31 C
Jakarta

Way Of Life Politik Identitas dan Kemajalan Keagamaan di Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamWay Of Life Politik Identitas dan Kemajalan Keagamaan di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com Di lautan media sosial, pembicaraan politik identitas semakin menyeruak. Apalagi menghadapi tahun politik 2024. Menag Yaqut Cholil Qoumas sebagai pemegang kendali atas keberlangsungan keagamaan di Indonesia memberi pesan penting, yakni menyatakan bahwa agama dan masjid bukan sebagai tempat untuk konsolidasi politik rendahan.

Atas pesan yang disampaikan Menag Yaqut, beberapa pihak mulai panas. Beberapa pihak yang pro-kontra sampai mencari teks-teks keislaman, ayat-ayat Al-Qur’an serta Hadis dan perilaku Nabi Muhammad untuk memperkuat argumen mereka.

Agama dan Politik

Bagi kelompok yang pro, masjid dan agama boleh dijadikan sebagai tempat untuk membincang masalah perpolitikan. Argumen mereka didasarkan atas riwayat Nabi Muhammad yang pernah menjadikan masjid sebagai medium untuk membincang masalah perpolitikan.

Apakah memang tidak boleh membicarakan politik di dalam masjid? Bagi saya pribadi boleh, asalkan tentang politik kebangsaan, politik yang menyatukan, politik yang didasarkan pada keadilan dkk. Tapi kenyataannya, lebih-lebih di tahun politik ini, sungguh susah untuk mendapatkan pembicaraan politik perdamaian tersebut.

Fakta di lapangan masjid dan agama malah dipolitisir sedemikian rupa untuk kepentingan politik sesaat. Parahnya, seringkali masjid dan agama menjadi tempat untuk menyebarkan pesan-pesan politik yang berdasarkan hoaks, fitnah dan kampanye hitam. Praktik ini yang menjadi masalah dan berlawanan dengan maksud-tujuan beragama di Indonesia.

Ketidaksetujuan akan politik identitas adalah terjadinya perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Politik hanya berumur 5 tahun sekali. Sedangkan masalahnya bisa merobak keeratan, persatuan dan kebangsaan yang ditanam subur sejak berabad-abad kala. Kedamaian hancur seketika lewat mulut parpol minim etika.

Ketika Parpol Berjanji

Parpol, kita tahu, hanya memandang bagaimana menjadi pemenang. Ia tidak akan melihat bagaimana keadaan masyarakat di akar rumput. Parpol hanya mengejar kepentingan pribadi dan golongan, bukan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Karena itulah kita harus mengubah paradigma akan politik, termasuk juga bagaimana mengubah masyarakat, khususnya tokoh keagamaan melihat aktivitas politik di Indonesia.

BACA JUGA  Potret Komunikasi Radikal di Indonesia

Politik identitas atau politik keagamaan bukanlah hanya basa-basi belaka. Itu adalah kenyataan riil yang terjadi di dalam masyarakat kita. Ingatlah, tidak satu partai politik satupun yang tidak memakai politik identitas. Semuanya sama-sama memakai cara hitam ini.

Ini terjadi karena di dalam partai tersebut ternyata ada tokoh keagamaan yang bermain. Kedua-duanya bersenggema secara intens dalam satu tarikan nafas: cuan. Makanya banyak orang mengatakan bahwa “politik itu kotor” seperti comberan di BKT (Banjir Kanal Timur) sana. Karena politik sering menjadikan agama dan masjid sebagai kendaraan untuk memuluskan agendanya.

Bukan Way Of Life

Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita perlu membatasi penggunaan masjid untuk ritual politik. Kedua, Kita juga harus melakukan penyadaran akan politik identitas kepada masyarakat sekitar agar tidak terjebak oleh rayuan para politisi yang hari ini sedang membasahi lidahnya untuk kepentingan hasrat birahi politiknya.

Ketiga, kita bisa mendorong Kemenag lewat Kasubditnya untuk memberikan program kemasyarakat akan pentingnya memitigasi politisiasi agama di tempat-tempat seperti masjid dan lainnya. Program ini harus disalurkan kepada lembaga yang tepat, bukan hanya sekadar sebagai seremonial semata–yang berlinangan dengan hiruk-pikuk pementasan, tapi menghilangkan substansinya–malainkan program yang benar-benar masuk ke relung hati masyarakat. Sehingga, kita sama-sama bisa mengurusi urusan umat dengan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya.

Politik identitas tidak boleh menjadi sebagai “way of life” pada pemilu 2024 ini. Politik identitas harus dikubur bersama janji-janji kosong para politisi. Politik harus mendaratkan fungsinya sebagai siasat untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran. Bukan sebaliknya,  kehilangan spirit kemanusiaan dan keadilan dan serta hanya formalitas.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru