27.3 C
Jakarta

Isu Neo-PKI Sebagai Siasat Murahan FPI-PA 212

Artikel Trending

Milenial IslamIsu Neo-PKI Sebagai Siasat Murahan FPI-PA 212
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Apa perbedaan praksis antara FPI, atau turunannya yakni PA 212, dengan HTI? Jawabannya ialah tidak ada. PA 212 dan HTI haluan besarnya sama: menjadi musuh pemerintah. Alih-alih mengoreksi kebijakan pemerintah yang dirasa perlu untuk diluruskan, mereka justru membabi-buta menyerang, menafikan semua pencapaian positif pemerintah, apa pun itu. Bagi HTI, pokoknya khilafah harus ditegakkan. Sementara bagi PA 212, pokoknya semua masalah itu terjadi karena rezim ini adalah Neo-PKI.

Suara.com melansir berita berjudul “Ulama Ditusuk, FPI, GNPF, PA 212 Serukan Siaga Jihad Lawan Neo PKI” pada Selasa (15/9) kemarin. Itu susulan dari berita sebelumnya, Senin (14/9), berjudul “Syekh Ali Jaber Ditusuk, Habib Rizieq Keras, Beri Kutukan ke Pelaku Langsung dari Arab,” dilansir Wartaekonomi.com. Kedua berita tersebut konon lantaran kekesalan FPI terhadap teror untuk ulama yang disinyalir bergaya PKI. Dua hari sebelum tragedi penusukan Syekh Ali Jaber, imam masjid di Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, Muhammad Arif juga ditusuk, yang menyebabkan dirinya meninggal dua hari kemudian.

“Hati-hati motif kuat dugaan skenario Neo-PKI agar masyarakat Muslim takut datang ke masjid, serta tidak mau berkumpul akan dekat dengan para ulama,” terang Habib Rizieq. Tidak butuh waktu lama untuk memantik PA 212 setelah Imam Besar FPI Habib Rizieq memberikan tanggapannya. GNPF, PA 212, dan ANAK NKRI pun menghimbau agar masyarakat berkoordinasi dengan mereka. “Menyerukan kepada segenap umat Islam Indonesia untuk siaga jihad melawan segala bentuk propaganda dan makar serta rongrongan Neo-PKI kapan saja dan di mana saja,” demikian kata FPI, GNPF Ulama, dan PA 212.

Isu berkembang, dalam kasus penusukan Syekh Ali Jaber, bahwa pemerintah melindungi agen komunis dengan menganggap gila pelaku. Padahal, menurut mereka, kalau yang menjadi korban adalah pemerintah, seperti kasus penusukan Wiranto tahun lalu, pasti pelakunya langsung ditahan dengan tuduhan radikal. Bagi mereka, ini bukti konkret, bahwa Neo-PKI bangkit. Semua insiden penusukan dai, ulama, dianggap upaya komunis melemahkan Islam Indonesia.

Isu Neo-PKI

Apakah penusukan Syekh Ali Jaber di Lampung dan penusukan imam masjid di Sumatera Selatan dilatari persoalan yang sama? Tidak. Itu adalah manipulsi para dedengkot PA 212 dan GNPF. Mereka sengaja memelintir kebenaran, mengada-ada, demi menjelekkan pemerintah di masyarakat. Faktanya, penusukan imam masjid di Sumsel tersebut dilakukan oleh bendahara masjid sendiri, dan motifnya adalah sakit hati. Sementara kasus Syekh Ali Jaber itu murni terror yang belum diketahui motifnya.

Lagi pula, Syekh Ali Jaber pun bukan dai pertama yang mengalami insiden tak berperikemanusiaan itu. Beberapa ulama lainnya pernah mengalami hal serupa. Ada yang selamat, ada juga yang hingga meregang nyawa. Kiai Ali Maksum dari Yogya, Kiai Ma’shum Jauhari Ponorogo, Syekh Aidh al-Qarni Filipina, dan Syekh Ali Jum’ah Mesir selamat. Kiai Maimoen Zubair juga pernah, selamat, tetapi pengawalnya wafat. Syekh Ramadhan al-Buthi Suriah bahkan dibom, dan wafat di tempat.

Bahwa semua insiden itu adalah teror, itu jelas adanya. Tetapi motif menggeneralisir semua kejadian sebagai agenda Neo-PKI adalah siasat murahan ala FPI, PA 212, GNPF Ulama, dan sejenisnya. Mengait-ngaitkan insiden penusukan Syekh Ali Jaber dengan agenda Neo-PKI murni adalah ujaran kebencian, tidak memiliki dasar yang jelas. Dari dulu mereka memang selalu teriak anti-PKI, mendirikan komunitas anti-komunisme, sembari menudingkan komunisme tersebut kepada pemerintah, bukan? Lagu lama.

BACA JUGA  Mewaspadai Dampak Serangan Iran-Israel di Indonesia

FPI, PA 212, GNPF Ulama, dkk memanfaatkan trauma kolektif umat Islam terhadap kekejaman komunisme untuk kepentingan politik mereka. Tentu, yang dimaksud ialah politik yang sudah dibungkus agama. Sekalipun berhati-hati akan kebangkitan PKI merupakan keniscayaan, ketakutan yang dibuat-buat, kekhawatiran yang berlebihan, justru juga membawa petaka. Buktinya, hari ini masyarakat sudah tidak sedikit yang terpengaruh untuk memfitnah pemerintah, bukan? Sesama umat Islam, padahal.

Jika ini harus dianggap agenda internal, apa siasat muarah tersebut jelas sudah mencederai sakralitas Islam. Islam bukanlah agama penebar fitnah. Isu Neo-PKI bangkit itu tidak cukup bukti, dan karenanya tidak dapat dibenarkan. Apakah di sini sedang menjelakkan FPI perihal isu Neo-PKI? Tidak demikian. Tetapi, PA 212 dan GNPF Ulama itu melakukan sesuatu yang membuat orang berpikir bahwa FPI juga terlibat. Seolah mereka berkomplot sebagai barisan sakit hati kepada pemerintah pasca Pilpres 2019.

PA 212 Bajak FPI

Sentimen anti-rezim Jokowi, yang dikemas dengan narasi anti-komunisme, bukanlah sesuatu yang baru terjadi. Ini sudah bergulir sejak periode pertama kepemimpinan Jokowi, dan memuncak saat munculnya buku Jokowi Undercover-nya Bambang Tri Mulyono. Saat sang penulis dipenjara karena isi buku dianggap tidak akurat, mosi tidak percaya kepada pemerintah semakin digaungkan oleh oposisi. Dianggapnya, Jokowi memang benar keturunan PKI yang memanipulasi identitasnya.

Hingga sekarang, yang paling istiqamah menggaungkan itu adalah PA 212. GNPF mengikuti jejaknya, menjadi pendukungnya. FPI sudah didominasi keduanya, seolah yang konsen bergerak bukanlah Habib Rizieq itu sendiri, melainkan dorongan Slamet Maarif atau pun Yusuf Martak. FPI memiliki rekam jejak yang baik, sampai PA 212 dibentuk dan memotori setiap gerakan politik beratasnamakan FPI. Yang terjadi berikutnya ialah degradasi integritas FPI itu sendiri.

Penghormatan kepada Habib Rizieq, selaku dzurriyyah Rasulullah, merupakan keniscayaan. Tetapi itu dalam konteks personalnya, bukan sikap personalnya tentang politik. Itu lain hal lagi. Apalagi jika dalam hal ini PA 212 memantik emosi umat, memprovokasi mereka melalui narasi fitnah tidak berdasar. Bukan kesejahteraan bangsa yang mereka pikirkan, bukan pula kerukunan umat. Isu Neo-PKI yang mereka gembar-gemborkan adalah bukti, bahwa mereka bermain intrik politik belaka.

Siasat murahan PA 212, yang FPI otomatis inheren di dalamnya, harus disikapi dengan bijak. Tanpa saling mencaci, tanpa saling menebar kebencian, namun mesti diusut tuntas dan dilakukan kontra-narasi, bahwa Neo-PKI adalah hasutan belaka. Mau sampai kapan umat ditakut-takuti dengan isu Neo-PKI? Sampai negeri ini pecah-hancur tak lagi bersatu? Lalu setelah itu aktivis HTI ramai-ramai ambil posisi untuk mengganti sistem pemerintahan menjadi khilafah ala Hizbut Tahrir? Na’udzu billah min dzalik.

Wallahu A’lam bi as-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru