Harakatuna.com – Wisnu Putra, yang akrab dipanggil Abu Umar, adalah seorang eks narapidana terorisme (napiter) yang kini menjalani hidup dengan tujuan mulia. Ia lahir di sebuah desa kecil di Jawa Tengah dari keluarga sederhana. Sejak kecil, Wisnu dikenal sebagai anak yang cerdas dan religius, namun lingkungan sosial yang keras dan kurangnya akses informasi yang benar membuatnya terpapar ajaran radikalisme di usia muda.
Perjalanan Wisnu menuju dunia radikalisme dimulai ketika ia bergabung dengan sebuah kelompok pengajian yang ternyata memiliki paham ekstremis. Di kelompok ini, ia diajarkan ideologi yang keliru tentang jihad dan Islam. Dengan semangat mudanya, ia terjerumus lebih dalam hingga akhirnya terlibat dalam aksi-aksi yang melanggar hukum.
Pada tahun tertentu, aksinya terendus oleh pihak berwajib. Wisnu ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara karena keterlibatannya dalam jaringan terorisme. Masa tahanan itu menjadi titik awal perubahan besar dalam hidupnya. Selama berada di balik jeruji besi, Wisnu mulai merenungi makna hidup dan ajaran agama yang selama ini ia yakini.
Di dalam penjara, Wisnu bertemu dengan ulama dan tokoh agama yang mengajaknya berdiskusi tentang Islam yang damai dan toleran. Ia mulai menyadari bahwa jalan yang ia tempuh selama ini adalah kesalahan besar. Diskusi-diskusi ini membuka pikirannya, membuatnya sadar bahwa Islam sebenarnya mengajarkan kedamaian dan kasih sayang kepada seluruh umat manusia.
Proses deradikalisasi yang dijalani Wisnu menjadi langkah penting dalam transformasinya. Ia mengikuti berbagai program rehabilitasi yang difasilitasi pemerintah, termasuk pelatihan keterampilan dan bimbingan psikologis. Program ini tidak hanya membantunya mengubah cara pandang, tetapi juga membekalinya dengan keterampilan untuk memulai hidup baru.
Setelah bebas dari penjara, Wisnu menghadapi tantangan besar. Stigma sebagai eks napiter membuatnya sulit diterima oleh masyarakat. Namun, dengan tekad kuat, ia berusaha membuktikan bahwa dirinya telah berubah. Wisnu memulai dengan bekerja sebagai buruh serabutan sambil terus mengikuti kegiatan sosial di lingkungannya.
Perjuangan Wisnu untuk bangkit tidak berhenti di situ. Ia mendirikan sebuah komunitas kecil bersama beberapa eks napiter lainnya. Komunitas ini berfokus pada memberikan pendampingan kepada para mantan napiter agar mereka bisa kembali berkontribusi kepada masyarakat. Melalui komunitas ini, Wisnu juga mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme dan pentingnya menjaga toleransi.
Salah satu kegiatan rutin yang ia jalankan adalah memberikan penyuluhan kepada generasi muda. Wisnu sering diundang untuk berbicara di sekolah-sekolah, pesantren, dan komunitas pemuda. Ia menceritakan pengalaman hidupnya sebagai peringatan agar mereka tidak terjebak dalam paham radikal yang menyesatkan.
Wisnu juga aktif berkolaborasi dengan lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah. Bersama mereka, ia ikut serta dalam berbagai program deradikalisasi dan rehabilitasi, baik untuk eks napiter maupun individu yang rentan terpapar ideologi ekstremis. Langkah ini tidak hanya membantu orang lain, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai agen perdamaian.
Dalam perjalanannya, Wisnu menyadari bahwa dukungan keluarga dan masyarakat sangat penting. Ia bersyukur keluarganya tetap menerima dan mendukungnya, meskipun mereka sempat mengalami tekanan sosial akibat statusnya. Keluarganya menjadi tempat ia berlabuh ketika dunia luar terasa begitu berat.
Sebagai eks napiter, Wisnu juga menghadapi dilema batin. Ia sering dihantui rasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan di masa lalu. Namun, ia memilih untuk menjadikan penyesalan itu sebagai motivasi untuk terus berbuat baik. Baginya, setiap langkah kecil yang ia ambil adalah cara untuk menebus kesalahan tersebut.
Wisnu percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencegah radikalisme. Karena itu, ia bercita-cita mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Ia ingin generasi muda tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki pemahaman yang benar tentang agama dan kehidupan bermasyarakat.
Kini, nama Wisnu Putra alias Abu Umar mulai dikenal sebagai sosok inspiratif. Banyak orang yang terkesan dengan transformasinya dan menjadikannya sebagai teladan. Ia membuktikan bahwa seseorang yang pernah terjerumus ke dalam kesalahan besar sekalipun masih memiliki peluang untuk berubah dan memberi dampak positif.
Kisah Wisnu menjadi bukti nyata bahwa proses deradikalisasi dapat berhasil jika dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Dengan hati yang terbuka dan tekad yang kuat, perubahan menuju kebaikan selalu mungkin terjadi.
Melalui perjalanan hidupnya, Wisnu Putra alias Abu Umar mengajarkan kita semua bahwa setiap manusia memiliki kesempatan kedua. Perubahan membutuhkan waktu dan perjuangan, tetapi hasilnya akan membawa keberkahan bagi diri sendiri dan orang lain.[] Shallallahu ala Muhammad.