31.2 C
Jakarta

ISIS dan Pemalsuan Islam

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuISIS dan Pemalsuan Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sekitar 660 orang terjebak di Suriah. Sebagian ditahan. Sebagian dibiarkan bebas, tapi bebas dalam kekangan ISIS. Ada yang dipenjara bertahun-tahun, tanpa pengadilan yang jelas. Mereka, dulunya, adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Tetapi sekarang tidak. Ada yang sudah membakar paspornya. Rencana pemulangan mereka kembali ke Indonesia ditolak banyak pihak, termasuk oleh pemerintah sendiri.

Semua orang itu, yang terjebak di teritori ISIS, adalah orang yang niat awalnya mulia sekali: hijrah. Membawa seluruh anggota keluarga, mereka berencana bernaung di Daulah Islamiyah, di mana Islam ditegakkan sebenar-benarnya. Tidak seperti di Indonesia. Indonesia, kata mereka, adalah negara thaghut. Islam di negeri ini, kata mereka, belum menyeluruh, belum kaffah.

Lalu timbul keheranan di benak kita. Kenapa ratusan (eks)WNI itu sangat bodoh; lebih percaya ISIS ketimbang negeri mereka sendiri? Ini jawabannya panjang. Yang terang, indoktrinasi adalah sumber malapetakanya. Tetapi indoktrinasi bukan sesuatu yang rigid. Ibarat virus, ia mudah menyebar. Sasarannya adalah mereka yang secara keagamaan kurang sehat, alias tidak paham agama.

Lalu bagaimana virus indoktrinasi ideologi ISIS itu lestari? Jawabannya adalah: dibukukan. ISIS adalah organisasi terstruktur yang tujuannya jelas, yaitu mengacaukan Islam. Mengekspolitasi Islam jelas butuh pengkajian bahkan, ajaran, yang sesuai selera mereka. Misalnya, apa yang tersajikan dalam buku Muqarrar fi al-Tawhid, yang disusun Dewan Penelitian dan Fatwa Daulah Islamiyah ISIS.

Dalam buku tersebut, ISIS berusaha membelokkan ajaran, sembari berdalih bahwa yang demikian adalah ajaran yang sebenarnya. Siapa pun yang membacanya, pasti akan terpengaruh, lebih-lebih jika minim pengetahuan agama. Meski judul bukunya adalah tauhid, tapi siapa pun yang membaca, sesudahnya pasti akan melakukan kekejaman. Radikalisme, ekstremisme, hingga terorisme.

Buku tersebut kemudian dikaji oleh Abu Said al-Arkhabili melalui bukunya, Al-Haqq al-Syahid fi al-Radd ‘ala Muqarrar fi al-Tawhid. Versi bahasa Indonesianya berjudul Al-Haqq al-Syahid Telaah atas Muqarrar fi al-Tawhid. Dari buku ISIS yang mengutak-atik Islam, karya al-Arkhabili lantas menjadi penerang, menuju ajaran yang sebenarnya. Tentang ideologi ISIS, tentang kebodohannya.

Al-Arkhabili Menanggapi

Al-Arkhabili ingin menunjukkan satu hal, bahwa indoktrinasi ISIS tentang ajaran Islam sangat kentara kesemena-menaan dan nonsens dalil. Dalam buku tersebut, ia menelaah sembilan belas doktrin ISIS, mulai tentang asas agama, hubungan Muslim dan non-Muslim, hukum Allah, hingga tentang bid’ah. Al-Arkhabili bersikukuh menampilkan, bahwa Islam ala ISIS adalah keberislaman yang palsu.

Kepalsuan tersebut disebabkan selipan ideologi-ideologi radikal-ekstrem yang notabene kontradiktif dengan ajaran Islam itu sendiri. Mari kita lihat kutipan dalam Muqarrar fi al-Tawhid:

Sesungguhnya pokok din (agama, pen.), dasar dan asasnya adalah iman kepada Allah dan kufur kepada thaghut… Maka tauhid adalah pokok din, inti dan dasarnya, yang dibangun di atasnya seluruh bangunan din. Maka tidak sah keimanan dan tidak diterima amal kecuali dengan merealisasikannya dan bara’ (berlepas diri) dari lawannya.” [hlm. 1]

Kemudian ditanggapi oleh Al-Arkhabili:

Sejauh ini tidak ditemukan nas baik Al-Qur’an maupun hadis yang menyatakan bahwa kufur kepada thaghut merupakan asas agama… Sebaliknya, hadis Nabi  menyatakan bahwa asas keimanan adalah cinta, kepada Allah, kepada Rasul, dan kepada sesama saudara… Apa pula definisi bara’ dan dalilnya, sehingga menjadi standar keabsahan iman? Padahal nas hadis menyatakan bahwa pokok keimanan adalah terpenuhinya rukun iman yang enam… Jadi agama ini bukan tentang thaghut atau al-wala’ wa al-bara’… Agama itu terdiri dari akidah (al-iman), syariah (al-Islam), dan akhlak (al-ihsan). Tiga hal inilah yang merupakan ushul (pokok) agama.” [hlm. 2-3]

BACA JUGA  Gus Dur dan Perjuangan untuk Etnis Tionghoa di Indonesia

Al-Arkhabili menguraikan secara perinci, dan mengungkap betapa tak berdasarknya doktrin ISIS. Bahkan tentang dasar-dasar agama saja, mereka telah keliru. Pelepasan diri (al-bara’) yang dimaksud ISIS ialah memisahkan diri dari sistem yang dianggap tidak sesuai yang diatur Allah. Wujud konkretnya ialah kudeta. Kalau tidak, bisa juga dengan cara pindah. Inilah yang dilakukan para WNI. Mereka melakukan al-bara’ dari Indonesia, dan hijrah ke Suriah.

Begitupun telaah Al-Arkhabili terhadap isi Muqarrar fi al-Tawhid yang lain. Ia memberi kita potret; semua ajaran Islam ala ISIS adalah ajaran ideologis.

Ajaran Ideologis ISIS

Bagian mana yang paling mencolok, bahwa Islam ala ISIS sama sekali keliru, bodoh, dan tak lebih dari doktrin ideologis belaka?

Kita akan menemuinya dalam, misalnya, topik ‘hukum bekerja di instansi pemerintah’. ISIS melalui Muqarrar fi al-Tawhid melakukan indoktrinasi, bahwa sistem selain khilafah adalah thaghut. Karenanya, terlibat dalam instansi kepemerintahan pun merupakan kerusakan (al-mafsadat).

Mundur dari pemerintahan—bisa juga makar—dianggap kerusakan individual (al-mafsadat al-khashsh). Sedangkan tetap di dalamnya, dan berhukum dengan hukum thaghut, tergolong kerusakan kolektif (al-mafsadat al-‘amm). Untuk itu, mundur lebih baik ketimbang harus membahayakan orang banyak.

Jelas doktrin tersebut, bagi Al-Arkhabili memiliki tendensi ideologis. Lumrahnya, yang kita tahu, doktrin tersebut mirip dengan bagaimana Hizbut Tahrir—selain ISIS—beranggapan terhadap pemerintah. Menurut Al-Arkhabili, pemerintahan Indonesia sah. Sebab, faktanya, dari segi sistem pemilihan dan mekanisme pelantikan, pemerintahan di Indonesia sudah memenuhi tujuan-tujuan pensyariatan, maqashid al-syari‘ah. [hlm. 66]

Aspek legislatif, eksekutif, dan yudikatif juga sudah terlembagakan masing-masing. Undang-Undang Dasar 1945 juga memiliki prinsip substansial: menjaga kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat. Khilafah seperti yang diimpikan ISIS adalah proyek yang sama sekali tidak diperlukan. Apalagi jika sampai menimbulkan chaos sosial, politik, ekonomi, dan keamanan. [hlm. 67]

Bagaimana Muqarrar fi al-Tawhid dipakai ISIS untuk memalsukan ajaran Islam adalah harus kita pahami bersama. Untuk itu, telaah Al-Arkhabili merupakan solusi di tengah oase diskursus kegenaraan-keislaman. Lebih-lebih ketika konstekstualisasi telaah tersebut ialah Indonesia, itu semakin mendekatkan kita terhadap satu agenda penting: deradikalisasi.

Buku Al-Arkhabili memberikan kita gambaran untuk tidak pernah percaya dengan bualan-bualan murahan dan bodoh. Sekaligus mewanti-wanti kita untuk tidak terjerumus hipnotis mereka, yang seakan menampilkan sebenarnya. Islam ISIS yang makar-oriented, ekstrem-oriented, dan seterusnya,nyata bertentangan dengan keislaman yang sesungguhnya.

Sekarang kita tahu, kenapa WNI yang terjebak di ISIS itu didominasi orang-orang ekonomi menengah ke atas; karena mereka tak paham agama, dan belajar kepada sumber keliru: ISIS. Atas telaah terhadap buku ISIS, kita harus berterima kasih kepada Al-Arkhabili.

Wallahu A‘lam bi ash-Shawab…

Judul                     : Al-Haqq al-Syahid Telaah atas Muqarrar fi al-Tawhid

Penulis                 : Abu Said al-Arkhabili

Penerjemah          : M. Najih Arromadloni, SAg,.M.Ag

Tahun                   : Februari 2019 (Cet. I)

Penerbit              : Milenia Pustaka Jakarta

Tebal                     : viii + 100 halaman

ISBN                      : 978-602-61885-7-4

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru