34.3 C
Jakarta

Efektifkah Kepemimpinan Perempuan dalam Pencegahan Ekstremisme?

Artikel Trending

KhazanahTelaahEfektifkah Kepemimpinan Perempuan dalam Pencegahan Ekstremisme?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Berapa banyak forum ibu-ibu pengajian yang terselenggara? Forum pengajian menjadi ruang silaturrahim, kolaborasi, bahkan penanaman ideologi bagi perempuan. Salah satu praktik sederhana yang dilakukan di rumah, oleh ibu saya adalah membawa 1 genggam beras ketika mau berangkat ke pengajian. Beras tersebut dikumpulkan dari semua anggota yang hadir pada pengajian tersebut. Biasanya pengajian diselenggarakan setiap minggu 1 kali dalam sebuah komunitas. Bisa komunitas lintas RW/RT ataupun organisasi keagamaan lain. Lalu, bagaimana kalau ternyata ibu mengikuti pengajian di komunitas, RW/RT bahkan pengajian yang lain. Kegiatan pengajian yang diikuti oleh ibu begitu padat, bisa setiap hari berkunjung ke masjid atau ke rumah, tempat di mana kegiatan pengajian dilaksanakan karena mengikuti setiap komunitas yang ada di daerah.

Ini bukan cerita soal beras yang dikumpulkan atau dikeluarkan oleh ibu. Akan tetapi, pendekatan spiritual yang biasa dilakukan oleh para perempuan untuk berkumpul dan menjadi salah satu basis penanaman keilmuan yang kuat melalui forum pengajian. Masih dalam konteks perempuan, Hatta pernah berkata bahwa, “jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi.”

Pernyataan Hatta kiranya sangat relate dengan cerita di atas bahwa, kolektifivitas perempuan dalam menyebarkan keilmuan, menanamkan kepada keluargnya, sangat tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Pertukaran informasi hingga proses komunikasi yang sering dilakukan, potensi perempuan dalam menyebarkan keilmuan kepada seluruh keluarganya sangat besar. Ini juga menjadi alasan mengapa militansi perempuan begitu besar dalam kelompok-kelompok ekstremis. Karena apabila perempuan sudah masuk dalam kelompok ekstremis, maka bisa dipastikan seluruh keluarganya, masuk dalam kelompok yang sama).

Mampukah Perempuan Berperan dalam Pencegahan Ekstremisme?

Berdasarkan potensi demikian, maka pendekatan spiritual menjadi basis yang kuat untuk menanamkan nilai-nilai perdamaian, toleransi dan menjadi forum yang kuat dalam pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan. Selain itu, dalam peran keluarga, istilah bahwa ibu adalah madrasah (sekolah), adalah istilah sentral yang dimiliki perempuan dalam ranah keluarga. Kalimat ini bukan kemudian menjerumuskan pada ibuisme yang melanggengkan budaya patriarki.

Perempuan menjadi tokoh utama dan pertama dalam mengajarkan nilai-nilai agama yang moderat kepada anak. Figur perempuan merupakan kunci kebaikan bagi anak-anaknya dengan memberikan pendidikan, edukasi, serta pemahaman kepada mereka mengenai pentingnya persatuan, nasionalisme, dan pemahaman religi yang benar melalui kasih sayang. Pemahaman semacam ini diberikan secara bersama-sama oleh figur laki-laki sebagai sosok ayah dalam melakukan kerja sama pengasuhan sebagai orang tua.

BACA JUGA  Dakwah di TikTok: Pertarungan Ideologi Salafi-Wahabi yang Berpotensi Merusak Persatuan

Dalam konteks sosial dan masyarakat, perempuan berperan terhadap pembentukan maupun pembangunan masyarakat. Hari ini, banyak perempuan yang memiliki posisi penting, baik dalam lingkaran masyarakat maupun pemerintah. Kepemimpinan yang dijalankan menjadi pilar penting penting dalam rangka pemberdayaan bangsa sehingga mampu melahirkan generasi yang mulia untuk membangun bangsa.

Berdasarkan argumen tersebut, penting pemahaman tentang nilai-nilai ajaran Islam yang ramah, serta bahaya ekstremisme berbasis kekerasan kepada perempuan untuk disebarkan kepada keluarga dan masyarakat.

Kolaborasi Membangun Masyarakat

Peran perempuan dalam ranah masyarakat, melalui komunitas/organisasi keagamaan menjadi salah satu ruang yang cukup sentral. Hal ini perlu didukung dengan kolaborasi antar pihak untuk meningkatkan pemahaman soal ekstremisme berbasis kekerasan sehingga bisa disebarkan kepada perempuan lainnya. Salah satu praktik baik yang dilakukan oleh para aktivis perempuan di Jawa Barat adalah mendirikan Forum Mukti Stakeholder untuk Penanggulangan kekerasan Ekstremisme (PCVE) yang melibatkan OPD, OMS, media dan akademisi.

Para Aktivis perempuan di Jawa Barat melakukan advokasi kebijakan tentang RAD PE (Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme) tahun 2022-2024, dserta mengawal implementasi pengarusutamaan gender dan anak di dalamnya. Forum ini dikawal oleh PW Fatayat NU Jawa Barat yang kemudian diperbincangkan melalui WGWC Talk Seri-27.

Dalam kegiatan ini, hadir beberapa tokoh yang terlibat dalam RAD PE Jawa Barat, di antaranya: Neng Hannah (Wakil Ketua PW Fatayat NU Jawa Barat), A. Diana Handayani (Presidium Wilayah Perempuan Indonesia Jawa Barat), dan Dr. R. lip Hidajat, M.Pd, (Kepala Bakesbangpol Jawa Barat). Melalui forum ini, kolaborasi yang dilakukan oleh para perempuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman dalam bahaya ekstremisme, dilakukan dari berbagai komunitas, salah satunya gerakan yang dilakukan oleh Fatayat mulai dari tingkat paling bawah hingga atas. Gerakan kolektif kolegial yang dilakukan oleh para perempuan, menjadi basis ideologi bagi perempuan untuk mencegah bahaya ekstremisme berbasis kekerasan.

Berdasarkan penjelasan di atas, kiranya bisa menguti kalimat Hatta bahwa, “jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi.” Perempuan akan menyebarkan suatu paham kepada masyarakat, orang lain termasuk kepada keluarganya sendiri. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru