29.7 C
Jakarta

Mahfud MD dan Simbol Kebangkitan NKRI Melawan Radikalisasi Khilafah

Artikel Trending

Milenial IslamMahfud MD dan Simbol Kebangkitan NKRI Melawan Radikalisasi Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Virus radikalisasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) telah gagal memenangkan tampuk kekuasaan negara. Dalam hal ini, ide kelompok tersebut ingin mengganti ideologi Pancasila dengan khilafah Islamiyah sebagai sistem pemerintahan negara Islam. Baik itu, dari sistem politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Namun, virus ISIS kembali digagalkan oleh peran Mahfud MD.

Wajah dunia internasional, terutama Indonesia selalu merasakan ketakutan akibat radikalisme dan terorisme yang lahir dari ISIS. Kelompok yang menggunakan sentimen agama ini, yaitu Islam. Tentu berdampak negatif terhadap stigma Islam sebagai agama yang tidak pernah mengajarkan kita melakukan kekerasan dan kebiadaban sesama umat manusia.

ISIS selama ini mengakui ajaran Islam sebagai tujuan utama tegaknya khilafah. Akan tetapi, konsep keislaman mereka. Mulai dari jihad, pembunuhan, bom bunuh diri, takfiri, hijrah dan lain-lain sebagainya merupakan ikon doktrinal mereka yang selama ini menjadi jualan utama dalam membenarkan berbagai cara kekerasan dan menarik sebanyak mungkin pendukung dari berbagai kalangan.[Suaib Thahir, dkk; 2016, hal 04]

Sungguh pasca kekalahan mereka di Suriah 2019 lalu, membuat eks ISIS sadar dan ingin berhijrah ke Indonesia. Namun, hasrat untuk berhijrah tampak ada penolakan dari elit negara karena masih ada beberapa alasan. Pertama, kepulangan 600 eks ISIS bisa berdampak negatif bagi masyarakat yang mencintai Pancasila. Kedua, munculnya khilafatisme di Indonesia.

Kedua alasan ini terjawab sudah pasca Mahfud MD Menkopolhukam memutuskan. Bahwa, “saat ini terdapat 689 WNI yang diduga teroris pelintas batas (foreign teroris fighter) dan eks anggota kelompok teror ISIS yang tersebar di beberapa negara Timur Tengah. Hal ini berdasarkan data CIA (Central Intelegence Agency), 689. Sebanyak 228 ada identitas dan teridentifikasi. Sisanya 401 tidak teridentifikasi. Sementara dari ICRP (Indonesia Conference on Religion and Peace) ada 185 orang. Mungkin 185 orang itu sudah jadi bagian dari 689 dari CIA”. (Kompas; 11/02/20) ucap Mahfud MD.

Menurut hemat penulis, penolakan Mahfud MD yang berdasarkan laporan lembaga internasional itu tidak hanya didasarkan kepada pertimbangan empiris, tetapi sosiologis. Di mana, putusannya mencerminkan simbol kebangkitan NKRI dalam menangkal modus radikalisasi dan terorisasi ISIS. Karena itu, putusannya sesuai dengan kaidah “dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih”. Artinya, menolak bahaya harus lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.

Mahfud MD dan ISIS Antitesa NKRI

Keberadaan Mahfud MD sebagai negarawan dan intelektual hukum Islam moderat membawa dampak positif dalam menuntaskan isu-isu radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Terutama kaitannya dengan politik keamanan yang kian terancam dan masyarakat mudah terpapar paham radikal yang berpotensi melahirkan terorisme. Terorisme salah satunya lahir dari kelompok ISIS. Yaitu, kelompok yang masif mencari legitimasi kekerasan atas nama agama dan perlawanan kepada negara.

ISIS sebuah kelompok radikal dan teroris telah diyakini sebagai musuh semua agama dan negara. Kerapkali aksi kekerasan mereka ditampilkan ke publik dan dianggap sebuah kebenaran. Padahal, tindakan tersebut sungguh sebuah kesesatan, dan kebiadaban yang tidak memiliki wawasan keagamaan yang kuat. Sehingga, nurani kemanusiaan mereka tertutup rapi oleh amarah atau emosi untuk berperang.

BACA JUGA  Stop Polarisasi! Rakyat Indonesia Mesti Bersatu

Pun ISIS adalah antitesa NKRI. Karena itu, keberadaan gerakan radikal ini sangat berpotensi mengancam keutuhan NKRI, karena gerakan penyebaran ajaran ISIS kian masif di berbagai daerah, dan jumlah pengikut ISIS juga kian bertambah. Hal ini perlu kita waspadai, setidaknya komitmen pemerintah harus kita hormati meski menolak kepulangan 600 WNI eks ISIS. Sebab itu, adalah langkah preventif.

Meskipun tujuan ISIS murni jihad fii sabilillah atau karena ada motif kapital (fulus)?. Menurut penulis setidaknya ada tiga faktor. Pertama, sebagian ada yang murni spirit “jihad fii sabilillah” di Suriah, motivasi jihad fisabilillah ini yang menyebabkan masyarakat muslim Indonesia masuk bergabung dengan ISIS. Selain itu, ISIS juga kerap kali kampanye soal pendirian khilafah yang sudah lama runtuh.

Kedua, dipicu motif ekonomi yang menggiurkan, hal ini mempunya relasi yang erat dengan kondisi ekonomi masyarakat kita yang masih didominasi kelas menengah ke bawah. Hal ini rentan tergoda dan berpotensi masuk ISIS, apalagi disinyalir ISIS tidak tanggung-tanggung menjanjikan gaji khusus untuk para pejuang yang berjihad versi ISIS (perang).

Koreksi Atas Sistem “Khilafah”

Musim semi Arab telah menimbulkan pengaruh yang super dahsyat, karena berdampak ke negara-negara tetangga. Revolusi pertama dimulai dari Mesir kemudian bergeser ke negara tetangga, yaitu Tunisia hingga kemudian melahirkan “anak haram” yang kita sebut ISIS.

Revolusi yang terjadi di negara-negara Arab merupakan imbas dari gejolak politik yang berkepanjangan di negara-negara Arab. Tumbangnya rezim otoritarianis di Mesir, Tunisia memunculkan harapan baru dengan sistem demokrasi yang masih dalam proses transisi. Tetapi kebangkitan rezim demokratik di negara-negara Arab sudah dalam fase transisi.

Tahapan demi tahapan sudah dilakukan meskipun kerapkali menemui jalan terjal, setidaknya dengan hadirnya ISIS yang mengumandangkan kembali sistem “khilafah” (radikalisasi) yang tidak paham soal sejarah kemerdekaan NKRI. Padahal, sejarah telah membuktikan sistem khilafah tidak mampu bertahan diterpa zaman modern. Buya Syafi’ie Maarif mengatakan bahwa kekuasaan apapun bila tidak dikontrol oleh nilai-nilai kenabian sering benar membuahkan malapetaka, sekalipun penguasanya mengaku beragama Islam.

Selama ini sistem khilafah selalu identik dengan pemerintahan Islam, tetapi perilakunya kerapkali bertentangan dengan spirit ajaran Islam. Lihat saja tumbangnya kekuasaan khilafah Turki Usmani. Artinya, sistem khilafah jika diterapkan di era yang serba demokrasi, rasanya tidak kontekstual dan tidak mampu beradaptasi dengan zaman modern yang menjunjung tinggi kebebasan dan humanisme.

Dalam konteks ini, spirit mendirikan kembali sistem khilafah yang dikumandangkan ISIS akan mengalami banyak tangan, apalagi cara-cara dan pendekatan yang digunakn ISIS kerap mempertontonkan kekerasan dan pemaksaan. Karena itu, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia menolak keras kehadiran ISIS, apalagi 600 WNI eks ISIS yang bisa saja mengancam keutuhan NKRI.

Alhasil, peran dan komitmen Mahfud MD sebagai menteri Jokowi yang melakukan preventifisasi. Sungguh merupakan kemenangan dan simbol kebangkitan NKRI dalam melawan radikalisasi khilafah yang diinginkan oleh ISIS. Masyarakat Indonesia perlu berbangga diri karena memiliki sosok Mahfud MD sebagai intelektual hukum Islam moderat yang menjadi benteng kekuatan negara-bangsa dari virus radikalisasi dan terorisasi.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru