24.5 C
Jakarta

Habib Rizieq yang Gagal Pulang Gara-gara PA 212

Artikel Trending

Milenial IslamHabib Rizieq yang Gagal Pulang Gara-gara PA 212
image_pdfDownload PDF

Gagal pulang. Lagi-lagi, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab tidak jadi kembali ke Indonesia. Rumor kepulangan Sang Imam bukan kali pertama beredar. Tahun 2018 lalu, sebelum Persatuan Alumni 2 Desember (PA 212) terbentuk, para mantan demonstran kasus Ahok itu menyiapkan Panitia Penyambutan Imam Besar (PPIM). Tidak lama, PA 212 diluncurkan. Seiring tiadanya Habib Rizieq, PA 212 ambil alih komando. Belakangan, muncul lagi GNPF, juga komunitas baru lainnya.

Sedari awal, satu catatan yang tidak boleh kita lupakan adalah: PA 212 itu adalah komunitas politik yang lahir dari perseteruan politik. Mereka bukan representasi umat Islam keseluruhan, meski dalam narasinya selalu menagatasnamakan umat. Pada setiap wacana kepulangan Habib Rizieq, mereka ambil bagian penting untuk mengkritisi (baca: menuduh) pemerintah di satu sisi, dan untuk memprovokasi umat Islam di sisi lainnya. Slamet Maarif, sang ketua, getol sekali berbuat demikian.

Ketidakpulangan Habib Rizieq, bagi Slamet, adalah permainan rezim melalui tangan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel. “Ini Dubes aneh. Waktu warganya (HRS) dicekal, nggak mau tahu. Giliran cekalnya (HRS) dicabut, sibuk cari tahu dan berupaya agar dicekal lagi. Sehingga pernyataan Dubes itu menunjukkan bahwa dia salah satu variabel yang mempersulit masalah kepulangan Imam Besar HRS,” ujar pria yang juga Ketua DPP FPI, pada Rabu (14/10) lalu.

Tidak cukup di situ. Slamet juga merumorkan, jika Habib Rizieq berhasil pulang, maka Sang Imam akan memimpin revolusi, mirip Ayatullah Khomeini yang memimpin Revolusi Iran saat kembali dari pengasingannya. “Begitu tiket nanti didapatkan, maka Imam Besar Habib Rizieq yang umumkan sendiri kapan pulangnya. Kembalinya insyaallah akan memimpin bangsa Indonesia untuk revolusi, untuk memperjuangkan dalam rangka menyelamatkan Indonesia,” tandasnya.

Rumor kepulangan Habib Rizieq, satu sisi, dianggap mendapat cekalan pemerintah. Di sisi lainnya, PA 212 menegaskan wacana revolusi ketika Sang Imam balik ke Indonesia. Jelas tidak ada yang setuju revolusi tersebut, apalagi jika akhirnya sekadar ingin ambil-alih pemerintahan ke tangan mereka. Bukankah dengan begitu, melalui wacana yang diedarkan, PA 12 sendirinya yang telah menghambat kepulangan imam besarnya?

PA 212 Itu Siapa?

Mengapa PA 212 dibentuk, dan bagaimana mereka telah mengambil-alih langkah politik FPI, adalah persoalan yang sarat dengan narasi perebutan kekuasaan. Jika basis FPI ketika Habib Rizieq belum pergi ke Arab Saudi adalah dakwah dari panggung ke panggung, PA 212 turun ke jalan dan menjadi simbol oposisi pemerintahan Jokowi. Tentu mereka hampir berada di pihak pemenang, andai Prabowo kemarin berhasil menjadi presiden. Oleh karena kalah, langkah politik mereka pun semakin menjadi-jadi.

Jawaban atas pertanyaan siapa itu PA 212 menyiratkan suatu kegelisahan; narasi politik Islam berjalan tidak di jembatan yang tepat. Bahwa umat Islam merindukan kejayaan, itu adalah benar adanya, tetapi membenturkan kejayaan dengan kebhinnekaan merupakan kenaifan. Dengan aktor-aktor yang tidak tepat, orang akan mudah untuk menolak apa yang ditawarkan. PA 212, dengan demikian, bukan hanya boomerang untuk pemerintah, melainkan kepada integritas FPI itu sendiri.

BACA JUGA  Jihad dan Khilafah Bukan Solusi Terbaik Palestina

Kita melangkah ke pertanyaan “bagaimana” mereka mengelola narasi politik Islam yang diusungnya. Semua orang tahu siapa aktor di balik PA 212, tetapi rata-rata menggeneralisir bahwa mereka adalah kaki tangan FPI. Anggapan tersebut tidak terlalu benar, mengingat seringnya mereka terlibat dalam polemik kepentingannya sendiri. boleh jadi, mereka bukan bawahan FPI, melainkan sisi lain, yaitu sisi politik FPI, namun dengan aktor buruk yang menyandarkan eksistensinya kepada FPI.

Dengan kata lain, tanpa wibawa FPI, mereka akan tampak sebagai kekuatan politik identitas belaka. Tempat untuk para politikus patah hati semacam mereka, di negeri ini, terbatas sekali. Maka ketika mereka mewacanakan Habib Rizieq akan memimpin revolusi, sebenarnya tanpa sadar mereka telah menghalangnya. Habib Rizieq boleh jadi dianggap sebagai ancaman, maka siapa yang akan membiarkan bangsanya terancam pecah hanya karena datangnya satu orang?

Jika pun isu revolusi sekadar gertakan belaka, PA 212 tetap bertanggung jawab akan kerumitan birokrasi pemulangan Imam Besar mereka. Upaya menyalahkan pihak KBRI tak ubahnya usaha cuci tangan, agar orang tidak mengira merekalah dalangnya. Lagi pula jika revolusi yang dimaksud ialah dalam konteks akhlak, apakah kita mengira bahwa politik moral mereka lebih baik dari keseluruhan masyarakat?

Revolusi Akhlak

Apa pun labelnya, kalau yang menjual adalah aktivis HTI, pasti isinya adalah ajakan mendirikan khilafah. Begitu pula apa pun labelnya kalau yang menjajalkan adalah PA 212, pasti ujungnya menjelekkan rezim, sembari memuji kelompoknya sendiri. Kali ini yang ditawarkan adalah revolusi akhlak—seakan akhlak masyarakat Indonesia sedang dalam keadaan remuk, dan mereka akan jadi pahlawan yang akan memperbaiki tatanan moral bangsa.

Namun demikian, sebagaimana yang sudah-sudah, itu hanya label belaka. Boleh jadi, revolusi akhlak bertolak dari anggapan ketidakislamian pemerintah, keluar dari etika Islam, dan urgen untuk segera dilakukan perbaikan. PA 212 melalui Habib Rizieq merencanakan tatanan sosial yang baru, yang berakhlak Islami, yang masyarakatnya Islami, yakni melalui NKRI Bersyariah. Tetap saja ujungnya adalah ingin mengganti sistem berspirit Islamisme, bukan?

Seharusnya, narasi-narasi seperti itu tidak perlu dijual. Kalau memang ingin Sang Imam pulang ke Indonesia, seharusnya PA 212 tidak menggoreng mimpi-mimpi lama, karena jelas itu akan melahirkan penentangan, dan semakin menyulitkan kepulangan Habib Rizieq itu sendiri. Keluar sendiri dari Indonesia karena terjerat kasus, lalu sulit kembali karena urusan birokratis, kenapa yang disalahkan justru pemerintah? PA 212 mem-framing isu kepulangan Sang Imam agar rakyat merapat kepadanya.

Ingin meminta bantuan pemerintah agar Habib Rizieq dipulangkan tetapi suka memfitnah pemerintah sebagai dalang di balik kesulitan pemulangannya. Alih-alih mempermudah, gembar-gembor PA 212-lah yang menyebabkan Habib Rizieq semakin sulit pulang. Sebab orang akan berpikiran sama: “Kalau pulang hanya untuk memantik perpecahan ‘kan mending jangan pulang saja sekalian.” Seharusnya, yang seperti ini menjadi bahan renungan bagi mereka kalau memang kangen pelukan imam besarnya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru