literasi suatu negara, berbanding lurus dengan kemajuan negara itu sendiri.

Banyak program yang dapat dilakukan oleh pemerintah. bahkan pemerintah bisa menggandeng masyarakat dalam melaksanakan program-program yang mengarah pada peningkatan literasi. Misalnya, menetapkan beberapa kampung literasi. Kampung ini harus benar-benar dibina secara serius dan berkelanjutan oleh pemerintah bekerjasama dengan masyarakat setempat.

keberhasilan kampung literasi ini akan dapat menginspirasi atau akan jadi project percontohan bagi kampung-kampung lainnya. Dengan cara inilah, literasi di Indonesia akan meningkat atau naik tajam. Semoga!

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru