29.7 C
Jakarta

Zulkarnaen, Strategi Teroris, dan Mitigasi Kita

Artikel Trending

Milenial IslamZulkarnaen, Strategi Teroris, dan Mitigasi Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Eks Asisten Dr Azahari: Zulkarnaen ditanggap Densus 88 Antiteror. Pasalnya ia terlibat aksi bom Bali 1 (2002) yang menewaskan puluhan orang. Zulkarnaen alias Aris Sumarsono alias Daud alias Zaenal Arifin alias Abdulrahman memang sudah diburu selama 18 tahun. Tapi, baru diringkus pada 10 Desember 2020 di Kabupaten Lampung Timur, Lampung pukul 19:30 tanpa perlawanan (detiknewas, 14/12/2020).

Zulkarnaen Sang Teroris

Zulkarnaen disebut-sebut punya keterlibatan di banyak aksi terorisme di Indonesia. Meski si Jack yang merupakan mantan asisten Dr Azahari menyebut Zulkarnaen tidak terlibat pada aksi Bom Bali 1, tetapi bisa dipastikan Zulkarnaen saat itu telah menjadi tokoh yang paling dikagumi. Saat itu Zulkarnaen menjabat sebagai panglima askari (tentara) dari kelompok teroris Jamaah Islamiyah.

Zulkarnaen berperan sebagai penanggungjawab seluruh teror Jamaah Islamiyah. Zulkarnaen adalah otak dari seluruh aksi-akasi JI. Dia bukan eksekutor di lapangan, melainkan penanggungjawab aksi-aksi teror pengikutnya.

Aksi-aksi peladakan bom di mana-mana tak terkecuali mendapatkan restu dari Zulkarnaen. Bom Bali yang menewaskan 202 orang, serta peledakan bom di keduataan Besar Australia, Jakarta, pada September 2004, tak lepas dari tangan-tangan dingin Zulkarnaen.

Zulkarnaen membuat khos Dewan Askari atau kelompok bersenjata Jamaah Islamiyah yang siap tempur atas nama agama. Terbukti, baik kejadian Bom Bali 1, konflik-konflik Poso dan Ambon ia tangani dengan sangat rapi.

Selain figurnya sangat mencolok dari tokoh-tokoh teroris di Indonesia, tetapi Zulkarnaen punya sisi spesial. Zulkarnaen berbeda dengan yang lain. Zulkarnaen memiliki kemampuan lengkap, mulai merakit bom, ahli fisika (untuk meramalkan efek kekuatan ledakan), dan ahli kimia untuk menciptakan bahan-bahan bom, termasuk kemampuan merekrut pengikut. Dari paket komplit demikian, figur Zulkarnaen sangat ditokohkan.

Ketokohan Zulkarnaen ia peroleh mulai sejak kecil. Ia membaca buku-buku “jihadis” dari para tokoh teroris dunia, macam Abdullah Azzam, bekas aktivis Ikhwanul Muslimin, Pelestina, lulusan doktor Ushul Fiqh Universitas Al-Azhar, Cairo, yang sempat juga mengajar di King Abdul Aziz University, Jeddah. Abdullah Azzam ini adalah guru dari Zulkarnaen.

Zulkarnaen mulai berguru kepada teroris dunia melalui jalan setapak, yaitu saat bergabung dengan jaringan eks-NII 1990. Zulkarnaen adalah salah satu angkatan pertama yang berangkat ke Afghanistan pada 1987. Di sana, ia bertemu dengan para pesohor dan senior-senior “otak” dan tokoh teroris (M. Kholid, Syeirazi, 2020). Maka itu, Zulkarnaen memiliki keilmuan yang lebih lengkap daripada teroris lainnya. Dan orang-orang seperti Zulkarnaen yang sesungguhnya sangat berbahaya. Mainnya seperti rayap, yang bisa merobohkan bangunan kuat, apalagi bangunan rapuh seperti (Anda bisa isi sendiri).

Benarlah bahwa Zulkarnaen memiliki keilmuan dan kemampuan lengkap baik perihal merakit bom, merekrut bocah polos dengan rayuan-rayuan manis agamanya, maupun juga membaca mata angin arus politik Indonesia bahkan dunia. Zulkarnaen adalah lulusan pondok pesantren Mu’min Ngruki, Sukoharjo dan sempat mengecap perkuliahan di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta (M. Kholid, Syeirazi, 2020).

Zulkarnaen bermain memutar. Dia ikut jaringan usrah yang digembleng di Masjid Jenderal Sudirman, Demangan Jogja. Kemudian dia ikut berjejaring dengan kelompok mujahidin lainnya, sehingga berlabuh pada Jamaah Islamiyah (JI) ini. Di JI, ia memiliki tempat. Kemudian, Zulkarnaen diangkat menjadi panglima laskar khos JI, oleh Abdullah Sungkar. Dari situ, dialah yang bertanggungjawab atas semua amaliah JI.

Seperti tuturan si Jack, Zulkarnaen sering mengadakan pengajian di rumahnya di Sukoharjo, Jawa Tengah, tak jauh dari PP Ngruki. Dari situlah, susupan-susupan ajaran syahidisme digembleng dan digenjarkan oleh Zulkarnaen. Anak muda-anak muda polos macam Imam Samudra dan konco-konconya merasa terpantik untuk mati dalam keadaan syahid. Kemudian merekalah yang menjadi korban ajaran “teologi syahidisme” atau “teologi maut” dengan melakukan aksi pengeboman di Bali dan beberapa tempat lainnya.

BACA JUGA  Cara Jitu Menangani HTI dan Gerakan Bawah Tanah Khilafahers

Strategi dan Mewaspadai

Kita tahu, bahwa apa yang diragakan Zulkarnaen dan para teroris lainnya adalah perlu kewaspadaan. Dengan taktik, dan strategi licik radikalnya memainkan poros muslihat yang mencoba mengkapitalisasi nafsu manusia, hal itu sering mendapuk kita. Yang dulunya kita biasa-biasa dalam meneroka dunia dan agama, tiba-tiba semacam punya penyakit “kebencian” atas yang lain.

Para teroris sering menjalankan strategi “kapitalisasi nafsu”. Yaitu, mereka mengkapitalisasi nafsu manusia, ketika kita merasa sakit, cemburu, sedih, kehilangan orientasi, kehilangan pasangan, kehilangan harta benda, kehilangan kepercayaan atas negara, dan kesedihan lainnya, maka teroris bergelirya untuk menyeret kita kepada perangkatnya.

Teroris akan memainkan peranan peting dengan membayang-membayangi kenikmatan, surga dan semacamnya, dengan kalimat kunci “daripada kita terjangkit lubang kenistaan dan kehilangan kehidupan seperti di atas”. Dengan modusnya, mereka mengumpulkan dan menyatukan emosional kita dengan membingkai romantisme ajaran-ajaran agama.

Bila kita terbuai pada rayuannya, seperti banyak contoh pengakuan eks-HTI, eks-Teroris, dan eks-Jihadis di Indonesia itu, otomatisasi kita berlabuh diperangkapnya. Dan Anda tahu sendiri, apa yang akan dilakukan? Dogamtasisasi syahidisme, dan dikalungkan senjata pembunuh manusia-manusia tak berdosa. Contoh nyatanya, anak kecil yang disuruh bapak-ibunya melakukan bom bunuh diri di gereja, Surabaya, beberapa tahun lalu. Sungguh betapa mengerikan jika orang-tua “dengan nalar syahidismenya” begitu tega menyuruh anak semata wayangnya demi/atas nama “jihad”, menegakkan agama Allah, sehingga rela membunuh anaknya juga membunuh liyan yang dianggap musuh Islam.  Di sini, Anda merasakan seperti yang banyak orang rasakan.

Sangat bahayanya paham syahidisme dan paham radikal di Indonesia. Dengan mayoritas Muslim terbesar di Dunia yang sangat ingin menjunjung tinggi ajaran-ajaran Islam, maka mereka mudah dipermainkan dengan gombalan ajaran agama, baik dari tokoh teroris atau uztaz-uztaza dadakan (yang cuma ingin tenar dan ingin mendapat penghasilan dari jaualan “agamanya”). Di tengah situasi problem agama yang kompleks di Indonesia, ajaran-ajaran tidak utuh seringkali mudah nyebar ketimbang ajaran-ajaran agama yang memiliki kapabilitas rigid dan komplit.

Ini kita bisa baca dari sejarah gerakan Islam di tanah Indonesia. Bermula dengan gerakan Islam yang muncul lewat gerakan Padri di Sumatera Barat sejak perempat terakhir abad ke-18 yang berpuncak dengan adanya Perang Padri melawan Belanda (1821-1837). Dengan upaya evolusioner yang merubah bentuk dari Tarekat Syattariyah ke gerakan radikal ketika mengadopsi paham Wahabi di Arab pada awal abad-19 yang dengan nalar-sikap kekerasan dan revolusioner menolak kompromi Islam dengan komunitas adat Minangkabau (Azyumardi Azra, 2020).

Dari situ, gerakan Islam mulai terpecah-pecah atau berpragmentasi dengan gerakan lainnya yang merubah nama dan bentuk gerakan. Dari situlah, ajaran-ajaran Wahabisme-Salafi dijadikan paham bagi sebagian orang/kelompok, yang akhirnya sering terjadi perpecahan dan kekerasan karena merasa apa yang dipandang/dilihatnya tidak sesuai dengan prinsip Islam. Dengan demikian, mereka berhak melakukan apa saja meski dengan membunuh, berperang dan kekerasan lainnya, atas nama agama dan Tuhan.

Berkaca pada taktik teroris Zulkarnaen, dan strategi licik teroris lainnya, serta teologi Wahabisme-Salafi Arab Saudi, maka kita diharapkan hati-hati dan waspada. Berbagai upaya perlu dijalankan secara komprehensif sejak dalam keluarga, pertetanggaan, lembaga pendidikan, sampai kelingkungan luas, termasuk dunia maya. Jika itu dapat dilakukan, minimal kita bisa hidup tertram di dunia.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru