30 C
Jakarta

Meretas Kesenjangan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Zakat Fitrah

Artikel Trending

KhazanahOpiniMeretas Kesenjangan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Zakat Fitrah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ajaran Islam di samping berdimensi spiritual tentu juga berdimensi sosial. Salah satu ajaran tersebut adalah puasa (shiyam). Puasa adalah ibadah yang mampu memengaruhi kepribadian seseorang. Berkat puasa, kepribadian seseorang melonjak naik dari yang sebelumnya. Hakikat puasa adalah memberikan makna ibadah sebagai kewajiban yang harus dilakukan, sedangkan tujuannya adalah menjaga-melestarikan kehidupan manusia. Tapi yang terpenting adalah menjaga keseimbangan antara tuntutan individu dan kebutuhan sosial masyarakat. Terutama di tengah masa pandemi seperti saat ini.

Puasa Ramadhan selain berdimensi ibadah dengan melaksanakan kewajiban yang diperintahkan agama juga berkorelasi dengan kehidupan umat Islam yang masih terbelakang secara ekonomi, hidup dalam kelompok-kelompok kecil di wilayah-wilayah kumuh sudut kota, anak jalanan dan ibu jompo yang kekurangan ekonomi, mestinya menjadi perhatian kita semua sebagai tanggung jawab sosial.

Puasa Ramadhan yang dilakukan dalam waktu tertentu akan mampu menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat sehingga ekspresi kesadaran atas sesuatu secara kolektif dapat berkembang. Kolektifitas yang muncul secara berulang-ulang sekaligus mendapatkan legitimasi agama akan mengandung kekuatan sakral.

Sementara itu, punishment atau balasan yang diberikan pada orang yang tidak melaksanakan puasa sejalan dengan perilaku manusia yang cenderung membangkang dari aturan. Punishment merupakan langkah antisipatif atas perilaku yang kontraproduktif bagi pencapaian target-target spiritual-sosial puasa. Sehingga mendorong umat Islam untuk tertib aturan dan bersama-sama konsisten mewujudkan agenda-agenda spiritual-sosial.

Punishment yang berkaitan dengan Ramadhan inilah lanjut Habib Ali, yang menjadikan kelompok muslim tampak menjadi sebuah perkumpulan masyarakat beragama “dipaksa” untuk menciptakan kepastian, mempunyai antusiasme spiritual dan sosial, sekaligus melakukan perubahan sosial secara radikal dan meluas.

Selain itu, santunan konsumtif (zakat fitrah) juga identik dengan puasa Ramadhan. Seseorang yang akan melakukan zakat fitrah harus melalui puasa Ramadhan. Karena itu zakat fitrah adalah aksi sosial secara massal yang digerakkan oleh individu-individu yang telah melakukan proses penyadaran dan empati. Zakat fitrah perspektif keimanan merupakan kewajiban sosial yang berdampak akhirat dan ekspresi kepentingan akhirat yang berdimensi sosial.

Kesenjangan Ekonomi di Masa Pandemi

Sebagaimana kita ketahui, pandemi COVID-19 ini tidak hanya memporakporandakan nyawa manusia, tapi juga telah menghancurkan tatanan ekonomi masyarakat, baik secara nasional maupun secara global. Tidak hanya orang miskin yang sasaran dampak COVID-19 ini tapi juga berbagai lapisan masyarakat, termasuk para kelompok menengah dan kaya. Situasi ini tentu sangat mengancam terhadap eksistensi ekonomi nasional. Para pelaku usaha bisa jatuh miskin akibat pandemi, lebih-lebih mereka yang berada dalam taraf ekonomi menengah ke bawah.

Betapa tidak, mereka yang biasa kerja di luar seperti berdagang, berjualan keliling, ke pasar ataupun bidang jasa, seperti supir angkot, travel dan lain sebagainya. Para pelaku-pelaku usaha ini, lumpuh total karena tidak lagi bisa beroperasi secara bebas lalu lalang kesana kemari mencari penghasilan. Sebab, dimana-mana terdapat pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi.

BACA JUGA  Isra Mi’raj: Antara Etika dan Spiritualitas

Begitu juga dengan buruh yang bekerja di beberapa perusahaan yang terkena dampak pandemi COVID-19 ini, mereka bukan hanya akan jatuh miskin tapi juga akan kehilangan pekerjaannya karena banyak perusahaan-perusahaan yang tutup. Akibatnya, merekapun tidak lagi bisa menafkahi keluarganya secara maksimal, dan bisa jadi harus membongkar tabungannya atau menjual barang-barang yang dikoleksinya sejak lama. Tentu situasi itu semakin menyulitkan bagi masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap, terutama dalam menjalani ibadah puasa ini.

Dalam konteks itulah, zakat fitrah diwajibkan bagi seluruh umat Islam, memiliki posisi yang sangat urgen. Ia bisa menjadi sarana untuk meretas ketimpangan ekonomi masyarakat akibat pandemi. Sebab, jumlah kemiskinan semakin meningkat akibat pandemi, maka kewajiban zakat fitrah harus benar-benar diamalkan.

Idealnya setiap individu Muslim yang telah berpuasa mempunyai kepedulian sosial. Sikap ini termasuk modal dasar bagi upaya pengikisan perbedaan kelas sosial ekonomi masyarakat. Kelompok masyarakat yang mempunyai kepedulian sosial berpotensi mampu menyelesaikan persoalan sosial ekonomi kelompoknya.

Nilai Zakat Fitrah

Kewajiban berzakat tersebut sebenarnya memiliki beberapa nilai yang di antaranya. Pertama, sebagai sarana untuk membersihkan harta. Kedua, sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang Allah berikan. Ketiga, menghindari kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Keempat, mewujudakan keseimbangan dalam distribusi harta, dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat. Kelima, mewujudukan solidaritas sosial, rasa kemanusian dan keadilan, ukhuwah islamiyah, persatuan umat, dan pengikat batin antara yang kaya dengan yang miskin.

Akhirnya, sebagai bentuk gagasan, para stakeholder, tokoh masyarakat dan pemerintah bisa mengkoordinir zakat fitrah untuk disalurkan kepada saudara-saudara kita yang terdampak pandemi COVID-19 tersebut. Dengan pola ini, saya berkeyakinan bahwa problematika ekonomi yang dihadapi masayarakat terdampak akan dapat terselesaikan. Sehingga mereka bisa melaksanakan ibadah puasa dan hari raya idul fitri dengan baik sebagaimana biasa.

Karena sebagai makhluk sosial sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama agar saudara-saudara kita yang terdampak pandemi pada hari fitri nanti semua merasakan kenikmatan yang kita rasakan. Di sinilah titik strategis umat Islam, di mana ia memiliki konsepsi dalam pengentasan kemiskinan. Karena kepedulian sosial dalam Islam menjadi bagian dari sebuah sistem yang menjanjikan gerakan masif dan kolosal. Wallahu A’lam.

Mushafi Miftah, Dosen Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo dan Kandidat Doktor di Universitas Jember.

Mushafi Miftah
Mushafi Miftah
Kader Muda NU Jawa Timur dan Dosen Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Saat ini tercatat sebagai Kandidat Doktor di Universitas Jember.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru