28.6 C
Jakarta

Propaganda Khilafah Melalui Jargon #NegaraBaru dan #PolitikBaru

Artikel Trending

Milenial IslamPropaganda Khilafah Melalui Jargon #NegaraBaru dan #PolitikBaru
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Spirit menegakkan khilafah ternyata bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara lain, terutama dengan penduduk Muslim konservatif yang tinggi, gejolak pendirian negara Islam juga mencuat tanpa henti. Narasinya naik-turun. Di media sosial Twitter, misalnya, tidak jarang ada trending tentang propaganda menegakkan khilafah. Dan menariknya, itu lintas organisasi. Tak juga selalu dari Hizbut Tahrir, namun kadang inisiatif pribadi. Kalau dalam diskursus terorisme, itu disebut lone-wolf.

Dari mana datangnya inisiatif mendirikan khilafah, tentu saja ia muncul dari pikiran yang terdoktrin islamisme. Gairahnya dua: menggapai kembali kejayaan Islam masa lalu melalui perebutan dominasi politik dan menghentikan superioritas Barat dan dominasi mereka terhadap Islam hari ini. Doktrin tersebut memang dilakukan kelompok tertentu. Namun, ketika menjadi spirit, ia sangat berpotensi memantik aspek-aspek personal, sehingga menjelma sebagai ghirah individual.

Tagar #Khilafah_NewState_NewPolitic yang baru-baru ini trending di Twitter berkaitan dengan diskusi atau opini tentang pembentukan khilafah sebagai sistem negara dan sistem politik baru. Tagar itu digunakan oleh individu yang mendukung penuh gagasan penegakan khilafah Islam, atau mereka yang sekadar tertarik mempelajarinya lebih lanjut. Isinya tentang pernyataan-pernyataan Ibnu Taimiyah dan berita tentang penindasan umat di berbagai negara—utamanya di bawah dominasi Amerika.

Gagasan mendirikan khilafah sebagai negara-politik baru adalah isu kontroversial dan memecah belah. Penting untuk dicatat, isu khilafah telah menjadi bahan perdebatan dan diskusi di kalangan cendekiawan Muslim dan aktivis politik selama bertahun-tahun. Beberapa orang boleh jadi melihat isu itu sebagai cara menyatukan umat Islam di bawah satu panji; sistem politik, politik baru yang menyuguhkan jawaban atas tidak layaknya demokrasi dan sekularisme jadi sistem negara.

Penggunaan tagar seperti #Khilafah_NewState_NewPolitic sendiri memang belum tentu berbahaya. Namun, ada kemungkinan diskusi semacam itu dapat menarik orang atau kelompok menuju ekstremisme dan terorisme. Di situlah waspada terhadap potensi ekstremis atau retorika kekerasan menjadi niscaya. Pada saat yang sama, platform media sosial kerap jadi sarang propaganda. Trending di Twitter itu pun perlu ditelaah, agar masyarakat tidak terjerumus ke dalam bahaya.

Negara Baru Apa?

Apa iya khilafah itu sistem negara baru? Ini menarik diselisik. Konsep khilafah sebagai negara baru merupakan konsep politik yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang distingtif dengan model nation-state yang mendominasi dunia saat ini. Khilafah didasarkan pada gagasan persatuan umat di bawah satu komando: “khalifah”, yang terpilih secara monarkis dengan tanggung jawab untuk memerintah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Oleh para pendukungnya, khilafah dipandang sebagai cara menyatukan dunia Muslim dan menciptakan peradaban Islam yang super power. Berbeda dengan model negara-bangsa saat ini yang didasarkan pada perbatasan dan kebangsaan, sistem khilafah didasarkan pada kesamaan identitas agama, yakni Islam. Ia juga berbeda dari nation-state dalam hal pendekatannya terhadap pemerintahan. Ada iklim feodalisme yang besar di situ, yang tak ditemukan dalam negara-bangsa yang egaliter.

Namun demikian, penting digarisbawahi juga bahwa ada interpretasi yang berbeda tentang khilafah dan penerapannya sebagai modern. Sementara kalangan mengadvokasi pembentukan negara khilafah baru, yang lain percaya bahwa bekerja dalam negara-bangsa untuk mempromosikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam juga sangat terbuka lebar. Negara-bangsa tak mengekang Islam. Dalam konteks itu, mengapa khilafah harus dijadikan negara baru—merombak yang ada?

Selain itu, jika diamati Turki Utsmani misalnya, ia tidak punya perbedaan signifikan dengan nation-state. Artinya, jika Dinasti Umayyah, Abbasiyah, hingga Utsmani diklaim sebagai simbol negara khilafah, apa yang membuat seluruh negara dinasti tersebut lebih unggul daripada negara bangsa? Taruhlah khilafah diklaim negara baru, apakah negara tersebut seratus persen lebih baik? Tidak. Kemiskinan dan diskriminasi di abad pertengahan juga marak terjadi. Itu harusnya menyadarkan.

Politik Baru, Benarkah?

Selanjutnya khilafah sebagai sistem politik baru. Baru macam apa yang dimaksud para pendukungnya itu? Memang, khilafah dalam arti yang dipercaya pendukungnya merupakan sistem politik yang berbeda dengan sistem politik yang ada saat ini. Sistem khilafah didasarkan pada prinsip-prinsip pemerintahan Islam dan dipandang sebagai cara menciptakan masyarakat yang adil dan merata, juga anti-sekularisme dan anti-kapitalisme. Selama ini, narasinya ke arah itu.

Berbeda dengan sistem politik saat ini yang sering kali didasarkan pada prinsip-prinsip sekuler dan konsep pemerintahan Barat, sistem khilafah diklaim berdasar pada prinsip syariat dan tuntunan Nabi Muhammad. Sistem khilafah konon menekankan pentingnya keadilan, musyawarah, dan akuntabilitas antara penguasa dan rakyat. Pendukung khilafah kerap meminta umat Muslim berefleksi, bukankah sistem politik saat ini justru menyengsarakan mereka (?).

Sayangnya, khilafah bukanlah sistem politik tertentu. Bantahan ini sudah ribuan kali dilakukan, tapi aktivis khilafah tidak pernah mengindahkan. Mereka selalu bicara soal anti-Barat dalam semua aspek politik, namun tidak pernah sama sekali menjelaskan secara detail bagaimana jika sistem tersebut berhasil tegak akan bertahan dalam alienasi sistem politik dan ekonomi global. Itu namanya menyengsarakan diri. Sistem politik-ekonomi itu integratif. Ini harus dicatat.

Dengan demikian, propaganda khilafah melalui jargon #NegaraBaru dan #PolitikBaru sama sekali mengada-ada. Tak pernah benar-benar ada negara baru dalam khilafah, selama tidak mampu mengentaskan kemiskinan dan ketidakadilan secara total. Dan memang itu mustahil terjadi. Tak pernah juga ada sistem politik yang sungguh baru, yang ada adalah monarki atau demokrasi. Propaganda khilafah memang sedangkal dan senaif itu. Sangat mengerankan masih banyak yang berhasil dikelabui.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru