27.2 C
Jakarta
Array

Yerusalaem; Kota Tua Beribu Cerita

Artikel Trending

Yerusalaem; Kota Tua Beribu Cerita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ia bukan New York atau Las Vegas dengan segala kemegahannnya. Tidak pula seindah Paris, ibu kota Prancis yang menara Eiffel-nya cukup menarik perhatian dunia. Apalagi bila dibanding dengan Jakarta, disana nyaris tak ada kemacetan panjang khas ibu kota. Ia menjadi istimewa bukan karena pesatnya pembangunan dan destinasi wisata. Keagungan sejarahlah yang membuat penulis sehebat Karen Amstrong rela menghabiskan waktu dan tenaganya untuk meneliti kota tua Yerusalem ini.

Sejarah Yerusalem membentang sejak Zaman Perunggu Awal. Ironisnya, kota yang dikemudian hari dihormati sebagai pusat dunia oleh jutaan umat Yahudi, Kristen, dan Muslim, merupakan tempat terpencil pada masa Kanaan Kuno (hal. 33). Tanda-tanda kehidupan di Yerusalem baru dapat dijumpai akhir abad ke-19 SM ketika para pemukim mulai merambah kawasan bukit dan membangun kota-kota disana. Pendapat ini dikuatkan dengan penemuan tembikar yang berasal dari sekitar tahun 1800 SM oleh arkeolog Inggris, Kathleen Kenyon.

Cerita berlanjut hingga datangnya orang-orang Israel dari Mesopotamia. Mereka inilah yang kemudian menyemaikan benih-benih agama Yahudi melalui tiga orang leluhurnya, Abraham, Ishak, dan Yakub. Lalu, muncullah tempat-tempat di sekitar Yerusalem yang disakralkan oleh para pemeluknya hingga kini. Matzevah atau batu tegak tempat Yakub bertemu tuhan dalam mimpi, bukit Zion, gunung suci Sinai dimana Musa menerima kitab Taurat adalah sebagian situs-situs tersebut.

Waktu yang terus berputar membawa sejarah pada masa awal abad pertama Masehi. Sebuah arak-arakan kecil, dipimpin seorang lelaki mengendarai keledai, turun dari bukit Zaitun, melintasi lembah Kidron, dan memasuki Yerusalem. Beredar kabar bahwa orang itu adalah Yesus, seorang Nabi dari Nazaret di Galilea (hal. 219). Awalnya, keberadaan Yesus dianggap sebagai ancaman bagi agama Yahudi sampai-sampai nyawanya melayang di tiang salib. Mereka belum tahu bahwa pria inilah yang dikemudian hari melahirkan agama baru: Kristen.

Setelah ajaran Kristen berkembang dan diterima oleh penduduk Yerusalem, komunitas Muslim masuk kesana setelah Patriark Sophronius menyerahkannnya kepada Khalifah ‘Umar bin Khattab. Bagi umat Islam, Yerusalem adalah salah satu tempat yang paling suci selain Makkah dan Maddinah. Mereka tidak pernah lupa bahwa kota suci ahlul bait adalah kiblat pertama mereka. Kota itu tetap menjadi simbol penting dari rasa kontinuitas dan kekerabatan yang dimiliki Islam terhadap ahlul Kitab, terlepas dari apakah orang Yahudi dan Kristen bersedia mengakuinya atau tidak (hal. 332).

Hadirnya tiga agama inilah yang membuat Yerusalem menjadi kota paling disucikan sekaligus diperebutkan di muka bumi. Berbagai usaha merebut Yerusalem bahkan telah berlangsung sejak lama. Selama lebih dari enam ratus tahun sebelum Islam datang, terdapat ketegangan antara umat Yahudi dan Kristen menyangkut status Yerusalem. Konflik itu menemukan rekonsiliansinya ketika umat Islam datang sebelum akhirnya pecah kembali akibat perang Salib dan terus berlanjut hingga kini.

Meskipun penulisnya adalah mantan biarawati Katolik Roma yang beralih dari pemahaman konservatif agama Kristen menjadi sosok liberal dan mistikal, hasil karyanya tetap netral dan jauh dari kesan mengunggulkan salah satu dari tiga agama yang. Buku ini hanya merupakan sebuah upaya untuk mengetahui apa yang umat Yahudi, Kristen, dan Muslim maksudkan ketika mereka mengatakan bahwa kota tersebut “suci” bagi mereka dan untuk menunjukkan sebagian implikasi dari kesucian Yerusalem dalam setiap tradisi tersebut (hal. 28).

Yerusalem: Satu Kota, Tiga Agama sangat tepat dibaca bagi anda yang ingin belajar sejarah kota tua ini. Di dalamnya tersaji beribu cerita pergolakan spiritual dan politik penduduknya dari masa ke masa. Buku ini mengajak pembacanya untuk bersama-sama mencari solusi atas konflik berkepanjangan di Yerusalem. Tapi pertanyaannya, maukah anda mengikuti ajakan mulia Karen Armstrong dan membaca buku setebal 672 halaman ini?

 

 

Judul Buku : Yerusalem; Satu Kota, Tiga Agama

Penulis : Karen Armstrong

Penerjemah : Andityas Prabantoro

Penerbit : Mizan

Cetakan : I, Maret 2018

Tebal Buku : 672 hal.

ISBN : 978-602-441-057-5

Peresensi: Ach. Khalilurrahman,  penikmat buku asal Sumenep Madura.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru