27.6 C
Jakarta

Gus Hotman dan Gus Sholah: Tokoh Pejuang Moderatisme

Artikel Trending

Milenial IslamGus Hotman dan Gus Sholah: Tokoh Pejuang Moderatisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tak hanya kita saja yang mengucapkan turut berbela sungkawa atas meninggalnya Gus Sholah. Ada juga salah satu tokoh moderat yang getol membela kaum tertindas dari ketidakadilan. Ia adalah Gus Hotman Paris yang ikut berbela sungkawa hingga menyambangi Pondok Pesantren Tebuireng sembari memikul keranda jenazahnya.

Banyak gelar yang dinobatkan kepada Hotman Paris Hutapea. Pertama, pengacara tiga puluh miliar. Kedua, raja pailit, artinya ia sering memenangkan hingga merajai dunia advokasi kepalitan. Ketiga, mendapat gelar Gus Hotman Paris dari almarhum kiai Sholahudin Wahid. Gelar itu diraih pasca ia diundang dalam diskusi di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Alasannya, karena Hotman adalah salah satu pengacara yang ia nilai getol membantu masyarakat pencari keadilan.

Di sisi lain, Hotman Paris Hutapea kita kenal tokoh moderat yang memiliki nasionalisme yang kuat terutama dalam hal pendampingan hukum alias pembela keadilan. Sedangkan Gus Sholah adalah tokoh agama yang sangat moderat, aktivis HAM dan tokoh milik semua golongan. Baik itu, di kalangan Islam maupun nom-Islam, sehingga ia mendatangkan Hotman Paris ke pesantrennya dan memberikannya sebuah gelar “Gus”.

Kiprah keduanya dalam bidang agama dan hukum sama-sama menunjukkan tokoh yang sangat ramah dan toleran terhadap perbedaan. Oleh karena itu, mereka telah menjalin tali persahabatan dan persaudaraan yang erat sekali sejak Hotman Paris mengisi sebagai narasumber dalam acara diskusi hukum untuk para santri di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Nasionalisme tokoh agama (Gus Sholah) dan tokoh hukum (Gus Hotman) tersebut memang tidak diragukan lagi, sebab sudah banyak masyarakat yang tertindas diperjuangkan martabat kemanusiaan dan keadilannya. Sungguh sebuah perpaduan pengalaman yang membuat dinamika kehidupan bernegara mengalami kemajuan (moderat).

Semangat Moderasi Beragama ala Gus Hotman dan Gus Sholah

Kedatangan Hotman Paris ke acara penguburan almarhum Gus Sholah telah memperlihatkan toleransi perbedaan (tasamuh) dan kesimbangan dalam bertuhan (tawazun). Lebih dari itu, ia bisa di bilang tokoh representatif dari golongan Islam dan Kristen yang tak berpihak ke kanan maupun kiri. Karena dalam moderasi beragama tak memandang golongan, melainkan bagaimana dalam memperjuangkan keadilan (tawassuth) sebagai jalan tengah negara bangsa.

Keyakinan mereka memang tak dapat kita ragukan lagi terutama dalam keyakinan mereka yang berbeda tidak saling batas-membatasi antara satu dengan yang lain. Hal itu yang kian mendorong persahabatan dan persaudaraan mereka melekat dan seolah-olah tak ada yang saling menutupi tentang kebenaran agamanya.

BACA JUGA  New-Khilafah dan Pemerkosaan Demokrasi di Indonesia

Dalam sepatah hadis ar-ba’in al-din al-nasihah agama adalah nasehat dari hamba Allah Swt untuk mengayomi masyarakat pencari keadilan tanpa pandang bulu. Dasar orang beragama secara substantif tentu membutuhkan wawasan yang kompleks supaya lebih jauh membantu masyarakat dalam pelbagai hal.

Meskipun mereka berbeda secara teologis, namun semangat moderasi beragama antara Hotman Paris dan Gus Sholah tak luntur demi membela martabat kemanusiaan dan keadilan. Kendati demikian, dalam agama apapun selama tujuan itu baik dan untuk kemaslahatan umat merupakan esensi dari tujuan kita dalam beragama dan bernegara.

Substansi ini tersirat dalam buku Tim Litbang Kemenag RI berjudul (Moderasi Beragama: 2019, 14). Bahwa “moderat dalam beragama itu berarti percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang, tetapi berbagi kebenaran sejauh menyangkut tafsir agama”.

Komitmen persatuan mereka tampak menampilkan sebuah orientasi keagamaan dan kemanusiaan sebagaimana sabda Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib, menegaskan “dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan”. Menurut hemat saya, hubungan keduanya lebih dari persaudaraan kebangsaan (ukhwah wathaniyah). Sebaliknya, mereka sangat menunjukkan keteladanan bagi umat agar persaudaraan kemanusiaan tetap dijaga (ukhwah insaniyah).

Keteladanan Tokoh

Persaudaraan kemanusiaan yang mereka (Hotman Paris dan Gus Sholah) bangun memang memiliki komitmen kebangsaan. Sungguh hal itu sebuah cerminan atau teladan bagi generasi kita. Khususnya generasi Islam yang ingin mendapat gelar kehormatan, maka perubahan penting terhadap generasi tak lain adalah menjadi pembela kemanusiaan dan keadilan di negeri ini.

Jika ruang agama menuntut kita untuk berjihad dalam kemanusiaan, maka ruang hukum menjadi pintu efektif bagi pembela keadilan. Wawasan agama dan hukum, itu terlihat pada diri Gus Sholah sebagai ulama dan tokoh agama. Di sisi lain, terlihat juga pada diri Hotman Paris sebagai pengacara internasional hingga memiliki jam terbang yang tinggi.

Harapan besar saya, anugerah “Gus” kepada Hotman Paris semoga menjadi umat yang sangat moderat dengan kompetensi dan kapasitas hukumnya sebagai tokoh hukum. Semangat hijrah ke hukum yang moderat haruslah tumbuh dalam pikirannnya, sehingga paham moderasi ini terbukti ketika Hotman Paris mengikuti prosesi pemakaman almarhum Gus Sholah. Artinya, tradisi NU (Aswaja) sudah melekat pada diri sang pengacara kondang tersebut.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru