30.8 C
Jakarta

Jatuh Cinta Pada Istri Orang Lain, Bolehkah?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamJatuh Cinta Pada Istri Orang Lain, Bolehkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Laki-laki jatuh cinta pada perempuan adalah hal yang wajar, namun bagaimana jika perempuan yang dicintai ternyata sudah menjadi istri orang lain? Mari kita simak penjelasan berikut!

Salah satu definisi cinta adalah kecondongan hati pada sesuatu yang membuat seseorang gembira. Di dalam kitab  al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah dijelaskan:

المحبة في اللغة : الميل إلى الشيء السار

“Cinta secara bahasa adalah kecondongan (hati) kepada sesuatu yang membahagiakan.” (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Juz 36, Halaman 186)

Dari pengertian di atas dapat diambil pemahaman bahwa cinta adalah permasalahan hati. Sementara hati merupakan sesuatu yang tidak dapat dikontrol oleh manusia. Cinta bersifat alami yang tidak bisa disengaja ataupun ditolak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Hazm sebagaimana berikut:

ﻭﻟﻴﺲَ ـ ﺍﻟﺤُﺐ ـ ﺑﻤُﻨﻜَﺮٍ ﻓﻲ ﺍﻟﺪِّﻳﺎﻧﺔِ ﻭﻻَ ﺑِﻤﺤﻈُﻮﺭٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺮﻳﻌﺔِ ، ﺇﺫِ ﺍﻟﻘُﻠﻮﺏُ ﺑﻴﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋﺰَّ ﻭﺟﻞَّ .

“Cinta itu tidak dilarang di mata agama dan tidak dosa dalam hukum syariat, karena hati adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla.” (Mausu’ah al-Jinsaniyah al-Arabiyah, Halaman 270)

Pada dasarnya jatuh cinta pada siapapun tidak dipermasalahkan dalam agama, bahkan pada istri orang lain. Namun yang menjadi masalah adalah tidakan nyata dari cinta tersebut, seperti mengungkapkan, mendekati dan sebagainya. Sebab ungkapan cinta adalah hal yang dapat dikendalikan oleh manusia berbeda dengan hati.

Sebab dengan mengungkapkan, mendekati dan seterusnya dapat menyebabkan rusaknya rumah tangga yang sudah dibangun oleh sepasang suami-istri. Tentu hal ini dilarang di dalam agama. Rasulullah bersabda di dalam sebuah Hadis:

BACA JUGA  Hukum Mengucapkan Selamat Hari Natal Bagi Umat Islam

وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا -رواه النسائي

“Barang siapa yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya maka ia bukan termasuk dari golongan kami”. (HR. al-Nasai).

Meskipun seseorang yang merusak hubungan suami-istri tadi, boleh menikahi wanita tersebut jika sudah resmi bercerai, namun ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah mengatakan bahwa hal tersebut termasuk dosa yang paling keji di sisi Allah SWT dan ia termasuk orang yang paling fasik.

اَلْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ قَالُوا: إِنَّ إِفْسَادَ الزَّوْجَةِ عَلَى زَوْجِهَا لَا يُحَرِّمُهَا عَلَى مَنْ أَفْسَدَهَا بَلْ يَحِلُّ لَهُ زَوَاجُهَا وَلَكِنْ هَذَا الْإِنْسَانُ يَكُونُ مِنْ أَفْسَقِ الْفُسَّاقِ وَعَمَلُهُ يَكُونُ مِنْ أَنْكَرِ أَنْوَاعِ الْعِصَيَانِ وَأَفْحَشِ الذُّنُوبِ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Ulama Hanafiyah dan Syafiiyah berpendapat bahwa merusak hubungan suami-istri tidak menyebabkan haram bagi pihak laki-laki yang merusak untuk menikahi wanita tersebut. Tetapi si perusak ini termasuk orang yang paling fasik, tindakannya termasuk salah satu kemaksiatan yang paling mungkar, dan dosa yang paling keji di sisi Allah SWT kelak pada hari kiamat”. (Abdu al-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Mazhab al-Arba’ah, Juz 5, Halaman 48).

Alhasil, jatuh cinta pada istri orang lain tidaklah dilarang dalam syariat Islam, sebab cinta adalah urusan hati yang tidak terkena taklif. Namun jika cinta tersebut diaplikasikan dalam tindakan nyata maka hal itu jelas diharamkan, karena dapat menyebabkan permusuhan di kemudian hari. Bahkan jika samapai merusak hubungan suami-istri maka ia telah melakukan dosa besar dan termasuk orang yang paling fasik.

 

Mohamad Mochsin
Mohamad Mochsin
Pemerhati Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru