rsatukan umat Islam. Namun, pengelolaan masjid harus konsepsional agar menghindari terjadinya paham radikalisme yang menjadi ancaman bagi eksistensi NKRI dan ideologi Pancasila.
“Saya menganggap masjid itu merupakan tempat paling ideal untuk mempersatukan warga Indonesia khususnya untuk umat islam,” katanya pada Seminar Nasional Kemasjidan bertema Mewujudkan Masjid Sebagai Media Penyebar Islam Rahmatan Lil’ Alamin dan Pemersatu Bangsa, Kamis (27/12/2018).
Nasaruddin menuturkan, ada 41 masjid yang terpapar penyebaran paham radikalisme dan terorisme yang diungkap Badan Intelijen Negara (BIN) atas temuan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Temuan itu harus menjadi perhatian agar pengelolaan masjid dilakukan lebih baik.
Nasaruddin memberikan salah satu contoh masjid yang patut ditiru, yakni masjid nabi yang menjadi pusat pertemuan lintas agama yang dilakukan sebanyak 60 orang dipimpin langsung oleh nabi.
“Mari kita mencontoh masjid nabi, masjid yang memberdayakan umatnya, bukan umatnya yang memberdayakan masjidnya,” katanya.
Kendati ia tak menekankan untuk terpaku dengan zaman dulu. “Kita tidak harus terpaku oleh terkemuka ada zaman dulu (dalam mengelola masjid). Beda dengan zaman sekarang khususnya di Indonesia,” ujarnya.
Harapannya, dengan diadakan seminar nasional ini, seluruh pengelola masjid dan masyarakat dapat mengenal bahaya radikalisme dan terorisme yang terjadi saat ini. “Mari kita pertahankan masjid kita, bukan hanya satu kelompok tapi juga kelompok lainnya,” ungkapnya.