27.1 C
Jakarta

Hentikan Perdebatan! Mari Bangun Sikap Optimis Hadapi Covid-19

Artikel Trending

KhazanahTelaahHentikan Perdebatan! Mari Bangun Sikap Optimis Hadapi Covid-19
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Bukan main! Angka kematian sebab Covid-19 semakin melonjak. Setidak-tidaknya, dari angka kematian yang tinggi ini, setidaknya masyarakat mulai percaya bahwa Covid-19 itu benar ada. Pun narasi liar tentang virus ini adalah konspirasi, buatan Cina, dll kini mulai using.

Virus ini sudah masuk dalam rumah kita, menyerang orang-orang kesayangan kita, satu persatu, kabar kematian orang terdekat mulai kita dengar. Bunyi toa masjid yang mengabarkan berita kematian seperti tidak pernah sepi, beranda facebook, instagram hingga twitter penuh dengan berita duka dalam setiap waktu.

Belum lagi dengan menyebarnya foto-foto para tenaga medis yang kelelahan menangani pasien, para relawan yang sepenuh hati membantu di lapangan. Waktu seperti sekarang ini, uang tidak lagi berharga, ketika berbagai informasi dari beberapa rumah sakit kehabisan stok oksigen, hal Ini juga ditambah dengan kabar meninggalnya 63 pasien di Rs. Sardjito karena kehabisan oksigen. Akan tetapi, setelah dikonfirmasi, ternyaata 33 pasien yang meninggal akibat kehabisan oksigen (CNN Indonesia).

Berapapun data yang benar, setidaknya kita harus paham bahwa mereka adalah manusia, sama seperti kita. Kondisi ini begitu parah, seakan-akan nyawa sudah tidak berharga dengan berbagai kendala sarana dan prasarana kesehatan, yang seharusnya ada untuk kebutuhan pasien.

Media massa, mulai dari online dan media cetak tidak pernah lepas mengabari berita duka, ucapan bela sungkawa melalui whatsapp menjadi hal yang sudah biasa kita lakukan. Keadaannya semakin memburuk. Kita seperti tidak punya ambisi lain, selain bersyukur kepada Allah. Nikmat terbesar saat ini adalah sehat, mendengar kabar keluarga baik-baik saja, rasanya sudah cukup.

Kabar meninggal dari para ulama seperti bergiliran. Kita berduka tidak hanya untuk kematian banyak orang orang, sanak saudara, bahkan teman. Akan tetapi para guru, panutan, orang yang mengantarkan kita pada ilmu agama, satu persatu kini mulai menghadap Allah. Kondisi ini membuat kita semakin khawatir dan takut menghadapi fase yang sangat menyeramkan.

Tidak Ada Cara Lain, Selain Menaati Aturan PPKM

Melonjaknya kasus Covid-19, mengakibatkan pemerintah memberlakukan PPKM Jawa Bali dari 3-20 Juli 2021. Kebijakan ini memang tidak mengenakkan bagi beberapa pihak, sepperti halnya para UMKM, hingga para buruh yang tetap harus berusaha untuk terus bekerja. Namun, PPKM ini semata-mata harus kita taati untuk menekan laju penyebaran virus.

BACA JUGA  Politisasi Agama pada Waktu Pemilu: Bentuk Pembodohan Masyarakat dengan Jubah Agama

Dalam kondisi darutat semacam ini, masih saja ustaz Abdul Somad melontarkan sebuah kalimat, berisi:

Melarang orang ke mesjid, tapi di mall, di pasar dibiarkan, di mana letak hati kecilmu? Tak malukah engkau nanti kalau berjumpa dengan Allah? Di Mesjid orang hanya 5-10 menit, masbuk, lambat sampai masjid, sudah komat, hanya 5 menit dia di mesjid, 5 jam orang duduk beramai-ramai, ketawa, cekakak-cekikik, tertular penyakit. Masjid yang kau salahkan. Tak malukah engkau nanti menyebut nama Allah? Menyebut Rasulullah? Padahal tempat ini yang dipanggil Allah, dipanggil Rasulullah saw. Tetap jaga protokol kesehatan, tapi jangan sampai meninggalkan ibadah kepada Allah swt. Tetap cuci tangan, tetap pakai masker, tetap jaga jarak, tetap beribadah.

Padahal, sektor yang disebutkan oleh ustaz Abdul Somad juga ditutup, tidak hanya masjid saja. Apa yang disampaikannya justru akan mengundang amarah, masyarakat ditengah kondisi panic dan segala ketakutan yang melanda. Ditengah kondisi yang semacam ini, tidak ada cara lain selain taat aturan pemerintah (PPKM) dan sesuai prokes.

Tokoh Agama Memiliki Peran Penting

Komentar yang dilontarkan oleh Ustaz Abdul Somd seharusnya tidak perlu disampaikan, dengan melihat kondisi demikian. narasi kebencian semacam itu justru memperparah kondisi masyarakat dengan keadaan yang begitu dilematis. Apalagi narasi atas nama agama, sangat sensitive bagi masyarakat kita.

Seharusnya tokoh agama berperan untuk mengajak masyarakat agar senantiasa menaati peraturan pemerintah dengan mematuhi prokes yang sudah ditetapkan. Ini penting untuk disampaikan. Sebab tokoh agama menjadi salah satu orang yang dihormati oleh masyarakat dan kalimatnya diikuti.

Hari ini, kita tidak sedang berdebat siapa paling benar, salah dan siapa yang harus kita salahkan. Sebab pada akhirnya, kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri dan berusaha untuk menolong orang lain dengan cara melindungi melalui taat prokes. Seharusnya, tokoh agama juga berperan untuk menyuarakan agar masyarakat saling bahu-membaji mengikuti pemerintah.

Menyebar narasi kebencian, bukanlah waktu yang tepat untuk saat ini. kita butuh bersatu dan bersama melawan Covid-19, dengan sikap optimis dan dukungan berbagai elemen. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru