31 C
Jakarta

Menteri Jokowi Menangkal Radikalisme

Artikel Trending

EditorialMenteri Jokowi Menangkal Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Seluruh elemen masyarakat menyaksikan sejumlah nama menteri yang diumumkan oleh jajaran kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin (Menteri Jokowi), pada hari Rabu, (23/09/19). Dalam kesempatan yang berlangsung, Presiden Jokowi kerap kali menegaskan terkait tupoksi para menteri dalam upaya menuntaskan persoalan-persoalan bangsa dan negara.

Menjelang finalisasi kabinet jilid II, kita semata-mata dikaruniai sebuah kesadaran kolektif yang amat tinggi. Sebab pesan presiden Jokowi tidak lepas kaitannya dengan urusan ekonomi, dan kepastian dalam postur penegakan hukum di Indonesia. Terutama yang paling penting hubungannya dengan keamanan dan ketahanan nasional.

Langkah Jokowi-Ma’ruf Amin kini mengambil peran penting membangun benteng keamanan dan ketahanan nasional dalam konteks menuntaskan isu radikalisme, dan terorisme. Di mana spirit pergerakan kelompok penyebar paham kekerasan inilah (extremist, radicalism, terrorism) mengharuskan ada reaksi dan realisasi oleh pemerintah.

Sebab kelompok Islam radikal dewasa ini tampak aktif mengkampanyekan paham-paham kekerasan yang dimaknai sebagai suatu misi agama atau jihad dalam memperjuangkan agama, khususnya agama Islam. Yang sejatinya Islam sendiri menampilkan wajah keagamaan yang ramah dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam posisi ini, kita perlu membaca lebih jauh peta kepemimpinan politik atau track record Jokowi dan kiai Ma’ruf Amin itu siapa?. Sementara hari ini Jokowi adalah pemimpin yang melekat dengan ideologi nasionalisnya. Sedangkan kiai Ma’ruf Amin adalah pemimpin sekaligus ulama yang lahir dari pondok pesantren. Sehingga dengan skill keagamaan yang mumpuni memiliki prinsip nasionalisme dan agama yang tinggi.

Keduanya mencerminkan pasangan pemimpin yang nasionalis, dan religius yang mampu menciptakan situasi dan kondisi sosial semakin harmonis, ramah, dan penuh keadaban. Hal ini yang kemudian Jokowi-Ma’ruf Amin melakukan grand design atas kabinet jilid II membuat para menteri-menterinya semangat mengupayakan deradikalisasi.

Menghadapi Tantangan Radikalisme

Pasca pemerintah membubarkan salah satu ormas Islam ekstrem (Hizbut Tahrir Indonesia) tentu hal ini akan menjadi sebuah pelajaran berharga bagi Presiden. Menteri Dalam Negeri, Menkopolhukam, Menteri Hukum dan HAM, Kapolri, dan Panglima TNI, terutama di era jilid II ini dalam menghadapi tantangan dari radikalisme ke terorisme.

Sebab itu, radikalisme bukan hanya sekedar sebuah penolakan terhadap pelaksanaan suatu sistem (hakimiyah) yang ada dalam pemerintahan. Tetapi juga memiliki sikap fanatisme yang tinggi. Dan paling membahayakan jihad takfiri kerap kali dikobarkan. Baik itu, melalui situs di media massa maupun media sosial.

BACA JUGA  Metamorfoshow: Indoktrinasi Ajaran HTI Kembali Terjadi

Menurut Masduqi (2013) radikalisme adalah fanatik kepada satu pendapat serta menegasikan pendapat orang lain, mengabaikan terhadap kesejarahan Islam, tidak dialogis, suka mengkafirkan kelompok lain yang tak sepaham dan tekstual dalam memahami teks agama tanpa mempertimbangkan tujuan esensial syari’at (maqasyidus syariah).

Apalagi sejak menjalankan roda-roda pemerintah sebelumnya, banyak dari sebagian ormas Islam yang terjaring radikalisme. Ironisnya, agama Islam selalu dijadikan alat untuk memainkan kepentingannya membuat kegaduhan hingga kehidupan bangsa dan negara berjalan tidak tertib, dan dihantui ketakutan dan kekerasan yang membuat masyarakat tidak aman.

Langkah Menteri-Menteri Jokowi

Sebelum tantangan radikalisme dimulai dengan pelbagai pendekatan-pendekatan hukum, ekonomi, politik, keamanan, dan agama. Kabinet jilid II Jokowi-Ma’ruf Amin dapat dianggap mampu mengambil sumber daya manusia (menteri) yang sesuai dengan kualitas kemampuan yang dimiliki dalam menjalankan tugas.

Paling tidak, kita mengapresiasi kebijakan politik pemerintah yang hari ini membuka ruang baru atau terobosan baru dalam mencegah dan memberantas (deradikalisasi) isu radikalisme, terutama dalam rangka lebih rajin lagi serta getol mempromosikan gerakan anti-radikalisme dan terorisme ke seluruh elemen masyarakat, dan lembaga pendidikan.

Lebih rasionalnya lagi, ketika pengangkatan pegawai di setiap lembaga pemerintahan. Mulai dari pegawai di tingkat kementerian, dan lembaga-lembaga non-pemerintah harus lebih detail lagi mengkroscek lebih jauh tentang rekam jejaknya. Upaya ini setidaknya demi menghindari penyusup dari kelompok Islam radikal yang menjadi tenaga kerja.

Politik gagasan Jokowi-Ma’ruf Amin sangatlah tepat memilih Moh. Mahfud. MD sebagai Menkopolhukam, dan Fachrul Razi menduduki jabatan Menteri Agama. Kedua sumber daya manusia tersebut selain tokoh juga memiliki keunggulan masing-masing dalam memerangi dan menangkal radikalisme di Indonesia.

Program yang harus rebranding dari kedua lembaga kementerian ini terkait dengan optimalisasi deradikalisasi yang tujuannya adalah untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban bangsa dan negara, serta menangkal isu radikalisme agama dengan pendekatan hukum dan ekonomi, mensosialisasikan cara memahami agama dengan tekstual dan kontekstual.

Alhasil, karena deradikalisasi ada dalam wilayah yuridis Menkopolhukam, sedangkan urusan dalam menangkal radikalisme dan menyebarkan dakwah agama dengan ramah, sopan, dan santun merupakan wilayah Menteri Agama, sehingga kedepannya memerlukan keunggulan mencitakan sumber daya manusia yang unggul dan maju menangkal arus deras radikalisme.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru