26.8 C
Jakarta

Serial Pengakuan Mantan Napiter (LII-VIII): Upik Pagar, Mantan Teroris yang Rindu Membangun Poso

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Mantan Napiter (LII-VIII): Upik Pagar, Mantan Teroris yang Rindu Membangun...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Radikalisme memang sangat berbahaya. Tidak sedikit orang Indonesia yang terpapar paham menyesatkan ini. Mulai dari orang yang biasa saja hingga pemerintahan.

Salah seorang yang pernah terpapar radikalisme dan ia terjebak dalam aksi-aksi terorisme adalah Supriadi alias Upik Pagar. Ia mantan napiter asal Poso.

Pada tahun 2007 Upik mulai melakukan aksi teror dan berhasil ditangkap polisi. Meski setelah itu bebas, ia kembali melakukan aksi-aksi teror karena merasa kurang puas. Karena itu, ia harus menjalani proses hukuman sebanyak tiga kali ditangkap karena kasus yang sama.

Pada tahun 2018 Upik terbebas dari penjara yang terakhir kalinya. Upik bingung menghadapi hidup di tengah-tengah masyarakat hingga akhirnya ia mendapat tawaran dari Kapolres Poso yang kala itu dipimpin AKBP Bogiek Sugiyarto.

Berkat arahan Pak Sugiyarto, Upik dan empat rekan mantan napiter Poso berbisnis ayam petelur dengan modal awal 500 ekor ayam per orang di Desa Tobalu, Kecamatan Poso Pesisir. Bisnis ini terus berkembang. Sekarang sudah ada 2.000 ekor ayam per orang.

Tapi, ketika Pandemi berlangsung, bisnis ayam petelur menurun. Omsetnya anjlok hingga 50 persen, bahkan sudah hampir tiga bulan Upik tidak mendapatkan apa-apa dari hasil usaha tersebut. Kemudian, Upik berpikir akan berhenti usaha ayam petelur.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXIX): Eks Napiter Hendro Berhasil Hijah dari Terorisme

Bayangan berhenti dari bisnis ayam petelur, selain dampak Pandemi, juga karena ada lima karyawan yang harus dibayarkan gajinya untuk membantu jalannya usaha tersebut. Bisnis ini nombok per orang keluarkan uang 250 ribu. Itu belum pakan ayam yang mahal dan masalah saingan dengan telur ayam yang berasal dari Sulawesi Selatan yang dijual lebih murah.

Bentuk usaha yang dilakukan Upik dan rekan-rekannya hanya ingin membangun Poso menjadi wilayah yang berkembang di Indonesia. Mereka ingin menebus dosa sosial yang telah dilakukannya sebelum itu.

Perubahan hidup yang dilakukan mantan napiter tersebut menjadi bukti atas pertobatan mereka. Tobat bukan melulu membaca istighfar. Tapi, tobat itu adalah penyesalan hati atas perbuatan dosa di masa lalu dan optimis membangun masa depan.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini disadur dari cerita Upik Pagar yang dimuat di media online M.antaranews.com

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru