25.6 C
Jakarta

Proyeksi Pendukung Kelompok Radikalisme-Terorisme

Artikel Trending

EditorialProyeksi Pendukung Kelompok Radikalisme-Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menyoroti 100 hari kinerja Jokowi-Ma’ruf tidak mengurangi optimisme yang surut untuk pemberantasan radikalisme, dan terorisme. Niat tulus dan ikhlasnya membuat sikap mereka dalam memimpin suatu negara tampak memiliki keseriusan dan keberpihakan kepada lembaga-lembaga negara yang akan ikut andil membangun narasi anti radikalisme dan terorisme.

Sejak awal tegas dalam pidato kenegaraan Jokowi saat sidang DPR – DPD RI 2019. Bahwa, “dalam bidang pertahanan-keamanan kita juga harus tanggap dan siap. Menghadapi perang siber, menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme, serta menghadapi ancaman kejahatan-kejahatan lainnya baik dari dalam maupun luar negeri yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita”.

Visi “Indonesia Maju” kalau kita terjemahkan adalah suatu keharusan untuk melakukan inovasi bukan hanya di bidang pembangunan ekonomi. Namun, pembangunan benteng kekuatan dalam sistem pertahanan dan keamanan negara dari bahaya atau ancaman dari luar maupun dalam, terutama kaitannya dengan kelompok terorisme.

Terorisme selama ini tidak kunjung berhenti melakukan aksi kekerasan dan bom bunuh diri. Efek sampingnya, banyak masyarakat yang tidak berdosa menjadi korban kekerasan akibat dampak getaran bom yang digunakan oleh kelompok-kelompok teroris. Tidak hanya bom, senjata laras panjang pun biasa mereka gunakan untuk melegalisasi pembunuhan.

Fenomena terorisme muncul tidak hanya pada tragedi pengeboman gedung kembar World Trade Center (WTC). Akan tetapi, terjadi di berbagai daerah-daerah perkotaan. Di Indonesia, tragedi bom bali I dan II, bom JW Marriot, bom Kedubes Australia,bom Ritz Carlton, bom Masjid Az-Dzikra Cirebon, bom Sarinah, bom Mapolresta Solo,  bom Kampung Melayu, bom gereja di Surabaya dan Sidoarjo. (Kompas: 14/05/18)

Dari berbagai tragedi bom tersebut memperlihatkan suhu kelompok terorisme di Indonesia masih dominan kuat. Apalagi jaringan kelompok terorisme marajalela di mana-mana hingga dunia internasional pun amat masif, pasca lahirnya ISIS, Al-Qaeda, Jemaah Islamiyah, dan kelompok terorisme lain dari timur tengah yang mengatasnamakan Islam tentu merusak citra agama itu sendiri.

Membongkar Donatur Kelompok Radikalisme-Terorisme

Eskalasi aksi kelompok terorisme tidak sekedar menakut-nakuti wajah masyarakat dunia. Di sisi lain, terorisme adalah bahaya atau ancaman terhadap sistem keamanan negara. Oleh karena itu, peran dan tanggung jawab negara berkeharusan melindungi masyarakat dari bahaya terorisme yang suka melakukan kekerasan di mana-mana.

Motif kekerasan kelompok terorisme karena ada beberapa faktor. Pertama, melawan ketidakdilan. Kedua, balas dendam. Ketiga, kapitalisasi doktrin radikalisme agama dan ekonomi. Parameter ini, tentu sudah terjalin komunikasi politik yang efektif antara kelompok terorisme di Indonesia dengan jaringan terorisme di timur tengah.

Persoalan kapitalisasi doktrin agama itu potensial membuat masyarakat yang tidak makmur menjadi lebih radikal. Sehingga, bisa jadi produk tumbuhnya generasi teroris baru. Radikalisme ekonomi salah satu alat bagi mereka yang berkepentingan untuk masuk ke Indonesia. Jadi, kelompok terorisme tidak mungkin ada tanpa ada pemodalnya.

Dilansir dari laporan PAKAR, bahwa sejak beberapa tahun terakhir banyak tokoh, aktivis, dan komunitas muslim di Indonesia yang mendirikan serta mengelola lembaga amal. Namun, tidak sedikit di antara mereka yang justru menggunakan dana sumbangan masyarakat tersebut untuk mendukung aktivitas para anggota dan simpatisan kelompok teror. Selama kurun waktu 2015-2020, setidaknya terdapat sembilan lembaga amal yang mendukung kelompok teroris, yaitu Infaq Dakwah Center (IDC), Baitul Mal Ummah (BMU), Azzam Dakwah Center (ADC), Anfiqu Center, Gerakan Sehari Seribu (GASHIBU), Aseer Cruee Center (ACC), Gubuk Sedekah Amal Ummah (GSAU), RIS Al Amin, dan Baitul Mal Al Muuqin. Kesembilan lembaga amal ini berafiliasi dengan kelompok Jama’ah Ansharud Daulah (JAD) dan Jama’ah Ansharul Khilafah (JAK), baik secara langsung maupun tidak langsung.

BACA JUGA  Idulfitri: Kembali ke Fitrah Keagamaan dan Kebangsaan

Mencermati dugaan keterlibatan dan peran lembaga amil tersebut terkesan membahayakan. Lebih dari itu, catatan terkait ancaman kelompok terorisme dari dalam sungguh mampu merusak tatanan agama dan negara. Kenapa demikian? Karena jihad terorisme itu sebenarnya bukan jihad, tetapi lebih kepada tindakan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan.

Di lain sisi, pengikut kelompok terorisme di Indonesia membuat masyarakat mudah berminat dan tergabung dalam kelompok militan tersebut. Lalu, potensi kekerasan dan kejahatan itu terjadi dengan menggunakan sentiment-sentimen agama dengan misi jihad. Padahal, jihad itu bukan melawan negara dan membunuh masyarakat tanpa sebab-musabab.

Jihad itu adalah perjuangan untuk melindungi negara, karena negara memiliki kewajiban untuk menjaga sistem keamanan yang mengancam masyarakat kita. Di samping itu, meski ada kesulitan untuk membongkar proyek terorisasi kelompok melalui radikalisme ekonomi dan doktrin agama itu tetap harus dbendung dan diperangi oleh negara.

Partisipasi Aparat Penegak Hukum dan Ormas Islam

Negara memiliki kewenangan besar untuk mencabut surat izin lembaga amal yang terpapar radikalisme dan terorisme. Ada peran beberapa lembaga yang bertugas untuk menutup potensi kekerasan dan terorisme agar tidak terjadi kembali. Mulai dari Polri, BIN, BNPT, Kemenag, Kemenkopolhukam, dan Ormas Islam yang moderat.

Dalam teori pendekatan kekuasaan atau negara, lembaga apapun yang berseberangan dengan ideologi Pancasila, khususnya lembaga amal pendukung produk radikalisme dan terorisme. Maka, Polri dan BIN memiliki hak dan tanggung jawab dalam sistem keamanan untuk mencegah dan membubarkan lembaga tersebut.

Pun di Indonesia, Ormas Islam moderat sudah bertebaran di mana-mana, tidak hanya itu. Bahkan, ulama moderat banyak mengayomi dan mengajak masyarakat untuk menolak dengan deklarasi narasi anti-radikalisme dan terorisme. Artinya, kita memiliki kemampuan dan keyakinan untuk menangkal paham kekerasan sebelum memakan banyak korban.

Selain itu, partisipasi lembaga negara seperti Polri dan BIN setidaknya lebih jauh lagi mempelajari langkahnya menelusuri peta lembaga amal pendukung terorisme. Karena itu, bisa jadi alat donatur untuk pencairan bagi kelompok mereka untuk membeli senjata dan alat perakit bom. Sungguh hal ini sangat berbahaya bagi negara.

Apalagi kekerasan dan kejahatan terorisme selalu menggunakan sentimen agama. Masalah ini tentu merupakan tugas pokok dari Ormas Islam moderat untuk berdakwah toleran demi terciptanya perdamaian, karena setiap agama itu mengajarkan umatnya untuk saling mencintai, belas kasih, dan menghargai. Terutama Islam.

Dan Islam adalah salah satu agama yang digunakan oleh mereka dalam berjihad. Jihad terorisme itu merupakan musuh negara dan semua agama, agama apapun di dunia ini tidak melegalisasi kekerasan dan pembunuhan. Apalagi tanpa sedikitpun. Paling tidak, program deradikalisasi dan moderasi beragama bisa menjadi keyakinan bagi lembaga amal pendukung terorisme, khususnya kelompok terorisme sendiri untuk hijrah kepada esensi agama yang sebenarnya. Yaitu, perdamaian.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru