29.1 C
Jakarta

Ihsan Tanjung, Pembatal Iman, dan Pemurnian Tauhid

Artikel Trending

Milenial IslamIhsan Tanjung, Pembatal Iman, dan Pemurnian Tauhid
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sekilas, pada tulisan sebelumnya, sudah saya singgung tentang ustaz Ihsan Tanjung. Seperti Zulkifli M Ali yang concern di topik seputar kiamat, dakwah Ihsan Tanjung tengah naik daun dan concern di topik huru-hara sebelum kiamat itu terjadi. Semacam ada kontinuitas antara mereka berdua. Yang terang, ceramah-ceramahnya di YouTube ditonton ratusan ribu kali. Saya tidak perlu menguraikan argumentasi banyak untuk berkonklusi bahwa yang paling digandrungi umat, saat ini, adalah mereka.

Sementara umat tidak lagi tertarik dengan kajian terorisme atau pentingnya menjaga bangsa. Tidak sedikit yang kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, disebabkan polemik-polemik, atau kebijakan mereka yang dianggap tidak memihak rakyat. RUU HIP, RUU Cipta Kerja, dan lainnya, termasuk juga kebijakan menangani COVID-19, dianggap bukti carut-marut negeri. Para dai—yang Ihsan Tanjung termasuk di antaranya—meyakinkan, semua ini adalah tanda akhir zaman. Di sinilah semua bermula.

Memahami bahwa umat butuh asupan ikhwal akhir zaman merupakan kunci dari keberhasilan dakwah kekinian. “Di Balik Social Distancing,” “Sistem Yahudi Mau Sampai Kapan Diikuti?,” “Distancing Impian Yahudi,” “Ternyata Demokrasi Artinya Mengerikan,” “Waspada Pembatal Islam,” “Sistem Kafir Syirik Pembatal Iman,” “Dosa-dosa yang Membatalkan Keimanan,” “Pemilu dan Pembatal Keimanan,” dan masih banyak lainnya, adalah suguhan Ihsan Tanjung kepada umat—dan mereka menyukainya.

Melihat kontennya yang tidak berkompromi dengan realitas, bahkan membenturkan musibah COVID-19 dengan kebijakan yang diambil atasnya, tulisan ini hendak mengulas tentang ustaz Ihsan Tanjung: orientasi dakwah hingga relasinya dengan, atau posisinya sebagai, pengkritik pemerintah. Narasi “pembatal keimanan” yang diusung ustaz Ihsan Tanjung merupakan sesuatu yang menarik, yang mustahil lahir dari ruang kosong. Sebenarnya siapa ustaz Ihsan Tanjung itu?

Ustaz Ihsan Tanjung

Hilmi Aminuddin, yang digadang-gadang sebagai mu’assis partai PKS, memiliki banyak murid, yang kemudian masyhur di bidangnya masing-masing. Ada yang menjadi politisi, tidak sedikit pula yang menjadi dai. Yang bergelut di bidang dakwah, di antaranya, Rahmat Abdullah, Ruslan Efendi, Ahzami Samiun Jazuli, dan Ihsan Tanjung. Manhaj mereka adalah manhaj PKS, yaitu anti-nasionalis. Ketika PKS dirumorkan keluar dari khitah awal, Ihsan Tanjung tetap, tetapi tidak sekonfrontatif para aktivis HTI.

Alhamdulillah. Maka bertambahlah tokoh yang menyadari virus nasionalisme. Semoga ustaz Ihsan Tanjung menjadi barisan pejuang syariah dan khilafah. Allahu Akbar!

Statemen tersebut muncul kurang lebih satu dekade yang lalu, setelah ustaz Ihsan Tanjung keluar dari PKS. Beberapa analisa dilakukan. Ada yang berpendapat bahwa ia, juga ustaz-ustaz lain yang out dari PKS, akan tetap semanhaj dengan PKS namun beda medan dakwah. Mereka hanya lepas dalam hal politik partai. Para ustaz tersebut tidak akan masuk ke HTI, apalagi salafi. Namun setelah sepuluh tahun berlalu, masihkah kita sangsi bahwa Ihsan Tanjung merapat ke salah satu kelompok yang disangkal tadi?

BACA JUGA  Serangan Moskow dan Bukti Kekejaman Teroris di Bulan Ramadan

Di panggung, kita melihat ia berkolaborasi dengan Zulkifli M Ali yang notabene berlatar salafi. Ia juga tidak segan membahas soal khilafah akhir zaman, penguasa zalim, konspirasi Yahudi, dan topik huru-hara lainnya. Terlepas dari apa identitas politiknya, saya meyakini bahwa ustaz Ihsan Tanjung tetap tidak bisa berkompromi dengan pemerintah, menyebut thaghut atau tidak, yang jelas tidak akan sehaluan. Ia memang bukan takfiri, tetapi ceramahnya berbicara tentang keimanan dalam diri kita masing-masing. Bagi Ihsan Tanjung, ada yang tidak beres dengan realitas social, dan iman kita menjadi ancaman.

Dakwah Pemurnian

Saya mengutip ceramah Ihsan Tanjung sehari yang lalu, Kamis (29/10), sebagai berikut:

Kita bilang dalam shalat kita: ‘ghairil maghdhub ‘alaihim wala al-dhallin, Jangan masukkan kami ke dalam golongan yang Kau murkai yaitu Yahudi dan Kau sesatkan yaitu Nasrani’. Tetapi di luar shalat, ngekor sama Yahudi-Nasrani. Ideology cocok sama ideology mereka. Memisahkan Negara dengan agama, sekuler. Politik ngambil kaidah politik mereka: kedaulatan di tangan selain Allah. Sejak kapan umat Islam beranggapan selain Allah berdaulat di muka bumi ini? Tidak ada yang berdaulat kecuali Allah Swt. Di bidang ekonomi ngekor sama mereka. Di bidang hukum juga begitu…

Siapa “mereka” yang Ihsan Tanjung anggap mengekor Yahudi-Nasrani? Kita yang hidup dan patuh di bawah sistem demokrasi, bukan? Kenapa ia tidak berterus-terang bahwa sebenarnya ia mengkafirkan kita semua dengan bahasa yang sangat halus? Dan, apakah yang ia maksud memurnikan kembali semuanya adalah mengkiblatkan diri kepada ideologi PKS, salafi, HTI, atau siapa? Apakah dengan demikian hendak ia sebarkan sebuah ideologi baru?

Sebenarnya, jika diteliti, sepak terjang dakwah pemurnian umat dari “pembatal keimanan” mirip sekali dengan dakwah aliran Murji’ah di masa lalu. Ketika Khawarij mengkafirkan Sayyidina Ali dan Muawiyah, dan Syiah mengkafirkan Muawiyah serta tiga khalifah sebelum Sayyidina Ali karena dianggap merebut haknya, Murji’ah muncul untuk menghindari “kafir-mengkafirkan” itu, dan bertolak dari premis “kita masih mukmin atau tidak”. Pada kenyataannya semua sama, tidak lebih dari sinonimi belaka.

Ihsan Tanjung bertolak dari realitas yang carut-marut, menyeretnya ke isu akhir zaman, membumbuinya dengan pembatalan keimanan, sembari menyalahkan semuanya dengan realitas sosial-kenegaraan yang kita terapkan. Ia tidak berucap “Anda kafir,” tetapi berucap, “Hati-hati imannya batal,” yang keduanya sama sekali tidak memiliki perbedaan makna.

Dakwah pemurnian ala Ihsan Tanjung adalah sinonim ajaran sang “Singa Tauhid”. Tidak heran kemudian, ketika ia digandrungi banyak jemaah. Tetapi apakah sebatas digandrungi? Dan siapakah mereka yang menggandrungi? Kita lanjutkan pada bagian yang akan datang. Bersambung.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru