24.1 C
Jakarta

Pancasila dan Pendidikan Anti Kekerasan

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuPancasila dan Pendidikan Anti Kekerasan
image_pdfDownload PDF

Dampak kecanggihan teknologi membuat generasi masa kini lupa diri. Pendidikan karakter yang diagung-agungkan pada zaman dahulu kini telah dilucuti oleh budaya teknologi. Padahal, pendidikan karakter merupakan sebuah pondasi yang harus dibangun kokoh sejak dini. Meskipun pendidikan karakter disinyalir telah menjadi satu kesatuan kurikulum pendidikan, namun pada kenyataannya dunia pendidikan masih kecolongan dengan kasus-kasus kekerasan.

Pendidikan budaya serta karakter bangsa bukan hanya dijelaskan namun juga harus diaplikasikan. Sehingga titik berat dari pendidikan karakter ini lebih ditekankan kepada segi praktik dibanding dengan teori. Tidak jarang kita melihat pelajaran karakter atau yang lebih dikenal dengan PKn di sekolah dianggap membosankan, karena tidak diimplementasikan namun hanya dijelaskan melalui teori-teori yang membosankan. Siswa tidur, bercanda saat guru menerangkan, serta keluar masuk ruangan menjadi pemandangan biasa saat berlangsungnya kegiatan mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa cara penyampaian pelajaran karakter kepada siswa telah dianggap kuno dan tidak sesuai.

Pendidikan Karakter-Oriented

Dalam sebuah institusi pendidikan, kita pernah melihat banyak guru yang berjejer di depan gerbang. Mengantri untuk bersalaman dengan murid yang baru datang ke sekolah. Kemudian budaya seperti mengucapkan salam kepada guru saat datang dan pulang di sekolah, membaca doa sebelum memulai pelajaran, atau kegiatan yang menumbuhkan kecintaan kepada bangsa seperti Pramuka dan Paskibra. Budaya seperti ini dapat meningkatkan keharmonisan antara guru dengan siswanya. Sebenarnya budaya ini telah lama mengakar, namun perubahan zaman telah menggeser semuanya. Harusnya budaya inilah yang dimunculkan dalam dunia pendidikan.

Maka penguatan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dibangun kembali. Budaya dan karakter luhur bangsa harus dihidupkan kembali. Semua komponen dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga ke jenjang perguruan tinggi harus berperan aktif menyebarkan virus positif karakter bangsa. Tidak ada yang bisa menolak karakter dan budaya yang telah masuk ke bangsa tercinta. Tetapi yang penting adalah bagaimana menyusun sistematika pendidikan untuk membentengi generasi muda dari pengaruh negatif budaya asing dan menjadikannya lebih berkarakter dan berbudaya.

Nilai-nilai kebajikan yang selama ini diterapkan masyarakat sebagian besar bersumber dari Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki posisi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab negara, yang merupakan institusi utama pengaturan masyarakat, tidak hanya mengatur aspek material namun juga mental. Dengan mendasari negara sebagai nilai-nilai normatif, Pancasila juga semestinya menjadi pola dasar dari cara berpikir dan bertindak dari masyarakat [hlm 10].

BACA JUGA  Gus Dur dan Perjuangan untuk Etnis Tionghoa di Indonesia

Butuh Campur Tangan Pemerintah

Hal ini pun tidak bisa berjalan dengan lurus tanpa campur tangan pemangku kepentingan. Pemerintah harus mendukung program pengembalian budaya luhur bangsa ke dalam dunia pendidikan. Selain itu, sang pemangku kepentingan juga harus merancang model ke depan agar tidak terjadi kejenuhan. Target dari model pendidikan karakter adalah bagaimana anak tidak hanya menguasai berbagai materi dan teori, namun juga harus mempunyai aplikatif yang positif terhadap kemajuan negeri. Oleh karena itu, rekayasa budaya dalam bentuk positif harus terus menerus dilakukan.

Sebagai pandangan hidup atau pandangan dunia (Weltanschauung), nilai-nilai Pancasila merupakan cara bangsa Indonesia dalam memandang dan memaknai dunia serta kehidupan. Ia berada di dunia kehidupan (Lebenswelt), yakni dunia sehari-hari yang dihuni oleh masyarakat yang dibentuk oleh sistem kultural yang menyejarah [hlm 13].

Namun untuk menerapkan semua nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila dibutuhkan waktu yang relatif lama. Tidak mungkin memasukkan budaya yang asing bagi milenial dengan waktu yang cepat. Perlu ada penyesuaian dan pembiasaan yang terus menerus dilakukan oleh semua pihak. Baik keluarga, sekolah, maupun lingkungan harus bersatu padu membentuk karakter bangsa yang sempurna.

Ayo wujudkan pendidikan yang berkarakter dan berbudaya yang mendorong siswa lebih sensitif mengawal perkembangan zaman. Tidak hanya pendidikan yang melahirkan orang pintar, namun juga orang yang berkarakter dan bermoral. Sehingga tidak akan terjadi kembali kekerasan yang selama ini menghiasi jendela pendidikan. Dan Pancasila sebagai gerbang terdepan yang mengawal pergerakan moral, harus selalu dijadikan landasan untuk terwujudnya pendidikan karakter yang sesuai dengan intensitas masyarakat.

Judul Buku: Islam, Pancasila, dan Deradikalisasi Meneguhkan Nilai Keindonesiaan

Penulis: Syaiful Arif

ISBN: 978-602-04-6222-6

Jumlah Halaman: 276 Halaman

Tahun Terbit: 2018

Penerbit: Elex Media Komputindo

 

Muhammad Nur Faizi, Reporter LPM Metamorfosa UIN Sunan Kalijaga, Pemerhati isu-isu sosial dan keagamaan. Santri Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi’ien, Yogyakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru