25.4 C
Jakarta

Dosa Besar Teroris ISIS

Artikel Trending

Milenial IslamDosa Besar Teroris ISIS
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dosa teroris ISIS alias Islamic State of Iraq and Syria adalah kelompok yang menggunakan sentimen agama. Yaitu, Islam, misi terbesar mereka bagaimana khilafah Islamiyah berdiri tegak di atas negara. Negara Islam kerapkali membuat terispirasi kelompok Islam untuk berjihad fisabilillah, dan perang melawan pemerintahan yang tidak sepaham.

Kata “Islam” dalam ISIS sendiri memang tidak memperlihatkan sebuah kelompok yang memiliki keberpihakan terhadap doktrin agama Islam rahmatan lil ‘alamin. Oleh karena itu, di tengah masyarakat global perbuatannya sungguh merupakan kebiadaban dan kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa diterima oleh semua agama.

Pada kenyataannya, ISIS mengotori fitrah atau kesucian agama. Islam yang tidak pernah mengajak umatnya berjuang dan berdakwah di tengah kekerasan. Akan tetapi, pasca munculnya ISIS membuat toleransi dan kemanusiaan Islam kembali dipersepsikan negatif. Lalu, apakah kelompok mereka tergolong terorisme?

ISIS tidak punya konotasi Islam, tetapi lebih kepada kelompok ekstremisme, dan radikalisme yang mengajak kepada aksi terorisme (kekerasan). Sejauh ini, paham kekerasan atas nama agama alias terorisme telah masif di ASIA Tenggara. Bahkan di berbagai negara seperti Filipina, Thailand, Indonesia, dan negara-negara lainnya tidak terlewati oleh fenomena terorisme.

Bagaimana tidak, dalam sebuah penelitian (Poltak Partogi Nainggolan; hal. 206). Bahwa, “ISIS adalah wujud perlawanan baru para aktor non-negara, yang memanfaatkan Islam sebagai pemersatu kepentingan dan dasar tujuannya. Kehadirannya menentang Barat dengan peradaban dan segala kepentingannya yang merugikan penduduk mayoritas di TimurTengah. ISIS hadir menawarkan ideologi, tujuan, dan peradaban alternatif. Yang eksistensi dan aktivitasnya kemudian dinilai sangat mengancam tata dunia dan stabilitas keamanan yang ada.”

Pada hemat penulis, penelitian tersebut menunjukkan Islam sebagai agama yang tidak pernah memulyakan dan memberikan amanah untuk melakukan aksi ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Apalagi munculnya ISIS dengan berideologi khilafah Islamiyah telah memanfaatkan momentum politik dan menghancurkan citra Islam yang dapat membebani psikologi umat Islam secara menyeluruh.

Dosa Teroris

Kesaksian para eks nara pidana teroris, reternis, dan deportan ISIS telah membuka motif eksistensi ideologi khilafah Islamiyah. Islam dijadikan alat untuk menarik simpati publik dan menjamin masyarakat dengan segala macam hal asal berjihad dan berperang. Janjinya pun telah tergolong perbuatan dosar besar karena menipu umat Islam.

Belum lagi, ISIS melakukan pemalsuan terhadap agama Islam hingga kepandaianya dalam memanipulasi agama membuat masyarakat dari berbagai negara di dunia hijrah ke Suriah. Artinya, gerakan dakwah, hijrah, dan jihad adalah kewaspadaan kita untuk melindungi sesama umat beragama. Agar tidak mudah terpapar paham radikal.

Di sisi lain, aksi kekerasan atau bom alias teroris itu dapat diartikan sebagai suatu kejahatan kemanusiaan. Teroris yang berasal dari ISIS tidak secara langsung mencari pembenaran sepihak dan legitimasi agama untuk berjihad dan memerangi orang-orang tidak sepaham dengan kelompok mereka. Padahal, terorisme itu perbuatan keji.

BACA JUGA  Wahabi dan Ba’asyir; Propaganda Polarisasi Umat yang Harus Diwaspadai

Di mana perbuatannya adalah dapat dikategorikan menghalalkan pembunuhan dalam setiap berjihad demi agama. Sebaliknya, semua agama melarang keras dan mengutuk terorisme karena tindakannya menjadi ancaman bagi keamanan masyarakat global, terutama Islam. Perbuatannya tergolong dosa besar yang tidak bisa diampuni oleh agama dan negara.

Nabi Muhammad SAW sebagai teladan agung dalam kehidupan umat Islam tidak mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan hingga menghalalkan pembunuhan sekalipun. Sebagaimana dalam sebuah potongan hadis, (لا ضرر ولا ضرار). Artinya, “Tidak dibenarkan menyakiti diri dan membahayakan orang lain.

Firman Allah tegas tentang larangan bagi teroris yang dengan sengaja melakukan pembunuhan bagi orang tidak bersalah (مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا). Artinya, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia. Bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”

Terorisme salah satu bukti nyata menakut-nakuti masyarakat karena telah menjadi virus ancaman terhadap keamanan. Terorisasi itu bisa dibilang potensi terjadinya bahaya yang menyebabkan orang lain menjadi korban akibat aksi kekerasan maupun peledakan bom. Seharusnya kita sadar bahwa perbuatan itu tidak diperbolehkan.

Jaringan kelompok terorisme yang mengatasnamakan agama tidak sedikit jumlahnya. Mulai dari ISIS, Jamaah al-Qaeda, Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansorut Daulah, dan kelompok Islam radikal lainnya. Untuk itu, strategi yang perlu dibangun oleh negara yang ada di dunia adalah bagaimana modus operandi terorisme tidak lagi merajalela.

Kerjasama Internasional

Penanggulangan terorisme yang memiliki jaringan dengan kelompok teroris yang ada di berbagai negara tidak cukup hanya ditangani oleh negara itu sendiri. Melainkan kita perlu mendorong masyarakat dunia, dan negara-negara luar untuk melakukan kerjasama internasional di bidang penegakan hukum dan pemberantasan terorisme.

Pertama, proyeksi deradikalisasi terorisme kelas dunia harus dibuka oleh pemerintah sebagai jalan efektifnya penanganan terorisme. Sehingga, dapat memberi tahu informasi terkait jaringan kelompok teroris hingga para donaturnya. Kedua, adanya pertaubatan internasional bagi pemimpin dan pelaku terorisme yang telah merusak bangunan dan tindakan pembunuhan.

Ketiga, peran lembaga peradilan pidana internasional dalam hal ini International Criminal Court (ICC) untuk memutus dan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kejahatan kemanusiaan. Keempat, peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mengkampanyekan Islam moderat menuju perdamain dunia. Hal ini setidaknya membuka langkah baru untuk memulihkan Islam yang dicap sebagai agama produk teroris.

Menurut hemat penulis, keempat strategi tersebut kita meyakini adanya kemampuan untuk mencegah dan memberantas terorisme agar lebih efisien dan efektif. Paling tidak, potensi kerusakan dan fenomena bom sebelum terjadi mampu diberantas semaksimalkan mungkin. Terorisme harus kita pandang sebagai musuh dunia yang menuntut kita berdeklarasi war on terrorism.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru