29.3 C
Jakarta

Siapa yang Bakal Jabat Ketua Umum PBNU setelah Prof. Said Aqil Siradj?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanSiapa yang Bakal Jabat Ketua Umum PBNU setelah Prof. Said Aqil Siradj?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ketika dengar sebutan Front Pembela Islam atau FPI, selalu terlintas dalam benak sosok Imam Besar Habib Rizieq Shihab. Saya mengakui kealiman dan elektabilitasnya dalam bernegera. Buktinya, Rizieq memiliki jutaan umat yang setia, bahkan rela mati mengikuti dakwahnya. Rizieq juga dikenal melontarkan ayat-ayat Al-Qur’an, hadis, bahkan fatwa ulama dalam berdakwah.

Selama memimpin Ormas Besar FPI, Habib Rizieq berdakwah dengan gaya yang berbeda dibandingkan kyai-kyai Nahdlatul Ulama atau NU. Rizieq berdakwa seakan berorasi dibarengi suara yang tegas, lantang, dan keras. Mendengarkannya dapat membangkitkan semangat untuk berjihad fi sabilillah. Gagasan yang dilontarkannya kurang lebih soal masa depan Islam yang harus dibalut dengan cara berpikir yang tertutup. Islam, bagi Rizieq, adalah Arab, sehingga Islam disebut kaffah bila seseorang dapat berpakaian sorban putih, gamis putih, dan bawa tasbih, sembari meneriakkan kalimat takbir Allahu Akbar. Gaya pakaiannya tak ubahnya gaya pakaian orang Arab. Selebihnya, Islam yang sesungguhnya menghendaki Khilafah sebagai sistem negara, termasuk di Indonesia.

Gagasan Habib Rizieq memicu kontroversi, terutama di benak kyai dan pengikut NU. NU sendiri mencita-citakan Islam Indonesia adalah Islam Nusantara, sementara Rizieq menolak Islam Nusantara dan mengampanyekan Islam Arab yang kaku dan bertentangan dengan Islam Indonesia. Berawal dari kontroversi ini, Habib Rizieq menjadi Khawarij, memisahkan diri dari NU. Dia menolak (kalau enggan berkata “mengkafirkan”) apa yang disampaikan kyai NU, termasuk Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. Penolakan semacam ini persis dengan penolakan yang dilakukan Sekte Khawarij terhadap keputusan Ali bin Abi Thalib terkait arbitrase (tahkim).

Kekesalan Habib Rizieq melihat ulama Indonesia yang tidak sepahaman akhirnya menyeret dirinya hijrah ke Arab Saudi. Hijrah adalah cara halus untuk menutupi image sang imam di mata umatnya, karena hijrah dipandang sesuatu yang mulia karena diyakini mengikuti jejak Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah. Padahal, spirit hijrah Nabi Muhammad berbeda jauh dengan hijrah Rizieq. Nabi Muhammad hijrah untuk menghindari perpecahan, sementara Rizieq hijrah untuk menyulut permusuhan dan serba politis. Bila rewind pada masa memanasnya Pilpres 2019, hijrah Rizieq mampu membakar semangat pengikutnya untuk menolak kepemerintahan Jokowi. Karena, dikiranya Jokowi adalah kafir dan harus disingkirkan.

BACA JUGA  Sudahkah Kelompok Radikal Memerangi Hawa Nafsunya sebelum Memerangi Sesamanya?

Kalau mengingat kuasa Allah, segala takdir ada pada-Nya. Saat berbulan-bulan di tanah rantau, Habib Rizieq mendapat anugerah Tuhan untuk menarik dakwah ekstremis yang sudah dilalui bertahun-tahun. Disadari dakwah yang menjelek-jelekkan pemerintah adalah sikap yang tidak baik. Mengkafirkan perbedaan pun bukanlah sikap yang mulia. Akhirnya, Rizieq meneteskan air mata sembari menyesali perbuatannya yang sudah-sudah. Di situlah terngiang sosok kyai NU yang santun, ramah, dan menyejukkan. Terngiang sosok Kyai Hasyim Asy’ari yang berdakwah dengan cara lembut dan berkesan di hati banyak orang.

Beberapa hari setelah itu Habib Rizieq kembali ke Indonesia dengan wajah dakwah yang baru: dakwah yang digagas oleh kyai NU. Dia menyampaikan kepada pengikutnya, bahwa mulai sekarang tidak ada kekerasan dalam berdakwah; dakwah hendaknya dilakukan dengan sikap yang santun dan menjunjung nilai-nilai moderasi. Bahkan, dia membubarkan FPI karena ormas yang diyakininya ini dapat memberikan manfaat yang besar kepada umat, malahan menimbulkan mafsadat yang lebih besar. Saat itu Front Pembela Islam dibubarkan tanpa banyak pertimbangan. Dia beserta pengikutnya datang dengan semangat baru menyongsong Islam Nusantara yang wasathiyyah, moderat.

Kedatangan Habib Rizieq mendapat sambutan yang fantastik di tengah kyai NU. Karena mendekati muktamar, mayoritas kyai dan pengikutnya mengangkat Rizieq menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) setelah kepemimpinannya Said Aqil Siradj. Bayang-bayang NU semakin komplit saat dipimpin oleh mantan Imam Besar FPI yang tegas ini. Karena sudah masuk di lingkungan NU, ketegasan Rizieq dipadukan dengan kelemahlembutannya, sehingga hadirlah NU semakin kuat di persada Indonesia, bahkan di penjuru dunia.

Beginilah bentuk imajinasi perjalanan dakwah Habib Rizieq yang terkesan dramatis, sehingga dapat diambil sebuah ibrah, bahwa tidak selamanya orang yang membenci kita adalah tidak memperhatikan kita. Ingatlah, setiap pembenci pada saatnya akan butuh jeda untuk menarik kebenciannya. Selamat datang Sang Imam Besar di dunia yang baru dan gagasan yang baru pula! NU adalah media yang menyenangkan. Percayalah.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru