26.9 C
Jakarta
Array

Gusdur dan Takmir Masjid

Artikel Trending

Gusdur dan Takmir Masjid
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Suatu hari, ketika penulis kembali ke kampung halaman untuk melepas lelah sejenak, ditengah padatnya jadwal dan tugas kuliah yang menumpuk. Ketika sudah sampai dihalaman rumah, rasa lelah selama diperjalanan hilang tanpa ada yang tersisa sedikitpun yaitu ketika penulis disambut oleh sang ibu. Kemudian penulis ngobrol banyak dengan ibu. Ibu berkata, taukah kamu Pak Shirin itu. Yang takmir masjid itu…? iya ibu saya tahu, ada apa dengan Beliau..kemudian ibu bercerita panjang lebar tentangnya..

Pak Shirin itu merupakan penggagum luar biasa Gusdur, walaupun orangnya sudah tua dan tidak mengenal dunia internet, sampai berusia 64 tahun ini, Beliau tidak mengerti cara menggunakan Handphone. Beliau mengetahui Gusdur ketika dulu masa ramainya pawai salah satu partai di Era Reformasi, memang sebagian orang berkata bahwa era reformasi adalah era keterbukaan. Sebagai seorang pemuda, penulis bertanya dalam hati, bagaimana Pak Takmir Masjid ini bisa mengagumi sosok Gusdur padahal beliau ini tidak mengetahui track recortnya, perjalananya, pemikiranya dan hal detail lainya yang berhubungan dengan Gusdur, yang Beliau tau itu cuma satu bahwa Gusdur adalah cucu pendiri organisasi islam terbesar di dunia yang didirikan oleh KH Hasyim As’ari. 

Suatu hari, Pak Takmir ini bermimpi dengan sosok idolanya yaitu Gusdur, dalam mimpinya itu, Gusdur berkata kepada beliau bahwa, sebagai seorang takmir harus selalu berjuang untuk memakmurkan masjid, jangan menggunakan masjid untuk kepentingan sesaat, apalagi kepentingan politik. Dan gusdur  juga berpesan untuk lebih berhati-hati dalam mengatur keuangan masjid. Karena penulis mengetahui Pak Shirin ini memang takmir masjid yang mendapat bagian untuk mengurus keuangan masjid.

Seminggu setelah mimpi itu terjadi, ternyata Pak Shirin mengalami musibah, beliau difitnah oleh salah seorang masyarakat, yang menuduh bahwa Pak Shirin tidak transparan dalam mengelola keuangan masjid, Beliau juga dituduh bahwa dirinya ini terlalu “mayoran” (berlebihan dalam menggunakan uang) dalam menggunakan uang untuk kepentingan masjid yang sebenarnya tidak diperlukan. 

Mendapatkan fitnah yang begitu dasyat ini, Pak Shirin hanya diam, karena memang kharakter Pak Shirin itu, orang yang sepi ing pamrih rame ing gawe. Seminggu dua minggu Pak Shirin tidak bisa tidur karena terus memikirkan hal ini. Sampai beliau sakit memikirkan hal ini, kemudian salah seorang takmir masjid lainya yang biasa mencatat keungan masjid, memeberikan klarifkasi dalam rapat takmir masjid, bahwa Pak Shirin ini memang orang yang jujur, beliau selalu tranparan ketika menyampaikan keuangan kepada saya, saya lihat juga bahwa Pak Shirin ini orang yang hati-hati dalam memegang amanat, jadi beliau tidak mayoran dalam menggunkan uang masjid.

Mendengar klarifikasi ini, orang yang tadi memfitnah Pak Shirin akhirnya meminta maaf kepada semua takmir masjid dan khususnya kepada Pak Shirin. Dengan kejelasan fitnah ini akhirnya, Pak Shirin bisa tenang dan bisa tidur dengan nyenyak seperti sebelum terjadinya fitnah ini. Sebulan tepat dari kejadian itu akhirnya Pak Shirin bermimpi lagi dengan tokoh idolanya, yaitu Gusdur. Dalam mimpinya itu beliau berkata, benarkan kamu memang harus berhati-hati dalam mengatur keuangan masjid. Hidup ini butuh perjuangan.

Mendengar cerita ini penulis menjadi teringat dengan kata-kata Gusdur, bahwa “orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia. Dia masih hamba yang amatiran”. Dari sini penulis mengerti bahwa perjuangan untuk agama Allah itu memang berat. Akan tetapi setiap pejuangan pasti akan selalu membuahkan hasil.

Ada hal menarik dari mimpi Pak Shirin dengan Gusdur ini, ternyata ulama itu akan memberikan berkahnya dan pertolonganya kepada para pengikutnya, baik beliau masih hidup ataupun telah meninggal. Seorang ulama tidak akan pernah berhenti memikirkan umatnya, kemaslahatan umat adalah prioritas ulama seorang ulama. padahal kita sering lupa kepada ulama, bahkan terhadap guru yang telah berjasa dalam hidup kita, kita pun sering melupakanya.

Dan juga penulis menyadari bahwa cinta itu tidak membutuhkan dalil, seperti yang terjadi pada Pak Shirin ini, walaupun beliau tidak mengetahui kisah hidup Gusdur, akan tetapi cinta kepada Gusdur selalu menggelora dalam hatinya, ibarat kata, Pak Shirin ini sudah taklid buta kepada Gusdur, begitu besar cintanya kepada beliau, sampai-sampai ketidaktahuan beliau akan pujaannya tidak menghilangkan rasa cintanya.

Salah seorang ulama pernah berkata, jika engkau menginginkan anak keturunanmu menjadi orang alim, maka cintailah ulama.

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru