29.7 C
Jakarta

Kerajaan-Kerajaan Baru Ditangkap, Kenapa Kerajaan Khilafah Tidak?

Artikel Trending

KhazanahOpiniKerajaan-Kerajaan Baru Ditangkap, Kenapa Kerajaan Khilafah Tidak?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sudah tiga kerajaan dijebloskan ke tahanan oleh polisi. Jelas, ini hanya terjadi di Indonesia. Entah karena menderita epilepsi atau bagaimana, tetapi negeri ini memang produktif sekali melahirkan para raja, kira-kira satu bulan terakhir. Ini bukan kasus Ningsih Tinampi yang viral itu. Ini tentang orang-orang aneh yang mengaku raja, atau punya kerajaan. Ini juga bukan tentang raja ala aktivis khilafah. Tetapi benarkah keduanya sama sekali berbeda, tak sedikit pun ada kesamaannya?

Totok Santosa Hadiningrat dipanggil Sinuwun. Dyah Gitarja dipanggil Kanjeng Ratu. Keduanya punya kerajaan: Keraton Agung Sejagat. Selasa (14/1) lalu, mereka ditangkap. Kerajaan fiktifnya pun musnah. Muncullah Sunda Empire, yang konon menganakbuahi Amerika, Inggris, dan semua negara-negara PBB. Ki Ageng Rangga, petingginya, bahkan vokal sekali tampil di ILC TvOne. Tak lama, pada Selasa (28/1), ia juga ditangkap di Tambun, Bekasi. Sunda Empire pun tersisa meme ledekan.

Bukan Indonesia namanya kalau hanya sampai di situ. Muncullah raja yang lebih tinggi lagi kastanya. Namanya King of The King, muncul di Tangerang. Narasinya, King of The King akan membayar lunas hutang-hutang negara, melalui kekayaannya: US$ 60 miliar, atau kira-kira setara 60 ribu triliun rupiah. Entah narasi tersebut adalah satire terhadap negara atau apa, tidak ada yang tahu pasti. Tetapi, Senin (3/2) kemarin, Juanda, salah satu petingginya, ditangkap di Karawang.

Ada kerajaan baru lagi: Kerajaan Kesotoan Nusantara. Didirikan di Lebak Bulus, pada Senin (3/2), tepat di hari penangkapan Juanda King of The King. Narasi yang dibangun ialah ingin meningkatkan kesejahteraan. Deklarasi digelar dengan kirab berkeliling daerah Lebak Bulus, diakhiri dengan doa dan santunan anak yatim. Menarik, sekaligus lucu. Raja-raja yang muncul semuanya orang Islam. Sebenarnya, ada apa dengan Islam?

Nafsu sebagian umat Islam terhadap kerajaan memang tinggi. Mendirikan khilafah, salah satunya. Jadi bukan hanya raja-raja baru yang salah satu oknumnya pernah berafiliasi dengan pejuang khilafah. Kalau berdirinya kerajaan yang diperjuangkan, bukankah khilafah juga bermakna kerajaan?

Khilafah Juga Kerajaan

Dalam kegersangan peradaban, umat Islam rindu masa lalu, di mana mereka menjadi penguasa di berbagai belahan dunia. Zaman sebelum Renaisans Eropa adalah kejayaan Islam. Dengan melupakan intrik politik internal ketika itu yang sebenarnya problematik, bahkan tak jarang terjadi bunuh-membunuh antarkeluarga, sebagai umat Islam suka berujar: “Kalau kita ingin maju seperti dulu, wajib tiru mereka. Mereka membangun kerajaan global dengan sistem khilafah.

Dalam konteks raja-raja baru  yang lagi musim ini, yang dijanjikan adalah persoalan tetek bengik. Hutang negara, misalnya. Siapa yang masih percaya tipuan seperti itu? Jelas tak masuk akal. Tetapi apa yang dijanjikan khilafah? Mereka menjanjikan kejayaan masa lalu. Mereka yakin, dan terus dibuat yakin, dan terus saling meyakinkan, melalui kajian, diskusi dan sebagainya, bahwa “khilafah”lah satu-satunya jalan keluar. Maka harus ditegakkan.

Mengaca penaklukan Konstantinopel misalnya, dan ingin meniru spirit juang Sultan Muhammad Al-Fatih: bukankah artinya mereka serukan perombakan sistem kenegaraan? Bukankah artinya mereka ingin mendirikan kerajaan di republik ini? Lalu kenapa mereka dibiarkan, tidak ditangkap seperti Keraton Agung Sejagat, Sunda Empire, dan sejenisnya? Apakah kita mengira, para veteran khilafah itu tidak lebih berbahaya dari King of The King, misalnya? Jelas lebih berbahaya!

BACA JUGA  Kebinekaan dan Langkah Mendesak Meredam Panasnya Konflik Elektoral

Khilafah adalah agenda politik yang terstruktur dengan rapi, dan komando globalnya bergerak di bawah tanah. Kalau amir Hizbut Tahrir mengimpikan jadi Al-Fatih II, lalu Felix Siauw, ustaz malapraktik itu bebas gelar diskusi berhashtag #Campaign1453? Ironis. Kita seringkali terlalu polos di hadapan agenda licik para agen khilafah. Padahal tak ada yang lebih substansial dari acara Peringatan Penaklukan Konstantinopel itu, selain ingin mengkudeta NKRI. Tidak ada.

Kita tengah dijajah oleh kepolosan kita sendiri. Dibodohi karena perjuangan kita sendiri ingin mengedepankan toleransi. Lalu para pejuang khilafah dibiarkan bebas. Sedangkan kerajaan-kerajaan mainan yang bermunculan ditangkap. Kerajaan khilafah yang sebenarnya malah dibiarkan. Padahal keduanya sama-sama ingin mengganti NKRI. Tetapi khilafah jauh lebih berbahaya, pergerakannya lebih sistematis. Masihkah patut kita bertoleransi kepada mereka?

Haruskah Ditangkap?

Ada kesamaan spirit antara raja-raja yang muncul itu dengan raja yang diimpikan khilafah; datangnya ratu adil di akhir zaman. Para veteran khilafah sendiri sebenarnya melandaskan doktrinnya terhadap pemahaman sejarah yang dangkal dan bodoh. Bukankah kebodohan bila menganggap khilafah bagian dari syariat Islam? Apakah benar khilafah ala Nabi Muhammad adalah persis yang digemborkan agen Hizbut Tahrir hari ini? Buta sejarah.

Bahwa Nabi menerapkan sistem teokrasi, iya. Bahwa Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Hasan bin Ali menjadi Penguasa Pusat Umat Islam (Amir al-Mu’minin) ketika itu, benar. Tetapi Nabi sendiri yang bersabda, kekhilafahan itu purna setelah kekuasaan pindah dari Hasan ke Muawiyah. Muawiyah tak memberlakukan khilafah, melainkan kerajaan monarki absolut. Tahta diturunkan ke anak-anaknya. Apakah Nabi dan khulafa’ ar-rasyidin melakukan hal itu? Jelas tidak.

Sejarah penguasa Islam yang sebenarnya diulas oleh Imam al-Thabari, Imam al-Suyuthi, dan lainnya. Menganggap Dinasti Muawiyah dan Abbasiyah menerapkan khilafah, lalu harus kita terapkan hari ini, adalah kebodohan yang nyata. Tetapi benarkah para dedengkot khilafah itu tidak tahu sejarah yang sebenarnya? Tidak juga. Mereka pura-pura, lalu membelokkan sejarah. Agenda utama yang sejujurnya ialah: mereka berpolitik. Dan beberapa orang bodoh mau saja ditipu mereka.

Lalu apakah para dedengkot khilafah di negeri ini harusnya ditangkap? Sejatinya iya. Wajib dipenjara, siapapun yang ingin melakukan pemberontakan, baik aksi maupun ideologi, di negeri ini. Tetapi risikonya jelas: mereka akan semakin memperkuat indoktrinasi bahwa ‘agama Islam diinjak-injak’, ‘umat Muslim dianiaya’, atau ‘pemerintah thaghut tidak rela Islam berjaya’. Narasi basi para veteran khilafah itu ampuh untuk memprovokasi umat Islam dengan pemerintah. Yang terjadi selanjutnya bisa kita terka bersama.

Menahan khilafah jelas mustahil, tetapi kita bisa membendung ideologinya. Salah satunya ialah, dengan, tidak pernah membiarkan pergerakan mereka berkibar. Ideologinya mesti dimusnahkan, meski hal itu bukan perkara mudah. Virus khilafah sangat berbahaya, jika sudah terdoktrin jadi mindset. Tetapi, kenapa pemerintah membiarkan dan tidak menangkapnya?

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru