32.7 C
Jakarta

Jalur Gaza Kembali Diserang Israel

Artikel Trending

AkhbarInternasionalJalur Gaza Kembali Diserang Israel
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Ghaza – Kini Palestina kembali berkecamuk dengan serangan dari Isarael. Sebagaimana diberitakan bahwa Pesawat Israel menyerang Jalur Gaza pada Rabu (16/9/2020). Saksi mata melaporkan, sirine peringatan tembakan roket dari wilayah Palestina terdengar di Israel selatan.

Laporan para saksi menyatakan pangkalan pelatihan yang dijalankan oleh Hamas terkena serangan udara. Sedangkan pasukan militer Israel mengatakan sirine peringatan roket berbunyi di komunitas Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza. Namun, militer Israel tidak segera mengkonfirmasi serangan yang terjadi tersebut.

Seperti dikutip dari middleeastmonitor, beberapa jam sebelum serangan pesawat Israel, sebuah roket yang ditembakkan oleh warga Palestina dari Gaza menghantam kota pesisir Ashdod, di Israel. Peristiwa ini melukai dua orang.

Serangan-serangan tersebut terjadi pada saat yang sama Israel dan dua negara Teluk Arab, UEA dan Bahrain, menandatangani perjanjian di Washington, Amerika Serikat, untuk menjalin hubungan secara resmi.  Seremoni ini dihadiri oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, serta para menteri luar negeri Bahrain dan UEA.

Selain itu, ratusan warga Palestina menggelar aksi protes untuk menolak kesepakatan normalisasi hubungan antara UEA, Bahrain, dan Israel. Para pengunjuk rasa tetap mengenakan masker dan membawa spanduk bertuliskan, “Pengkhianatan”, “Tidak untuk normalisasi dengan penjajah”, dan “Perjanjian memalukan”.

Para demonstran juga menginjak-injak foto Netanyahu, Presiden AS Donald Trump, Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan sebelum dibakar.

Kesepakatan normalisasi Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dengan Israel membuat warga Palestina merasa ditinggalkan oleh sekutu tradisional. Para pemimpin Palestina menghadapi seruan untuk merombak strategi agar mereka tidak termarjinalisasi oleh Israel.

Palestina telah lama mengandalkan dukungan dari negara-negara Arab agar mereka dapat membentuk negara merdeka dan terbebas dari blokade Israel. Pada 2002, negara-negara Teluk Arab membentuk Inisiatif Perdamaian Arab.

Gaza Kembali Diserang, Palestina Terus Cari Strategi Terbarunya

Inisiatif ini menyerukan hubungan normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab lainnya dengan imbalan penarikan penuh Israel dari tanah yang diduduki dalam perang 1967, serta pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Kesepakatan Inisiatif Perdamaian Arab tidak pernah dilaksanakan karena Israel melanjutkan invasi dan perluasan permukiman di Tepi Barat.

BACA JUGA  Biden, Emir Qatar Sepakat Pelepasan Sandera Kunci Gencatan Senjata di Gaza

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan seremoni penandatanganan kesepakatan normalisasi antara UEA, Bahrain, dan Israel menjadi ‘hari yang kelam dalam sejarah negara-negara Arab’. Dia mengatakan Palestina mengancam akan keluar dari Liga Arab.

Para kritikus menyebut langkah Palestina untuk keluar dari Liga Arab dinilai terlambat. Terlebih, Presiden Mahmoud Abbas menghadapi kritik karena posisi Palestina semakin terisolasi.

“Ada sangat sedikit indikasi bahwa kepemimpinan (Palestina) sedang mempertimbangkan untuk melepaskan diri dari pendekatannya,” ujar seorang analis dari International Crisis Group, Tareq Baconi.

Baconi mengatakan strategi Palestina yakni meminta pertanggungjawaban Israel di pengadilan hukum internasional dan mencoba mematahkan dominasi Amerika Serikat (AS) atas proses perdamaian Israel-Palestina.

“Dukungan Arab dan Eropa dalam strategi itu sangat penting. Tetapi patut dipertanyakan apakah Palestina akan mampu mengamankan ke tingkat yang diperlukan untuk memastikan perdamaian yang adil,” kata Baconi.

Terlepas dari tanda-tanda pergeseran dukungan Arab, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat mengatakan strategi Palestina untuk menjadi negara yang merdeka tidak akan berubah. Termasuk menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota dan merebut kembali wilayah Tepi Barat dan Gaza yang diduduki oleh Israel.

“Untuk tetap pada dasar hukum internasional, legalitas internasional, untuk mencari perdamaian berdasarkan penghentian pendudukan Israel dan solusi dua negara, kita tidak dapat meninggalkannya,” ujar Erekat.

Meski mengakui kesulitan yang dihadapi oleh kepemimpinan Palestina di bawah pendudukan Israel, para analis mengatakan Abbas memang memiliki beberapa pilihan. Analis Gaza, Talal Okal, mengatakan institusi PLO perlu dibangun kembali untuk memperkuat hubungan antara Palestina dan para diaspora di luar negeri.

“Lebih dari enam juta diaspora Palestina dapat memengaruhi komunitas tempat mereka tinggal sehingga perjuangan Palestina memiliki tempat dalam agenda pemerintah di tempat tinggal para diaspora,” ujar Okal.

Pemerintahan Presiden Donald Trump tak pernah menyerah untuk membujuk Palestina agar membuka dialog dengan Israel. Pemerintah AS berharap Palestina sepakat membuka dialog melalui normalisasi hubungan UEA, Bahrain, dan Israel.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru