31.4 C
Jakarta

Yaqut Jadi Menag, Agama Sebagai Inspirasi? Buktiin Dong!

Artikel Trending

Milenial IslamYaqut Jadi Menag, Agama Sebagai Inspirasi? Buktiin Dong!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terpilihnya Yaqut Cholil Qoumas menjadi Menteri Agama, euforia kegembiraan mencuat. Ucapan selamat dalam bentuk pamlet-pamlet berhamburan, tak terkecuali di perguruan tinggi agama. Beragam tulisan bernuansa analisis, rayuan, gombalan, dan harapan terhadap dirinya tercipta, tak terkecuali editorial Harakatuna (24/12/2020).

Editorial Harakatuna, minggu ini, sangat yakin bahwa Yaqut akan bisa memberantas radikalisme. Ia memberi selingan biodata moncer terhadap diri Yaqut, sebagai penguat harapannya. Bahwa dengan biodata dan pengalaman Yaqut itu, tidak mungkin kalah dengan/dan antar kepentingan di meja Istana.

Yaqut dan pengalamannya semasa di Banser, dibeberkan dengan terang. Bagi editorial Harakatuna, pengalaman Yaqut di Banser, membuat optimis tebal bahwa Yaqut akan mengganyang ormas-ormas radikal dan intoleran. Memusnahkan radikalisme, membubarkan ormas pemecah-belah bangsa.

Editorial Harakatuna juga menyebut, masyarakat optimis sebab ketegasan yang dimiliki Yaqut. Dia sangat yakin bahwa jiwa ketegasan Yaqut akan memberi gebrakan brilian, ormas-ormas tak mungkin bisa berbuat ulah, dan jika berbuat ulah, akan berurusan dengan Yaqut. Wih!

Kemudian Yaqut diandaikan ketegasannya seperti Menag pendahulunya, Fachrul Razi yang memiliki track record ketegasan militer. Dan, Menag Lukman Hakim Saifuddin, yang bisa mengayom semua elemen masyarakat dan memiliki ketegasan dengan cara membubarkan HTI. Dan dengan itu, ormas-ormas macam FPI akan mengalami nasib yang sama (?).

Apa yang Anda tangkap dari lima narasi di atas?

Menarik dan Butuh Bukti

Sekilas, harapan itu manarik. Tapi, percayalah bahwa cara berpikir Negara tidak mungkin plek sama dan persis seperti cara berpikir ormas. Bila ribuan ha-ha hih-hi dan hem-hem sering dipertonton ormas, dalih moral, tentu hal itu tidak berlaku pada Negara.

Mengapa?  Bila Negara diinginkan dijadikan wadah berkehidupan semua manusia, beserta yang melingkupinya, maka Negara harus jadi payung yang aman dari semua manusia, temasuk semua ormas-ormas.

Mungkin Anda akan bertanya, “kalau ormas radikal yang ingin menggantikan sistem Indonesia apakah masih harus diayomi?” jelas. Negara harus mengayomi semua yang ada di negaranya, di manapun, kapan-pun dengan cara apa-pun. Ketegasan di sana berlaku, tapi bukan ketegasan sepihak apalagi fasis.

Negara hukum harus berhukum. Tapi tidak dengan tajam ke bawah dan ke samping kanan dan kiri. Ia harus berhukum tajam ke segala sisi.

Pembubaran kadangkala berbuah nuansa baik. Tapi juga kadang mambuat jadi buruk. Jika Anda melihat cara-cara yang dilakukan Menag Lukman Hakim Saifuddin, sang pengayom semua elemen masyarakat dengan cara membubarkan HTI, apakah persolan agama selesai dan/atau justru makin ruwet jika dilihat setelahnya dan akhir-akhir ini? Anda punya jawaban sendiri.

Tapi paling tidak kita bisa berkaca, jika satu lumbung dipecah, maka penghuni lumbung itu akan mambuat pecahan-pecahan lagi. Satu demi satu, kecil demi kecil, meraka buat kelompok dari keterpecahan itu. Bahkan mereka menyusup ke segala lumbung-lumbung lain, sekalipun lumbung yang lain itu kokoh dan dianggap tak bertentangan dengan asas-asas yang disepakati.

BACA JUGA  Menjaga Toleransi dan Moderasi Bukan Perbuatan Tercela

Masalahnya, jika semua lumbung di segala sisi berdiri, meski kecil-kecil, dan bila mereka berbuat onar, tanpa komando, siapa yang akan diminta pertanggungjawaban. Sangat sulit. Di sini, bukan hukum runcing, represif atau dor, yang perlu dilakukan, melaikan dialog seperti yang bertulis di dada Garuda Pancasila. Apalagi hanya menuruti sentimental ormas-ormas yang mendaku ormas (paling) moderat.

Yaqut: Inspirasi bukan Aspirasi

Sebagaimana Menag terdahulu, pidato Menag Yaqut, masih sama. Ia ingin mengambalikan agama pada habitatnya. Mungkinkah? Mungkin. Tetapi juga tidak mungkin.

Mungkin, jika agama terjauhkan dari kepentingan politik. Begitu juga sebaliknya, politik tidak masuk dalam ranah agama (ini menjadi perdebatan panjang dari dulu hingga sekarang dan klise sebenarnya). Menjadi tidak mungkin, kalau agama dijadikan sebagai sumber pencarian lumbung-lumbung soaka, semboyan politik, bahasa politik, apalagi pencarian jabatan dan gagah-gagahan.

Apa yang kita inginkan dari Yaqut? Tidak ada, selain ia jadi seorang Menteri Agama moderat. Itu saja. Ia tidak otoritarian pada kelompok agama-agama, menjadi pengayom kepada semua umat manusia, dan paling panting, membuka jalur demokrasi di area perguruan tinggi di Indonesia. Tapi, Agama kok ada Menterinya, ya?

Tentu saja, keinginan kita terlalu berat baginya, sebagaimana beratnya visinya yang menginginkan kembalinya agama dijadikan sebagai sumber inspirasi bukan aspirasi, dan beratnya bobot kemaruk kementerian yang telah “basah” dibuat sebelum-sebelumnya, utamanya di perguran tinggi.

Jika itu yang kita sama-sama rasakan apa bisa kita lihat minimal untuk hari ini? Kita lihat saja maunya Yaqut. Di dinding Instagramnya bertulis keinginannya dengan lima baris alinia.

Kita kutip: Agama harus kembali menjadi penerang jiwa-jiwa setiap warga bangsa, sebagai penerang yang menyenangkan setiap insan ketika dalam kesulitan. Agama kembali masuk ke sanubari masing-masing dan menuntun setiap manusia menjadi pribadi yang peduli pada sesama dan menebarkan welas asih untuk seru sekalian alam.

Lanjutnya, jangan ada lagi pemanfaatan agama untuk membenturkan kelompok satu dengan yang lain, jangan ada lagi agama sebagai kendaraan untuk pencapaian tujuan politik yang mengganggu stabilitas Negara.

Kementerian Agama harus menjadi rumah bersama seluruh umat beragama di Indonesia, layanan Kementerian harus kompetitif dan selaras dengan perkembangan zaman. Permudah masyarakat untuk mendapatkan layanan berbasis kompetensi yang transparan, akuntabel dan cepat merespons masyarakat, tuturnya.

Ucapan Yaqut di atas sebenarnya diucapkan untuk Kementerian Agama, dan Yaqut ada di dalamnya. Pemimpinnya. Bukan kepada warga pegunungan Kendeng, Rembang, Tumpang Pitu, Pulau Merah, Banyuwangi, dan masyarakat sipil lainnya.

Seperti (narasi) keyakinan editorial Harakatuna, Yaqut bisa memberantas masalah agama dan kebangsaan dengan misi agama dijadikan pandu inspirasi bukan aspirasi apalagi hanya sekadar ingin menduduki kursi dan jualan narasi radikalisasi.

Yaqut jadi Menag, bisa mengatasi perihal persoalan begituan? Buktiin Dong!

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru