31 C
Jakarta

Ihwal Wakaf Fantastis Kepada Aktivis Khilafah

Artikel Trending

EditorialIhwal Wakaf Fantastis Kepada Aktivis Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Viral tentang seorang perempuan bernama Siti Aisyah, pengusaha asal Surabaya yang berdomisili di Jakarta, yang berwakaf kepada Ustaz Fatih Karim. Wakaf dimaksud berupa dana 100 miliar untuk pendirian pesantren dan masjid Al-Fatih, asuhan Fatih Karim. Siapakah Aisyah dan Fatih? Nama yang kedua ini sudah familiar karena kontroversinya sebagai anggota HTI. Melihat wakaf dengan jumlah fantastis itulah kemudian penting untuk ditelaah, ihwal wakaf terhadap pejuang khilafah.

Untuk diketahui, Ustaz Fatih Karim adalah seorang pendakwah dan pengusaha asal Indonesia yang lahir di Jakarta pada 23 Oktober 1978. Ia dikenal sebagai seorang ulama yang aktif dalam memberikan ceramah dan kajian Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Fatih menghabiskan masa kecilnya di lingkungan yang taat beragama.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN 08 Menteng, Jakarta, ia melanjutkan pendidikannya di pesantren Al-Ittifaqiyah, Tangerang, dan kemudian di Pondok Pesantren Al-Falahiyah, Tangsel. Pada tahun 1996, Fatih memulai studinya di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selama kuliah, ia aktif sebagai anggota Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di kampusnya. Di situlah, ia berkenalan dengan HTI.

Setelah lulus kuliah pada tahun 2000, Fatih memulai karirnya sebagai pengusaha. Ia mendirikan perusahaan di bidang jasa konsultan manajemen dan pelatihan, dan meraih sukses sebagai seorang pengusaha muda. Namun, kegiatan dakwah tetap menjadi fokus utamanya. Ia sering diundang sebagai dai baik di Indonesia maupun di luar negeri. Ia juga aktif menulis dan menghasilkan beberapa buku tentang Islam dan ekonomi.

Fatih juga pernah terlibat dalam beberapa kontroversi terkait pandangan-pandangannya tentang agama dan politik Islam. Namun, ia tetap menjadi salah satu pendakwah yang populer di Indonesia dan kerap diundang untuk memberikan ceramah di berbagai kesempatan. Salah satu kontroversinya ialah ketika dirinya ikut menyuarakan pentingnya menegakkan khilafah. Ini bisa dicek bebas dalam portal-portal HTI dan tulisan-tulisan lalu di rubrik Harakatuna.

Lalu, kembali pada wakaf Siti Aisyah. Tanah seluas 5.000 m dan 100 miliar untuk Masjid Al-Fatih tentu bukan jumlah yang sedikit. Perempuan paruh baya itu sungguh dermawan, sama dengan orang tuanya yang ahli wakaf—pernah mewakafkan jumlah yang tak kalah fantastis untuk NU. Tidak ada yang salah dengan pemberi wakaf dan justru itu sangat mulia demi kemaslahatan umat. Namun, yang penting ditanya, apakah wakaf untuk aktivis khilafah, Fatih Karim, itu tidak masalah?

BACA JUGA  Kelompok Rentan Harus Jadi Prioritas Utama dalam Pencegahan Terorisme

Agar tidak terjadi simpang siur, Redaksi Harakatuna berusaha mencari jawabannya. Ada dua cara untuk melihat persoalan wakaf terhadap aktivis khilafah.

Pertama, Fatih Karim sebagai dai sama sekali bukan masalah. Dalam konteks ini, wakaf terhadap yayasan miliknya adalah sah-sah saja. Tidak ada yang perlu dipesoalkan. Umat Muslim atau netizen tidak perlu saling umpat di media sosial. Pemberi wakaf niatnya baik, dan penerima wakaf juga tidak ada niat buruk. Hanya saja, Fatih Karim sebagai HTI itulah yang mesti senantiasa dalam pengawasan. Sikap yang pas adalah tidak perlu reaktif namun juga tidak mengentengkannya.

Kedua, ideologinya yang berbahaya. Dalam konteks ini, harus ada monitoring ketat terhadap lembaga keislaman tersebut. Jangan sampai di dalamnya menjadi sarang indoktrinasi HTI. Jika itu pesantren, kurikulumnya harus diawasi. Jika itu masjid, kajian-kajian dan kepengurusannya juga harus dikawal. Penyalahgunaan apa pun merupakan penyelewengan, maka jika ditemukan anasir HTI di dalamnya, penindakan segera adalah langkah wajib.

Dua cara ini sangat penting untuk mengawal yayasan Al-Fatih tetap dalam khitahnya sebagai pesantren yang mencerdaskan umat. Nilai-nilai nasionalisme dan empat pilar kebangsaan harus jadi fondasi di dalamnya, melalui pendampingan penuh oleh stakeholder terkait, baik Kemenag maupun Kemenkumham. Jika di dalamnya coba diselipkan ajaran-ajaran yang mengarah pada nasionalisme, Fatih Karim-lah yang kali pertama harus ditindak secara hukum. Tanggung jawab penuh ada padanya. []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru